"Tidak apa-apa, Kak. Alea lagi borring saja. kakak di mana?" tanya gadis itu dengan sangat natural. siapapun yang mendengar bagaimana caranya berbicara saat ini. pasti memiliki anggapan, kalau Alea tengah santai di kamarnya dalam posisi telungkup. karena bosan.
"Kak Jevin berada di Singapura, Lea. Mungkin tiga hari lagi baru akan kembali," jawab pria itu.
"Oh, ngapain di sana, Kak? Lama sekali?"
"Di sini karena perjalanan bisni. Paling cepat, tiga hari saja sudah kembali. Tapi, jika ada kendala atau faktor lain, ya mungkin bisa lebih."
"Oh, ya sudah, setelah menemukan teman bicara sepertinya aku mulai mengantuk, hoaam!" ucap Alea. Dia benar-benar menguap. Tapi, bukan karena mengantuk. Melainkan, dia bosan mendengarkan celotehan tidak penting anak dan kakak dari pelakor.
"Oh, ya sudah. Good night, Alea."
"Good night kak, Jevin." Alea pun mengakhiri panggilannya setelah menyadari, kalau ia sudah sampai di tempat tujuan.
"Ini, Pak," ucap Alea sembari memberikan uang pada supir taksi online tersebut.
"Iya, Neng. Terimakasih."
"Sama-sama, Pak," jawa. Alea ramah sambil berdiri di tepi jalan menunggu mobil berbalik arah dan pergi meninggalkan rumah Intan.
Setelah memastikan mobil melesat jauh, Alea mengenakan masker dan hody lalu menyusup masuk ke dalam sebuah rumah yang nampak sepi dan tak berpenghuni di depannya.
Alea tersenyum puas ketika dirinya sudah berada di dalam sambil memainkan kunci yang ia letakkan di jarinya sambil diputar-putar kan. Dia teringat, bagaiman mendapatkan kunci rumah Intan. Beberapa saat yang lalu, ketika tanpa sengaja bertemu dengan Jevin, Alea mengambilnya diam-diam, dan menggandakannya ke tukang kunci. Karena tidak lama sekitar 15 menit saja, Alea sudah mengembalikan kunci tersebut pada pemiliknya dengan meletakkan, di atas dasbor mobil Jevin.
Intan nampak berbahagia, terdengar dari bibirnya yang merekah ia menyanyikan sebuah alunan lagu kesukaannya. Dengan santai ia masuk kedalam rumah, menyalakan lampu.
"Kenapa berantakan begini? Apakah ada pencuri masuk?" Gadis itu melangkah perlahan. Sambil mengamati sekitar.
Matanya melihat sebuah foto-foto dirinya jatuh berserakan di atas lantai, dalam kondisi rusak.
Setelah lama memperhatikan, Intan Intan meraih salah satu fotonya yang sudah koyak. Tepat foto yang memamerkan pose tercantiknya. Tepat bagian mata dilubangi, dan bagian bibir disobek sampai ke telinga. Bahian wajahnya, seperti ditusuk-tusuk. Sepertinya, yang melakukan ini, adalah seseorang yang benci dan memili dendam padanya. Tapi, siapa?
"Sudah pulang kamu rupanya?" Belum hilang kebingungan Intan, tiba-tiba dari dalam muncul Alea dengan pakaian serba hitam sambil memainkan belati di tangan kanannya.
Intan menoleh ke sumber suara. Ia kaget melihat Alea berada di dalam rumahnya dengan pakaian serba hitam.
"Alea! Apa yang kau lakulan di sini? Dan semua ini, apakah kau pelakunya?" Intan melototi Alea penuh emosi. Ia benar-benar marah atas perbuatan Alea yang tidak manusiawi.
"Tenang Intan, ini hanya permulaan." Alea tersenyum dan berjalan mendekati Intan.
"Apa maksutmu?" hardik Intan.
"Apa ini menyakitkan? Bukannya kau tidak terluka? Ini hanya rumah yang berantakan. Kau bisa membersihkannya lagi."
"Aku akan melaporkanmu ke kantor polisi, karena telah menyusup dan membuat kerusakan parah dalam rumahku!" secepat kilat, Intan merogoh tasnya mencari benda tipis di sana.
Tapi, dengan cepat juga, Alea menahan pergelangan Alea. Dia tertawa keras seperti orang gila. "Tenang, Intan! Apa bukti dari menyusup dan membuat kerusakan parah? Hehmb? Hahahhaa."
"Ini rumahku, bagaimana bisa kau masuk saat aku dan kakakku tidak ada di rumah?"
"Coba, pikirkan! Jika memang aku masuk ke dalam sini menyusup. Cek kembali semua pintu dan jendela. Ada, tidak yang rusak? Hahahaha. Bodoh. Kau benar-benar bodoh. Muka cantik, tapi tidak punya otak," ucap Alea kembali terpingkal, seoalah ada hal yang benar-benar lucu saja.
"Bagaimana pun juga. Ini tidak ada izin dariku. Kau merusak barang-barang di rumahku. Aku menderita kerugian. Akan kulaporlan kau pada polisi!" bentak Intan. Kian meradang.
Kali ini Alea berhenti tertawa. Dia memasang wajah melas dan ketakutan. Takut dilaporkan pada polisi. Kedua tangannya ia telungkup kan di depan dada. Menunjukkan permintaan maaf.
"Jangan laporkan aku, plis. Aku takut, Intan. Jangan, ya?"
Intan tersenyum miring. Ia puas berhasil membuat Alea gentar. "Kenapa kau melarang? Ini adalah negara hukum. Aku bisa saja melaporkanmu. Sekarang kau pilih. Mau ganti rugi? Atau berurusan dengan polisi?" tanya Intan dengan arogan dan penuh kemenangan.
"Kau hanya kehilangan sedikit barang yang masih bisa kau beli saja sudah mau laporin aku ke polisi. Lalu, aku melapor pada siapa saat kehilangan ayahku karna kau culik? Yang rusak cuma fotomu, bukan wajahmu. Dasar! Anak dan ibu, sama-sama murahan!" ucap Alea dengan nada kian meninggi. Kali ini, ia memasang wajah marah, yang benar-benar sangat marah.
Intan terkejut melihat perubahan Alea yang sangat cepat, matanya lekat memandang Alea dengan wajah yang mulai memucat. Ia tiba-tiba saja takut. entah, kenapa. kaki dan badannya terasa lemas.
"Kau itu lebih buruk dari binatang, sudah tahu ayahku memiliki istri, dan bekas selingkuhan mamamu, kau masih mau? Tidak ada yang mau denganmu, apa memang seperti itu seleramu? menyukai barang bekas, barang yang sudah pernah dipakai oleh beberapa wanita? Rendahan!" Alea melangkah mendekati Intan dengan sorot mata penuh emosi bak iblis.
Semakin Alea maju, semakin Intan mundur, sampai tubuh belakangnya menabrak tembok tak dapat lagi menghindari Alea, untuk berlari ia merasa tak bisa. Entah apa kali ini melihat mata Alea, Intan merasakan takut yang luar biasa.
"Aku akan menyatukan kau dengan ayahku, agar kalian tak merasakan rindu menetaplah terus dalam tubuhnya agar tiada hati yang terluka." Alea semakin maju mendekati Intan dan memegang keras wajah bawahnya sampai Intan kesakitan.