Chereads / Ryan & Arumi / Chapter 6 - Balasan

Chapter 6 - Balasan

~POV Arumi~

"lo jadi pulang ya Ve? Trus gua kesepian dong tiga hari ini?" tanyaku pada Vega yang baru saja ditelepon oleh sopir mobil travel yang tadi pagi di pesannya untuk pulang ke rumah.

"kan udah dari kemaren gue bilang Aru, besok gue pulang... senin selasa gue kosong, mending gue di rumah, bantuin nyokap ngurusin pestanya Mas gue," jawab Vega sambil mengedipkan matanya.

"hmm ya udah kalo gitu Ve... salam buat keluarga lo ya..." aku melambaikan tangan.

"thanks Aru... bye say..." Vega membalasnya dan tersenyum manis sebelum akhirnya berlari ke luar.

Tak lama berselang, tiba-tiba teleponku berbunyi. Oh itu Siska.

Aku : halo Sis

Siska : Aru! Kamu di mana sekarang?

Aku : di kos, napa?

Siska : kamu gak liat berita? Ya Ampun Aru! Di twitter, instagram, facebook, internet, semuanya sudah heboh, kemana aja sih kamu?

Aku : notifnya semua gua matiin, ada apa sih Sis?

Siska : Bang Ken kena tembak! Ada teroris di Gerai!

Aku : HAH!!! Lo serius Sis????

Siska : tujuh rius ini Aru!!!

Aku : trus gimana keadaannya sekarang?

Siska : belum ada kabarnya, kamu kan sekarang masih di sana, coba kamu cari tau, tadi aku telepon si Dita tapi gak diangkat, yang jelas Bang Ken di bawa ke rumah sakit Husada! Aku ntar sore balik, soalnya tiket siang udah habis, kalo Karin kemungkinan ntar malam, nunggu Tante yang jagain Mama nya pulang.

Kedua sahabatku ini sedang di rumah mereka masing-masing, sudah sejak kemarin. Karin sebenarnya yang paling dilema untuk kembali balik ke kota ini, menyelesaikan kuliahnya. Sejak kematian Papanya itu, Mama Karin sering sakit-sakitan, saat ini untung saja ada saudara Mamanya yang mau menjaga beliau, tapi Karin tetap cemas, mereka hanya hidup berdua.

Aku : kalo gitu, gua langsung ke rumah sakit aja Sis.

Siska : sendirian aja? Ajak aja Vega!

Aku : dia udah pulang barusan.

Siska : ati-ati ya Aru... aku liat di TV, sekarang rumah sakit lagi rame.

Aku : oke Sis.

***

Oh my God! Bukan ramai lagi, tapi rumah sakit malah terlihat sesak sekarang, aku tak punya pilihan lain untuk memarkirkan mobilku di sebuah pusat perbelanjaan yang berada kira-kira lima ratus meter dari sana.

Apa yang kulakukan di luar seperti ini? aku menunggu, tapi tak tahu sampai kapan? Dan apakah orang yang kutunggu akan kutemui atau tidak?

Ponselku bergetar, tentunya itu bukan notifikasi dari grup kampus, orang-orang tak jelas, dan notifikasi-notifikasi pemberitahuan tak penting lainnya, karena semuanya telah aku silent.

Aku segera membuka ponsel, Bang Ryan???

[Hai Arumi, gue minta maaf soal yang kemaren]

Sebuah balasan di WA, oh ternyata niat juga mau bales pesanku, tapi udah telat!

Aku tak mengacuhkan pesan itu.

***

Menunggu itu benar-benar membosankan! Hmmm aku tak ada teman mengobrol nih, aku kembali melihat ponsel, membuka pesan WA.

Apa aku balas saja pesan ini ya? Daripada bengong sendiri seperti ini.

[Iya udah gua maafin]

Balasan dariku.

***

~POV Ryan~

Ah, akhirnya dia membalas juga. Aku kira dia akan melepaskan kekesalannya padaku tapi ternyata gadis ini tak seperti yang kukira sebelumnya, aku benar-benar menyesal berkata kasar waktu itu!

[gue benar-benar minta maaf untuk kata-kata gue waktu itu, gue emang orang cacat yang kurang ajar]

Kayaknya aku berpikir terlalu jauh waktu itu, bukankah Arumi ini hanya ingin kenalan, kenapa aku harus bereaksi seperti itu dulu? aku harusnya berkata baik-baik padanya, perkenalan itu bisa saja bermakna mengenal nama satu sama lain, karena hubungan lingkaran pertemanan dari teman masing-masing yang tak perlu dipikirkan terlalu jauh. Ya, aku mungkin saja salah sangka atas itu, Arumi pasti tidak bodoh untuk berpikir sesuatu yang serius denganku. Baiklah, sekarang aku mengerti posisiku!

***

~POV Arumi~

Kok dia membalasnya seperti ini? ini memang kata-kata yang aku tunggu sejak kemarin, tapi aku tak menyangka membacanya seperti ini, justru membuatku sedih. Malah aku merasa, akulah yang salah telah membuatnya harus menuliskan itu.

Bang Ryan ternyata memang sama seperti yang kurasakan pada saat pertama kali melihatnya, saat itu aku yakin dia orang yang baik, dan sekarang aku percaya dia memang begitu!

Aku : udah Bang, Aru udah maafin kok

Bang Ryan : makasih Arumi

Aku : Bang Ryan sekarang lagi apa?

Bang Ryan : gak ada, di rumah aja, kamu?

Eh, Bang Ryan sekarang memakai kata 'kamu', hmmm tumben.

Aku : Aru di rumah sakit, oh ya... Bang Ryan udah tau kalo Bang Ken masuk rumah sakit, dia kena tembak

Bang Ryan : tau, liat berita TV tadi, mau ke sana juga tapi gak bisa, gimana keadaannya Aru?

Aku selalu senang jika orang-orang memanggil nama singkatku itu, mereka terasa lebih dekat denganku.

Aku : Aru belum ketemu Dita atau yang lainnya, masuk juga gak bisa, cuma keluarga yang boleh masuk, banyak polisi yang ngawasin di sini

Bang Ryan : jadi kamu nungguin di luar Aru?

Aku : iya.

Beberapa detik kemudian aku melihat Dita dan Ayahnya keluar berdua, aku segera mengejar mereka, tapi polisi telah terlebih dahulu memberikan jarak untuk kami, aku tak bisa mendekat.

Mereka pasti pulang!

Aku segera menuju tempat di mana mobilku terparkir, segera keluar dan menuju jalanan, dari dua mobil di depanku terlihat mobil Ayah Dita, itu mereka! Aku mengiringi mereka dari belakang.

Baru setengah jalan, tiba-tiba mobil itu berhenti, aku pun ikut menepi, namun tetap menunggu di dalam mobil. Tak lama berlalu mobil menyeberang jalan dan menuju sebuah klinik.

***

"Arumi!!!" ujar Ayah Dita yang kaget melihatku berdiri di sampingnya.

"Om," sapaku sambil tersenyum tipis.

"tadi Aru liat Om dan Dita keluar dari rumah sakit, makanya Aru ikutin," jelasku.

"ooo begitu, duduk Nak... duduk..." tawar Om Heru ramah.

"gak usah Om," tolakku.

"tekanan darahnya rendah," ujar dokter yang baru saja membaca hasil dari pemeriksaan perawat.

"kenapa bisa rendah dok?" tanya Ayah Dita heran.

"hmmm banyak kemungkinan, tapi jika dilihat dari bibirnya yang kering, dan mata yang sembab, diagnosa saya karena dehidrasi," papar dokter yang tampak cukup senior itu.

Om Heru hanya menjawab dengan anggukan.

"apa anak saya bisa pulang jika sudah sadar dok?" Ayah Dita melihat dokter itu masih dengan wajah cemas.

"bisa Pak, keadaannya stabil, mungkin cuma butuh satu atau dua jam pemulihan saja di sini, nanti bisa di bawa pulang," kata dokter itu berusaha menenangkan Om Heru.

Aku melihat Dita yang terbujur pucat, bajunya berlumuran darah, tangannya kupegang, terasa dingin. Dit, cepatlah sadar....

***