Sepulang dari rumah Nancy, Tomi tak langsung pulang, ia lebih memilih melajukan motornya ke pantai. Permintaan kekasihnya tersebut terasa mengejutkan untuknya.
sembari menatap lautan, pikirannya melayang ke masa masa indah kebersamaan mereka.
'Ah... mungkin memang sudah saatnya' gumam Tomi seraya beranjak menuju motor.
"Ada masalah apa,nak?, dari tadi mukanya mendung gitu," tanya mamanya heran melihat anaknya yang tampak tak semangat.
"Iya, pagi pagi kok manyun gitu, ada masalah apa, nak?" papanya ikut bertanya. Tomi hanya diam, ia masih bingung harus cerita atau tidak. Akhirnya ia menceritakan semuanya.
"Nancy benar nak , kalian sudah tiga tahun lho jalan, mau sampai kapan kamu tunda terus ?" ucap papanya setelah mendengar cerita Tomi.
"Tapi Tomi belum siap, pa" jawab Tomi gamang.
"Kalau siap gak siap, sampai kapanpun gak akan siap kalau gak ada niat!" tegas papanya. Sebenarnya beliau juga bisa merasakan kegundahan anaknya, namun beliau ingin anaknya bisa mengambil keputusan.
"Nak..., kalau masih ragu, coba minta petunjuk Allah, nanti malam sholat tahajud, semoga dapat pencerahan, kalau gak sreg jangan dipaksakan,"mamanya coba menyarankan. Tomi pun mengiyakan sambil pamit tidur. Kedua orang tuanya hanya geleng-geleng kepala melihat kegamangan anaknya.
"Sepertinya aku akan diskusikan dengan Adi dan Abdul, ya... sebagai bahan pertimbangan," ucap Tomi seraya meraih gawainya dan mengirim pesan WA ke kedua sahabatnya itu.
"Hai guys..., maaf telat datang, ngomong ngomong ada apa nih, tumben ngajakin ngumpul?" sapa Adi sambil bertanya pada Tomi yang sudah lama menunggunya.
"Soal Nancy, ya?", tebak Abdul yang ditanggapi dengan anggukan dari Tomi.
Tomi lantas menceritakan kejadian kemarin malam, dan jawaban yang ia dengar hanyalah sebuah pengulangan dari yang ia dengar dari ayahnya. Sampai kemudian Adi berbicara agak serius.
"Tom ... kamu tahu kan aku ini playboy, tapi ...." jelas Adi terpotong saat kedua sahabatnya tertawa tertahan.
"Eh ... aku ini serius mau jelasin ke Tomi, dasar sial ...!" bentaknya kemudian, matanya mendelik.
"Sorry ... sorry ..., oke oke... kita serius," ucap Abdul kemudian. Untuk sesaat, hening diantara mereka.
"Oke aku lanjutkan, justru karena playboy itulah aku tahu karakter karakter cewek, dan kalau menurut aku, Nancy itu gak baik buat kamu, kamu sering kan dimintai tolong sama dia, bahkan meski remeh, dia itu bossy, gak baik buat kamu, percaya deh."
Mendengar penjelasan sahabatnya itu, Tomi hanya manggut-manggut mencoba mencermati ucapan sahabatnya, 'Nancy gak baik...?, masak sih iya?' batin Tomi. Setelah berdiskusi lumayan lama, Tomi pun pamit.
"Thanks ya, kalian memang sahabat terbaik," ucapnya sembari melambaikan tangan.
Sesampainya di rumah, Tomi langsung merebahkan tubuh ke kasur, dia tak mengerti mengapa persoalannya jadi rumit, ia ingat ingat lagi beberapa pendapat dari Adi dan Abdul.
Malam tiba, dan ia segera bersiap melaksanakan shalat istikharah, berharap mendapatkan pencerahan atas masalah yang sedang ia hadapi, setelah bermunajat, ia pun tidur. Tiga hari kemudian, Tomi mantap melamar Nancy.
"Tomi sudah siap pa , ma , Tomi siap melamar Nancy," jawab Tomi mantap saat papanya menanyakan keputusannya. Sang mama nampak kecewa, namun itu keputusan anaknya.
'Semoga tidak salah,nak' batin mamanya sedih.
Malam harinya ia bersiap memberi kejutan untuk melamar kekasihnya.
"Bismillah, Tomi jemput Nan dulu ya, Pa, Ma," pamit Tomi saat hendak menjemput Nancy. Jujur ia merasa deg degan sekarang ini.
Lima belas menit kemudian, Tomi telah sampai di kantor Nancy, ia lalu bersembunyi di balik pilar dekat pintu, tak lupa seikat bunga ia genggam, tiba-tiba ....
"What ... gila ya kamu , bisa sampai sejauh ini , taruhan awalnya kan sampai jadian," seru seorang wanita yang ditimpali tawa Nancy.
"Emang kenapa, harusnya kamu senang dong, lagian aku juga butuh tantangan baru, kamu gak usah bayar yang ini ...." jawab Nancy terputus saat terdengar suara barang jatuh.
"Kurang ajar ... jadi ini semua karena taruhan?!" Tomi muncul dari balik pilar.
"Aku pulang dulu Nan," pamit temannya yang langsung dicegah Tomi.
"Mas ... dengarkan dulu penjelasan ku ...." jawab Nancy memohon sambil menangis, namun tidak berhasil.
"Mulai sekarang kita putus ... bisa bisanya kamu mempermainkan mas seperti ini!" bentak Tomi lagi , napasnya terengah engah
"Tiga tahun Nan ... tiga tahun kamu bersandiwara ... tega kamu ... aku yakin permintaanmu waktu itu juga bagian dari sandiwaramu!" sambungnya
"Dan kamu ... apa maksudmu membuat taruhan seperti itu?!" Tomi mengalihkan pertanyaan pada sang teman.
"Maaf, saya harus pulang, mas," tukas wanita itu dan langsung berlari.
"Mas ... dengarkan aku dulu, mas," Nancy coba merajuk.
"Cukup ... seharusnya hari ini jadi hari bahagia kita, tapi ... ah sudahlah, tidak ada yang perlu dibicarakan, kita putus!" bentak Tomi sembari menepis tangan Nancy dengan kasar. Ia pun segera menuju motor dan meninggalkan kekasihnya yang masih terisak.