Cristan memasuki rumah besar tersebut dengan langkah panjang sambil bersiul-siul. Walaupun sudah tua dan ada sedikit bau jamur tapi suasana rumah ini sama sekali tidak menyeramkan. Malah terlihat cukup terawat dan bersih. Langit-langit rumah yang tinggi membuat suasana rumah terasa sejuk dan adem. Ditambah lagi dengan suara tawa anak-anak serta kicauan burung dari halaman belakang yang cukup luas, benar-benar membuat Cristan merasa betah seperti berada di dalam rumahnya sendiri.
"Lumayan juga…" kata Cristan sambil duduk di salah satu sofa lama di ruang tamu sambil menemani Jojo yang sedang sibuk dengan smartphone-nya.
"Santai saja dulu.." kata Jojo lagi.
"Risa kalau sudah sampai di sini. Biasanya cukup lama koq.."
Jojo tiba-tiba menoleh pada Cristan yang sedang duduk di sampingnya. "Kau tidak sedang buru-buru kan?"
Cristan menggeleng ringan ,"Nope"
"Baguslah kalau begitu…"
Cristan lalu mengerling nakal pada Jojo. "Kalian kelihatannya dekat sekali…"
Jojo menghela nafas panjang. Biasanya dia yang menjadi biang gossip di kantor tapi kini, rasanya aneh ada seseorang yang begitu penasaran tentang hubungannya dengan Arissa.
"Rasanya aneh kalau aku menceritakan masalah ini sekarang. Tapi kami berdua benar-benar dekat seperti saudara. Itu saja…."
Cristan menatap Jojo lama sekali dengan tatapan tak percaya sambil mengangkat alisnya.
Ditatap seperti itu, lama-lama Jojo merasa risih sambil setengah mengomel.
"Apaan sih??"
"Hanya itu saja hubungan kalian??"
"Apalagi yang kau mau tahu? Sebenarnya ada apa sih antara kau dan Arissa?" tanya Jojo balik dengan nada sewot. Feelingnya mengatakan kalau Cristan menyukai Arissa tapi Jojo tidak terlalu yakin. Sikap acuh dan wajah datarnya sukar ditebak sehingga Jojo hanya bisa mengira-ngira saja. Tapi mengingat sikap pemuda tersebut yang sangat penasaran dengan Arissa, Jojo bisa mengambil kesimpulan sederhana kalau 80% dugaannya benar.
"Kau menyukainya ya?"
Cristan terdiam. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan tersebut.
Melihat reaksi Cristan, Jojo bertambah berani. Radarnya tak pernah salah saat membaca karakter orang lain. Cristan pun tak terkecuali.
"Iya kan?"
"Ia… hanya berbeda."
Jojo mendengus bangga. "Haha… aku benar!! Kau menyukainya!! Tapi lupakan saja…."
"Eh…kenapa??" tanya Cristan kaget.
Baru kali ini ia serius menyukai seseorang tapi belum juga melakukan pendekatan serius, ia sudah ditolak mentah-mentah.
"She keep herself for someone else…"
Kening Cristan berkerut.
Melihat reaksi Cristan, Jojo terkekeh jahil.
"Biar kamu ga penasaran ya? Biar aku ceritakan asal mula bagaimana aku bisa dekat dengan Arissa. Pastikan kau tidak menyesalinya nanti…"
..............
Bulan Juli, 14 tahun yang lalu, Universitas Solacio
Jojo menjejakkan kakinya dengan malas di pintu masuk universitas. Sebenarnya selepas SMU, ia malas sekali untuk melanjutkan kuliah ke salah satu universitas terbaik di kota Matteo. Waktu itu ia hanya iseng-iseng saja mengisi formulir dan ikut tes ujian masuk karena tuntutan orangtuanya yang menginginkan Jojo untuk masuk ke bangku kuliah. Sementara ia sendiri berniat untuk mengikuti kursus menjahit. Fashion adalah passionnya dari dulu dan ia sudah berencana untuk membuat gaun-gaun pesta yang berkelas untuk para konsumennya. Sayang, kenyataannya berkata lain. Begitu ternyata pihak universitas menyatakan kalau Jojo diterima masuk menjadi salah satu mahasiswa seni rupa di Universitas Solacio melalui surat pos, orangtua Jojo langsung melompat-lompat gembira dan segera menyiapkan seluruh perlengkapan yang dibutuhkan agar Jojo bisa melakukan pendaftaran ulang tanpa hambatan.
Dan, disinilah ia berada.
Jojo menatap nanar pada bangunan megah Universitas Solacio.
Ya Tuhan, disinikah aku harus menghabiskan hari-hariku selama 4 tahun ke depan? Tanpa daya, Jojo lalu menyeret kakinya untuk menuju kantor administrasi Fakultas Seni Rupa dan Desain.
..........
Setahun kemudian…..
Jojo menguap lebar-lebar di kelas teori Desain Art Noveau Pak Albert. Dosen ini sudah terkenal sangat membosankan bagi para mahasiswa tapi di satu sisi, ia juga tidak pelit saat memberi nilai akhir. Kalau semua kuota absensi kehadiran siswa terpenuhi, dipastikan Jojo akan langsung mendapat nilai A dengan sangat mudah!
Masalahnya, ia benar-benar mengantuk sekarang. Apalagi setelah semalam berpesta dengan teman-teman sekelasnya dan merayakan ulang tahun Bismo sampai subuh ini. Matanya benar-benar sulit diajak kompromi untuk terus terbuka dan kelihatannya para mahasiswa yang lain juga mengalami hal yang sama dengannya. Beberapa malah sudah tertidur pulas di atas mejanya. Beberapa mahasiswi sibuk mengobrol sambil berbisikan dengan teman-temannya tapi sebagian besar sama sekali tidak memperhatikan ocehan dosen yang ada di hadapan mereka. Tapi diantara semuanya, hanya satu orang gadis yang perhatiannya terfokus penuh pada Pak Albert.
Fitur gadis itu sangat menarik di mata Jojo. Kulitnya putih bersih dan rambut hitam panjangnya diikat kuda ke belakang. Walaupun gadis itu sama sekali tidak mengenakan riasan apapun, tapi kecantikannya tetap sangat menonjol. Dari samping, Jojo bisa memperhatikan kalau bentuk wajahnya sangat simetris seakan-akan dipahat sempurna dan bulu matanya lentik sekali. Dan sikap diamnya menambah pesona tersembunyi pada dirinya.
Hmm…siapa gadis ini sebenarnya? Pikir Jojo bingung.
Sayangnya, di saat yang sama. Bel pun berbunyi.
...............….
"Jo, kalau nilai kamu begini terus, saya ga yakin bisa meluluskan kamu semester ini loh…" kata Bu Friska, dosen wali Jojo dengan tatapan iba.
Pada awalnya, nilai Jojo selalu berada di kisaran IP angka 3 tapi begitu menginjak semester 4, nilainya turun bebas dan seringkali hanya nilai F dan D yang menghiasi kertas laporan nilai bulanannya. Di hadapannya, Jojo menghela nafas panjang sebelum kemudian ia mengangguk pelan dan meninggalkan ruangan dosen.
Jojo menghela nafas panjang. Akhir-akhir ini ia seringkali disibukkan oleh berbagai side job dari luar kampus. Jaringan koneksi yang dibangunnya semakin luas dan sekarang, ia seringkali kebagian tugas untuk membantu berbagai acara sebagai salah satu team WO / EO dari rekan-rekannya serta terkadang bertugas sebagai visual merchandiser* di beberapa kliennya yang memiliki usaha butik di mal.
Hasilnya? Ia untung besar!
Jojo juga tak lagi perlu untuk meminta bantuan orangtuanya untuk membiayai kuliahnya karena ia sendiri sudah mampu melakukannya. Masalahnya, kuliah tak lagi menarik baginya dan sekarang-sekarang ini, ia seringkali bolos dari beberapa kelas wajib yang harus diikutinya. Masalahnya, ijasah kuliah merupakan salah satu hal yang paling berarti bagi orangtuanya karena kedua orangtuanya sendiri sudah putus sekolah saat mereka SMU dulu karena disebabkan oleh keterbatasan finansial. Jojo tidak bisa membayangkan bagaimana ia harus bersikap di hadapan orangtuanya kalau ternyata ia drop out dari kampus. Walaupun hal itu bukanlah masalah besar baginya.
Perlahan, Jojo meremas kertas laporan nilainya serta membuangnya ke dalam tong sampah.
............…
Hari itu, kelas Fotografi Dasar kedatangan seorang dosen tamu dari Kanada. Namanya Danny. Ia adalah seorang pakar fotografi di bidang mikro dan still life. Dengan kedatangannya, diharapkan ia mampu sedikit banyak berbagi ilmu kepada para mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual yang sedang mendengarkan kuliahnya sekarang.
Setelah kurang lebih 30 menit penjelasan, Danny langsung menyuruh para mahasiswa untuk mengeluarkan kamera mereka masing-masing dan mulai melakukan praktek lapangan sesuai dengan arah dan instruksi yang dijelaskannya tadi.
Jojo mengambil gambar dengan malas. Pikirannya masih kalut dengan hasil nilai bulanannya tadi pagi jadi hari ini ia benar-benar sedang bad mood. Dari puluhan kali ia menjepret objek yang sama, hasil akhirnya sama sekali tidak ada yang memuaskan.
Kekesalannya memuncak dan Jojo hampir saja membanting kameranya ke dalam tong sampah ketika sebuah suara menegurnya pelan.
"Coba miringkan sedikit kameramu dan ambil fotonya dari posisi angle ini."
Jojo menoleh ke arah asal suara.
Astaga...… gadis itu lagi. Ternyata mereka sedang berada di dalam kelas yang sama hari ini!
Gadis itu tidak terlalu memperhatikan Jojo. Ia mengambil kamera dari tangan Jojo dan mulai mengutak-ngutik beberapa fitur di dalam kamera sebelum kemudian menjepret objek yang sama dan setelah mengecek hasilnya, ia lalu memberikannya kepada Jojo.
"Selesai. Coba kamu kasih lihat ini ke Danny dan Pak Simon.."