*Hosh.. Hosh..*
("Tidak biasanya dia pergi tidak bilang-bilang.")
Aku masih terus berlari melihat-lihat sekitar mencarinya.
("Mungkin ini yang dia rasakan waktu dia keliling kota mencariku.")
*!!*
Tiba-tiba saja aku teringat dengan perkataan Joseph yang bersedia memberikan makanan gratis untuk kami. Tanpa lama lagi aku langsung mempercepat langkah pergi ke tempatnya.
~~~
Di depan kedainya, aku berhenti melihat satu-satunya gadis di kota yang membawa scythe sedang makan disana.
"Oi!" panggilku menghampirinya
Dia tersentak mendengar suaraku.
"Kenapa kau pergi begitu saja? Bukankah aku sudah bilang untuk menunggu disana?" Protesku langsung
*nom-nom-nom*
"Am-Amwu.." jawabnya dengan mulut penuh masih mengunyah
"Tuan Toon, silahkan duduk dulu, biarku siapkan juga untukmu." Ajak Joseph melihatku datang
"Tidak terima kasih, aku belum lapar dan ingin mendengar penjelasan darinya dulu." Balasku menolak
*glek*
"Nanti kujelaskan di penginapan saja ya, tuan?" Pintanya
"Te-Terima kasih atas makanannya." Ucapnya berterima kasih ke Joseph
"Ayo, tuan." Ajaknya menarik tanganku
Aku mengiyakannya dan kami kembali ke penginapan.
~~~
Di dalam kamar, seperti biasa kami duduk berhadapan di pinggiran kasur.
"Jadi, kenapa kau tidak menunggu disana seperti yang kuperintahkan?" tanyaku
"A-Aku sendiri tidak tahu,." Balasnya sedikit menunduk
"Sebenarnya aku sudah mulai lapar… saat dia menawari makanan sejak kita kesana." Jelasnya pelan
"Tapi aku tahan karena tuan ingin ke kantor walikota terlebih dahulu, aku sudah menuruti perintahmu untuk menunggu disana." Lanjutnya
"Tapi saat sedang menunggu.."
Aku terus mendengarkan penjelasannya, karena aku tahu dia tidak mungkin melanggar perintahku tanpa sebab yang jelas.
"Aku merasa seperti tidak bisa mengendalikan diri…"
"Keinginanku untuk makan, membuat tubuhku bergerak dengan sendirinya." Lanjutnya terlihat bingung dan menyesal
"Jadi seperti kau tidak bisa menahan hasratmu untuk makan dan langsung pergi begitu saja ke tempat Joseph?" ucapku menyimpulkan
"I-Iya tuan." Jawabnya mengangguk
("Mungkinkah ada hubungannya dengan kekuatan misteriusnya dan Crown-nya yang hilang?")
"Baiklah, ayo." Ajakku langsung berdiri
"Kemana tuan?" tanyanya penasaran
Aku tersenyum dan bertanya.
"Kau masih lapar, kan?
"Ya." Jawabnya berseri
Dan kami pergi ke tempatnya Joseph, lagi.
~~~
Saat sudah dekat dengan kiosnya, terlihat kalau tempatnya sedang ramai dengan banyaknya kerumunan orang-orang di sekitarnya. Aku tersenyum senang kalau dagangannya laku keras, namun sepertinya sedang kerepotan, jadi aku berniat untuk membantu.
"Permisi, permisi."
Aku masuk menerobos lewat kerumunan orang yang berkumpul di depan kios, meninggalkan Zoker sebentar di belakang karena takut sabitnya mengenai orang.
Saat hampir lolos dari keramaian, aku mendengar suara seseorang sedang marah-marah dari arah kiosnya.
"Apa maksudmu tidak bisa bayar?! Kau tahu kami yang menjaga tempat ini juga butuh makan, hah!?" Terdengar suara bentakan entah siapa ke siapa
Akhirnya aku keluar dari kerumunan dan melihat langsung yang sedang terjadi.
"Iya aku mohon maaf sekali, tapi.." perkataannya Joseph terhenti saat melihatku muncul
Ternyata ada beberapa prajurit yang sedang mengamuk di tempatnya Joseph, dan mereka sudah mengacak-acak kiosnya. Dan prajurit itu adalah prajurit yang kupatahkan tombaknya saat di kantor walikota.
Dia tidak menyadari kehadiranku, lalu kutepuk pundaknya dari belakang.
*Tap*
"Apa lagi in—"
*!!*
Dia terdiam kaget saat menoleh ke arahku.
*Sring!*
Prajurit lain yang kelihatan seperti bawahannya langsung menghunuskan pedangnya ke arahku.
"Berani sekali kau mengganggu aparat yang sedang bertugas." teriaknya marah-marah padaku
Aku menatap wajah mereka satu persatu sebentar dan kembali ke prajurit yang sedang kupegangi.
"Tugas..?" tanyaku padanya
….
Dia hanya gemetaran terdiam seribu bahasa tak menjawab sama sekali.
"Jadi, apa yang sedang kalian lakukan saat ini adalah tugas prajurit keamanan kota?" tanyaku pada bawahannya
"Ya, kami sedang mengumpulkan uang keamanan dari para warga." Jawabnya lantang
"Uang keamanan ya..." balasku mengangguk pelan
*Kreytt!!*
"A-Arrgh.. A-Aku minta maaf.. Aku minta maaf!" Pintanya memohon
Kuremas baju zirah di pundaknya sampai dia jatuh bersimpuh di hadapan Joseph.
"Kau minta maaf ke siapa? Minta maaf yang benar pada orang di depanmu sekarang." Balasku pelan masih memegangi pundaknya
��Tch.."
Dia malah berdecis melihat ke arah lain seperti kesal enggan menurut.
"CEPAT!" bentakku
Anak buahnya yang tadi bertingkah sok galak, sekejap terdiam melihat pemimpinnya bersujud.
"A-Aku minta maaf, aku hanya menjalani perintah saja."
"Aku tidak akan mengganggumu tempatmu la— Arrrgghh!!"
*Krakk!!*
Kuremas lebih kuat dari sebelumnya sampai zirahnya remuk.
("Makhluk sepertinya tidak pantas hidup di dunia manapun..")
"Hei, apa maksudmu tempatnya? Berhenti meminta uang iuran tidak jelas dari semua orang di kota ini!"
"Beritahu semua anggotamu, kawan-kawanmu, pemimpinmu, dan juga semua parasit yang terlibat!" Bentakku memotong perkataannya yang terasa kurang pas
"Kalau sampai aku dengar salah satu dari kalian, tidak peduli siapapun melakukan hal seperti ini lagi.."
"Jangan salahkan aku kalau semua pasukan di kota ini musnah dalam sekejap." Lanjutku memperingatkan terus mengintimidasinya
"P-Permisi, permisi." Suara Zoker terdengar pelan mendekat
*syu.. syu.. syu.. syu..*
Meski orangnya belum terlihat, aku bisa tahu dari sabitnya yang muncul naik turun paling tinggi sendirian seperti kepala kalkun terlihat menghampiri.
"Ada apa ini??"
"Itu.. prajurit kota berulah lagi sama kita."
Terdengar jelas ocehan para warga yang melihat terus bertambah.
"Karena kerumunan warganya sudah terlalu banyak, kurasa sudah cukup pertunjukkannya."
"Cepat pergi dari sini sekarang, lakukan tugasmu sebagai prajurit sebagaimana mestinya."
*Ptak!!*
Kutampar dia agar bergerak lebih cepat.
"Cepat!" Teriakku mengusir mereka semua
"B-Baik." Balasnya merintih mencoba berdiri dibantu anak buahnya
Sementara Zoker yang masih berusaha keluar dari kerumunan…
"Permisi.. A-A-Aahh—"
*Syuu〜*
*Cteenng!!*
Zoker tersandung dan tanpa sengaja menancapkan sabitnya ke bagian punggung prajurit yang masih berusaha bangun, tapi beruntung tertahan oleh baju zirahnya. Prajuritnya langsung terdiam mematung merasakan sentuhan sabit di zirah belakangnya, diikuti kedua rekannya yang syok melihatnya.
"Ma-Maaf."
Zoker menunduk minta maaf dengan polos setelah hampir membuat lubang di punggungnya.
"Sudah kubilang, cepat pergi.."
"Karena aku jamin yang selanjutnya tidak mengincar bagian yang ada zirahnya." Lanjutku mengancam
"Gryaaaa!!! Lari-lari!! Cepat!" teriak mereka pergi
Dan mereka pun lari terbirit-birit meninggalkan tempat secepat mungkin.
*sigh*
"Maaf Joseph, jika saja aku datang lebih cepat." Kataku
"Tidak, ini sama sekali bukan salahmu tuan, jadi jangan minta maaf."
"Hal seperti ini sudah biasa terjadi. Hahaha." Lanjutnya tertawa seperti tanpa beban
"Biar kami bantu rapikan." Ucapku langsung berjongkok membantu merapihkan segalanya
"Terima kasih banyak atas bantuanmu yang hingga saat ini, tuan Toon." responnya menundukkan kepalanya
"Tidak masalah." Balasku
Tanpa disuruh lagi, Zoker langsung turut ikut membantu.
"Kerja bagus Zoker." Bisikku mengacungkan jempol padanya
"A-eh.. Ehm!" balasnya mengangguk semangat meski tidak mengerti maksudku
Setelah itu para warga pun bubar, dan kami beserta keluarganya merapihkan semuanya seperti semula.
~~~
Tak butuh waktu lama, bebersihnya selesai dan semuanya rapi kembali. Dengan bantuan keluarga Joseph yang sebelumnya bersembunyi saat kejadian, mereka keluar ikut membantu membuat semuanya selesai lebih cepat, meski ada beberapa barang yang rusak parah.
"Terima kasih sudah banyak membantu selama ini, tuan." Ucapnya setelah selesai
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu sebentar." Ajakku
"Oh, baiklah." Balasnya berjalan mengikuti
Aku bawa dia ke tempat yang agak sepi sebentar, Zoker kubiarkan sedang makan ditemani anak-anaknya Joseph.
..
"Dengar, jika berjalan dengan lancar, aku ingin mengajakmu beserta keluargamu tinggal di kediamanku nanti sebagai pelayan dan juru masak." Jelasku mengajak
"Bisa-bisanya aku percaya diri berkata seperti ini disaat keuanganku sedang di ujung tanduk."
*?!*
Wajahnya terlihat terkejut mendengar perkataanku.
"Mungkin tidak sekarang, tapi nanti setelah urusanku selesai, aku pasti akan kembali lagi untuk menjemputmu. Bagaimana?" lanjutku mengakhiri
"K-Kau yakin tuan? Aku tidak yakin bisa berguna untukmu."
"Aku ini lemah.. terlalu lemah sehingga tidak bisa melindungi keluarga kecilku." Balasnya murung
*inhale*
"Kau, punya sesuatu yang langka.. sangat langka di dalam dirimu yang tidak banyak dimiliki oleh orang lain." Bantahku menepuk pundaknya
"Percayalah, aku tidak sembarang mengajak orang jika benar-benar tidak kuperlukan, aku ini sangat perhitungan." Lanjutku meyakinkan
("Aku benar-benar tidak mau melewatkan manusia berhati murni sepertinya.")
"Hmm.."
Dia terdiam memikirkan tawaranku.
…
"Baiklah, kalau tuan berkata demikian."
"Aku berjanji akan setia mengabdi padamu, tuan Toon." Jawabnya memutuskan
("Entah kenapa aku merasa seperti de javu mendengarnya.")
"Ayah? Ayah?" panggil sang anak mencari ayahnya
Di tengah pembicaraan, anaknya laki-lakinya yang masih kecil pergi keluar mencarinya memanggil-manggil di depan rumah.
"Baiklah, ayo." Ajakku kembali
Karena masalah sudah selesai, aku dan Zoker akan pergi ke guild di ibukota.
*NNNGGGGNNNGGGNGNNNG!!*
Tiba-tiba muncul suara dengung keras yang sangat menganggu tepat di sebelah telingaku.
"Ada apa tuan Toon?" tanya Joseph yang melihatku memegangi telinga berusaha menghilangkan dengungannya
"Tidak.. bukan apa-apa." balasku setelah suaranya menghilang
Saat kami kembali berjalan ke rumahnya Joseph..
("Aku selalu memperhatikanmu.") Bisik seseorang pelan namun terdengar jelas ke dalam kepalaku
*!!*
("Suara siapa itu?")
("Apa mungkin Informan?")
"Kau benar-benar tidak apa-apa, tuan Toon?" tanya Joseph lagi khawatir melihatku terganggu akan sesuatu
"Jangan khawatir, hanya perasaanku saja."
Semua gangguan itu masih aku abaikan begitu saja. Karena menurutku selama tidak menimbulkan masalah yang berarti, maka tidak penting.
~~~
Langit senja sudah mulai kehilangan keindahannya.
Masih di dalam kota, di hadapan gerbang kota yang terbuka lebar. Aku dan Zoker sudah siap pergi ke ibukota, tapi kali ini barang bawaanku terlalu berat kalau dibawa berjalan kaki berpergian antar kota, ditambah ada punyanya Zoker sekarang.
"Hmm, jadi beginilah kita." Ucapku melipat tangan bicara sendiri melihat ke dunia di luar gerbang
Zoker berdiri di sebelahku, tapi dia hanya diam mendengarkan.
"Kita butuh uang untuk mencari uang.."
("Ironis sekali.")
"Dan sisa uang kita hanya cukup untuk menyewa penginapan disana semalam."
"Jadi amat sangat tidak mungkin untuk menyewa kereta." Jelasku bicara sendiri memeriksa menghitung jari
"Soal makan, kita sudah diberi bekal oleh Joseph, harusnya cukup sampai besok."
"Dengan barang bawaan sebanyak ini, kita akan cepat lelah dan lapar di tengah jalan."
"Jadi kita harus pikirkan caranya bisa ke ibukota se-efisien mung—"
"Kak Zoker." Terdengar suara anak kecil memanggil Zoker dari kejauhan
Ternyata Joseph dan keluarganya datang, mungkin untuk mengantarkan kepergian kami.
"Tuan?" Tanya Zoker seperti meminta izin
Aku hanya memberi isyarat agar menghampiri mereka, dan membawakan sabitnya yang sudah dibalut perban tebal. Sepertinya dia sudah akrab dengan anak-anaknya Joseph, entah kenapa aku seperti merasa bangga karenanya.
*Tak.. kratak kratak kratak kratak..*
Selagi aku melamun, lewatlah kereta kuda milik pria tua yang dulu pernah kutolong waktu pertama kali ke ibukota. Saat itulah mata kami bertemu, dan dia menghampiriku yang berdiri dikelilingi barang-barang bawaan.
"Lama tak berjumpa." Sapanya duluan masih duduk di tempat kusir
"Ya, bagaimana dengan ulatnya? Sudah dibuat jadi baju?" Balasku basa-basi
"Ahahaha, banyak hal yang terjadi." Jawabnya terkesan tidak serius
Dia memperhatikan barang-barang di sekitarku.
"Kau mau pergi ke suatu tempat?" tanyanya
"Iya, aku mau pergi ke ibukota karena ada sedikit urusan disana." Balasku
"Kau sendiri?" tanyaku balik
"Kebetulan aku juga mau pergi kesana, bagaimana kalau kita bareng saja?" Ajaknya turun dan berjalan ke belakang kereta
*Sraak!*
Dibukanya cepat tirai yang menutupi bagian belakang kereta.
"Cepat turun, kalian pergi sendiri ke ibukota jalan kaki." Ucapnya seperti menyuruh pada seseorang di dalam kereta
"Hah?? Yang benar saja pak tua, kau menyuruhku pergi jalan kaki? Pergi dengan kereta jelek seperti ini saja sudah membuatku kesal." Terdengar suara seorang perempuan dari dalam kereta protes padanya
"Hei! Jaga mulutmu nenek-nenek!"
"Baik, kami akan berjalan kaki menuju tempat pertemuan tepat waktu." Muncul satu lagi suara dari dalam membalas perkataannya
"Suara ini.. sepertinya aku pernah mendengarnya.."
Keluarlah mereka dari dalam kereta, yang pertama kali keluar adalah manusia harimau yang pernah kutabrak tempo hari. Diikuti seorang wanita yang juga memakai jubah yang sama seperti si harimau. Terakhir seseorang bertubuh pendek, tidak tahu dia anak-anak atau bukan, hanya saja badannya terlihat kecil dan juga wajahnya tidak terlihat tertutup tudungnya.
*!!*
*Deg!Deg!*
"Perasaanku langsung tidak enak begitu yang kecilnya keluar."
Hanya dengan melihatnya saja, aku bisa tahu kalau mereka sangatlah kuat. Meski yang bertubuh paling kecil malah mengeluarkan aura paling kuat.
"Ahh, kau tahukan jarak dari sini ke ibukota!? Beraninya kau membuatku berjalan kaki kesana!? Bagaimana kalau nanti ka—"
Tiba-tiba saja suaranya yang sedang marah-marah ke pak tua menghilang begitu saja, meski mulutnya tetap terlihat seperti berbicara.
Sadar suaranya menghilang, entah kenapa sekarang dia malah terlihat marah ke temannya yang kecil, padahal dia tidak terlihat melakukan apapun dari tempat dia berdiri.
"HA! Ahahahaha rasakan itu nenek, itu karena kau terlalu beris—"
Disusul suaranya si harimau pun menghilang tiba-tiba.
("Apa yang sebenarnya sudah dia lakukan?")
Si kecil tadi langsung menunduk pamit dan pergi berjalan meninggalkan si pak tua, yang tak lama diikuti kedua temannya.
("Yang bertubuh kecil itu memang berbahaya.")
("Tapi tetap … yang paling mencurigakan bagiku adalah pak tua yang bisa memerintah orang-orang berbahaya seperti itu.")
Setelah selesai, pria tua tadi menghampiriku lagi.
"Ayo, silahkan naikkan barang bawaanmu." Ajaknya
"Itu tidak apa-apa mereka kau usir karena kau memberiku tumpangan?" tanyaku bingung tak mengerti
"Tenang, kau juga pasti bisa merasakannya, 'bukan?"
"Mereka tidak selemah itu, sudah naik saja." Jawabnya santai
("Begitu juga denganmu, pak tua.")
"Terima kasih kalau begitu." Balasku menerima tawarannya mulai menaikkan barang bawaan kami ke masuk dalam kereta
*Baump!!*
*Bukk!*
Kumasukkan semua bawaan, termasuk punya Zoker.
Setelah selesai dan pria tua tadi sudah duduk di depan, aku panggil Zoker yang sedang asyik bermain-main dengan anak-anaknya Joseph.
("Melihatnya yang sedang bersenang-senang membuatku sedikit lega, karena untuk saat ini dia bisa jadi seperti gadis pada umumnya.")
"Zoker, ayo, kita sudah mau berangkat." Panggilku dari dalam kereta
Dia menoleh, dan terlihat berpamitan dengan mereka. Saat baru melangkah mau pergi, anak-anaknya Joseph mengejar seakan tidak mau berpisah dengannya. Zoker memberi mereka pelukan dan pergi meraih tanganku masuk ke kereta.
*Dug-dug!*
Kupukul keretanya memberi tanda kalau kami sudah naik dan siap berangkat.
*Ctak!!*
*Kretak kretak kretak!!*
Keretanya pun mulai berjalan.
"Kita… pasti akan kembali lagi 'kan, tuan?" tanyanya melambai-lambaikan tangan ke arah kota dengan mata birunya yang berkaca-kaca menahan tangis
"Ya, pasti."
"Kita pasti akan kembali bertemu mereka lagi nanti, aku janji." Jawabku menenangkan menepuk pundaknya
"Baiklah kalau tuan bilang begitu, aku tidak akan menangis sampai bisa bertemu mereka lagi. Hehe." Ucapnya tersenyum menghapus kesedihan di wajahnya
"Oh ya, kenapa kita bisa naik kereta ini, tuan? Bukankah kita tidak punya uang untuk menyewanya?" Tanyanya baru sadar
"Mmm, ceritanya panjang."
"Anggap saja hasil dari buah yang telah kutanam." Jelasku
Di pinggir jalan, terlihat orang-orang yang tadi diusir sedang berjalan tanpa membawa barang bawaan apapun dan tidak saling berbicara sama sekali.
("Sebenarnya apa hubungan mereka dengan pria tua ini?")
Sikap tiga orang tadi membuatku terus bertanya-tanya tentang pria tua yang sedang membawa kami saat ini. Tanpa sadar, aku tertidur bersandar pada apapun yang ada disana sambil menunggu kami sampai tempat tujuan menumpang dengan pria tua yang misterius ini.