Chereads / Kebelet Nikah : Sekuel Pernikahan Kontrak / Chapter 8 - Ciuman Si Penyusup

Chapter 8 - Ciuman Si Penyusup

"Apa kau gila?!" hardik Asia dengan amarah yang meledak-ledak. Semua orang lantas mengerutkan dahi melihat sikap yang diambil oleh Asia begitu keterlaluan.

"Aku tak mau menikah denganmu! Aku masih muda dan aku punya cita-cita yang harus aku gapai!"

"Asia!" Suara Karma yang berwibawa otomatis menghentikan ucapan Asia. Dipandanginya Karma yang menggelengkan kepalanya, kecewa dengan tindakan yang dilakukan oleh salah satu putri kandungnya itu.

"Sudah berapa kali Daddy katakan jangan tak sopan sama tamu. Kenapa kamu lakukan hal itu? Tuan Alexi itu cuma bercanda. Dia hanya ingin memperlihatkan bagaimana caranya ketika dia melamar seorang gadis nanti." Asia terdiam, pandangannya beralih pada Alexi yang tersenyum.

Senyuman kemenangan. Rahang Asia mengeras sedang tangannya dikepal rapat. Rupanya Alexi mempermainkannya dan dia mendapat kecaman keras dari sang Daddy. Menyebalkan!

Asia menampakkan wajah masam kemudian berlalu pergi meninggalkan Alexi beserta keluarga. Entah kenapa rasanya menyesal keluar dari kamar. Dia lalu bergerak di dapur untuk mengambil minum.

Begitu sampai Asia segera membuka kulkas dana menggapai air botol yang berisi air es dia menutup kulkas. Alangkah terkejut Asia karena kehadiran Alexi yang tiba-tiba.

Namun sesaat Asia kembali membuat wajahnya kusam. "Apa kau puas telah membuat aku malu di depan keluargaku sendiri?" Alexi menggeleng.

"Aku tak berniat melakukan hal itu. Aku serius mau melamarmu."

"Sudahlah, jangan ganggu aku lagi. Aku membencimu!" Asia membuka botol dan meminumnya singkat kemudian meletakkan botol lagi di dalam kulkas.

Dia pun berjalan melewati Alexi yang segera menggapai lengannya. "Lepaskan tanganku."

"Tidak sebelum kau menjawab pertanyaanku."

"Pertanyaan apa?"

"Mau kau menikah denganku?" Gerakan Asia yang meronta terdiam dan perlahan lengan dilepaskan.

"Bukankah itu hanya main-main?"

"Tentu saja tidak, aku serius dan aku ingin kau menjawabnya." Asia mendengus.

"Meski kau bertanya seribu aku akan selalu mengatakan tidak!" Kali ini Alexi tak menghalangi Asia untuk pergi.

Dengan terus menggerutu, dia kembali ke kamar, mengurung diri. Karena hal itu juga, dia tertidur di atas ranjang sampai pukul 23.00 waktu setempat. Asia terbangun dari tidur, terusik akan suara ketukan kecil di balkon.

Asia mengucek matanya sebentar. Dia menggapai ponsel dan memperhatikan jam. Suara ketukan makin terdengar. Tak terlihat dirinya akan ketakutan justru dengan santai menyibak gorden.

Bayangan hitam berdiri tepat di depannya sekarang. Asia tidak melihatnya jelas karena keadaan di kamarnya sendiri dengan gelap. Dia lalu segera menyalakan lampu di balkon mau pun di kamar dan menemukan sesosok pria yang tak lain adalah Alexi.

Kerutan di dahi tampak di wajah Asia yang lalu membuka pintu balkon. "Kenapa kau lama sekali membuka pintu balkonmu? Aku kedinginan tahu!"

"Kenapa kau ada di balkonku? Apa kau menginap di sini? Dan bagaimana caranya kau ...." Alexi membuang napas pendek mendengar Asia balik bertanya. Pria itu lalu membaringkan diri di atas ranjang seraya melihat sekitar.

"Ternyata kamarmu luas dan juga nyaman. Aku suka."

"Hei penyusup! Aku bertanya, kenapa kau tak menjawab?" Alexi lalu memosisikan tubuhnya agar duduk tak lupa dia menarik tangan Asia untuk mengambil tempat di sampingnya.

"Tentu saja untuk melihatmu. Aku merasa tak enak jika aku pergi tanpa melihatmu dulu. Tidak, aku tak menginap. Caranya memanjat pohon yang besar itu."

"Kau gila! Sekarang pergi dari sini atau aku akan teriak mengatakan ada penyusup di sini."

"Silakan saja. Kemungkinan besar kita akan dinikahkan oleh kedua orang tuamu." balas Alexi enteng.

"Kau!"

Tok, tok

"Kakak! Buka pintunya!" Jantung Asia berdetak dengan cepat. Gadis itu mendorong tubuh Alexi agar terbaring dan menutupnya dengan selimut.

"Jangan bergerak atau apa pun sebelum aku mengatakannya padamu." Asia lalu membuka pintu menemukan Maria yang menguap memandangnya sayu.

"Maria, kau ada di sini." Maria tak menjawab, dirinya malah masuk ke dalam kamar kemudian menggarukkan kepalanya yang tak gatal.

"Ada apa Maria?" Ditolehnya Asia yang sedang memasang wajah innocent.

"Aku mendengar ada suara pria yang sedang bertengkar dengan kakak. Jadi aku memeriksanya."

"Pria? Hahaha ... tidak hanya aku sendiri di sini. Aku tidak berbicara dengan siapa pun."

"Tapi aku jelas mendengarnya." kata Maria mempertahankan argumen.

"Jangan bercanda, ini sudah malam. Tak mungkin aku berbicara dengan seorang pria di tengah malam seperti ini mungkin cuma pikiranmu saja." Maria termenung sejenak.

"Oh iya juga ya." Setelahnya dia keluar sebelum setelahnya berucap selamat malam pada Asia. Pintu tertutup, Asia menyibak selimut di atas ranjang yang menampakkan Alexi yang memejamkan mata.

"Bangun dan pergi dari sini! Aku tak mau kena masalah hanya karena tindakanmu yang gila ini." Alexi membuka mata memandang pada Asia dengan tatapan mengiba.

"Ayolah Asia, biarkan aku berada di sini. Hari sudah larut malam, aku ingin tidur di sini."

"Tidak! Kita ini bukan suami istri!"

"Kalau begitu ayo kita menikah denganku supaya aku bisa tidur denganmu."

"Jangan harap!" Dia lalu menarik Alexi agar bangkit dari tempat duduk dan mendorongnya ke balkon, dia ingin Alexi keluar sama seperti dia masuk.

"Iya, iya aku akan keluar tapi biarkan aku mengambil hadiahku."

"Hadiah ap--" Mata Asia membulat saat Alexi menciumnya lebih tepatnya mencium bibir. Asia lalu berusaha mendorong Alexi, naasnya dia kalah cepat dari Alexi yang sudah mengunci kepala dan tubuhnya.

Asia tak bisa bergerak termasuk saat lidah pria itu berusaha menerobos masuk. Pada awalnya Asia tak mengijinkan hal tersebut, Alexi pun tak kehabisan akal. Digigitnya bibir bawah Asia, otomatis gadis itu memekik kesakitan.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Alexi memasukkan lidahnya dan mengajak lidah Asia agar menari. Kuluman yang lembut menghayutkan Asia dalam permainan lidah yang belum pernah dia rasakan.

Tanpa sadar dia ikut memeluk tubuh Alexi dan melumat bibir Alexi. Untuk beberapa saat mereka larut dan berhenti saat pasokan udara mereka telah hilang. Alex melepaskan ciuman dan tersenyum puas. "Terima kasih atas hadiahnya."