Chereads / Cinta Terakhir Tomi / Chapter 7 - worry

Chapter 7 - worry

Pertemuan dengan Nancy tadi pagi seketika merusak mood Tomi. Saat meninjau salah satu gerai, dia tampak tidak fokus. Akhirnya Tomi pun memutuskan mengakhiri kegiatan hari itu.

"Ke pantai Marina ya, Pak!" perintahnya pada Pak Burhan. Sang sopir yang menyadari Tomi sedang bad mood pun mengarahkan mobil ke tempat yang dimaksud, Ia masih ingat dengan kejadian beberapa tahun yang lalu.

Sepanjang perjalanan ke pantai, Tomi memilih diam. Matanya menatap kosong ke luar jendela. 'Ah ... kenapa kamu harus kembali hadir disaat aku sudah bahagia dengan Sisca.' Tak lama, Tomi tertidur.

Tak sampai lima belas menit, mobil telah sampai di tujuan. Pak Burhan membangunkan Tomi dengan hati-hati.

"Pak, bangun, sudah sampai!"

Tomi mendengus kasar sesaat setelah membuka mata, dengan langkah gontai, ia berjalan menuju sebongkah karang di pinggir pantai. Disana ia hanya memandang kosong ke samudera. Ingatannya kembali melayang pada masa-masa indah yang pernah mereka alami.

"Bingung ya, pak?" tanya Pak Burhan mengejutkan Tomi.

"tak perlu bingung. Yang bapak lakukan sudah tepat, wanita seperti Nancy itu memang layak ditinggalkan, lagi pula sekarang bapak sudah punya Sisca,"

Tomi bangkit dari tempatnya duduk, kemudian berkata dengan tatapan kosong.

"Awalnya begitu, tapi melihat air matanya, ditambah kenekatannya tadi ...,"

"Ya namanya juga usaha, wajar sih dia sampai begitu, tapi bagaimanapun, dia yang salah, itu akibatnya kalau main-main dengan hati,"

Mendengar penjelasan sang sopir, Tomi kembali terdiam. Benar apa yang diucapkan Pak Burhan. Namun di sisi lain, hatinya masih menyimpan sedikit rasa. Tak lama kemudian sebuah ide melintas, tetap menjalin hubungan dengan Nancy meskipun sebatas teman. Karena hari semakin gelap, Tomi pun memutuskan untuk pulang.

Setelah beristirahat sejenak, Tomi mengajak kedua sahabatnya ketemuan di tempat mereka biasa nongkrong.

"Wah, akhirnya setelah sekian lama, kita bisa kumpul lagi," Adi membuka percakapan.

"Apa sih, baru juga setahun, lebay deh," timpal Abdul gemas. Mereka bertiga lantas tertawa bersama. Mereka kemudian memesan makanan, sembari menunggu pesanan tiba, ketiga sahabat itu saling berbagi cerita.

Tomi baru saja hendak menceritakan pertemuannya dengan Nancy beberapa hari lalu, saat pesanan mereka tiba. Tak mau merusak suasana, Tomi pun mengurungkan niatnya. Selesai makan barulah dia menceritakan peristiwa itu.

"Heh, apa aku tidak salah dengar, kamu mau mengenalkan Nancy ke Siska? Apa kamu sudah gila?!" hardik Adi mendengar rencana Tomi.

"Maksudmu apa melakukan itu?" tanya Abdul tak kalah geram.

Melihat reaksi teman-temannya, Tomi coba menjelaskan maksud rencananya, namun tampaknya usaha tersebut tidak mengubah reaksi teman-temannya.

"Apa kamu masih menyimpan rasa pada Nancy?" tanya Abdul, pertanyaan yang langsung membuat Tomi terdiam.

"Bukan begitu, tapi apa salahnya kalau aku menjaga hubungan baik dengan Nancy, biar bagaimanapun, dia ...," jawab Tomi mengambang.

Melihat jawaban Tomi tersebut, kedua sahabatnya langsung paham, kalau di dalam hatinya, masih tersimpan nama Nancy.

"Tom, tidak ada yang salah dengan niatmu itu, tapi namanya hati, namanya perasaan, tidak ada yang tahu. Mungkin sekarang kamu bisa bilang kalau kamu sudah tidak ada rasa, tapi seiring berjalannya waktu, seringnya pertemuan, siapa yang bisa menjamin," jelas Abdul mencoba bijak.

"Aku tahu, Tom, memang sulit rasanya membuang kenangan bersama mantan, tapi ingat sekarang kamu sudah punya penggantinya, sudah saatnya kamu tutup kisah dan perasaanmu terhadap Nancy. Dia hanya masa lalu. Ingat, dia yang pernah membuatmu hancur, memberimu luka yang begitu dalam," sambung Abdul seraya menepuk pundak sahabatnya itu.

Melihat Tomi yang terus membisu, kedua sahabatnya pamit pulang.

"Ya sudah, kita pulang dulu ya, sudah malam ini, dan kamu, pikirkan kembali ucapan Abdul tadi," pamit Adi.

Tomi masih terdiam, coba mencerna perkataan sahabatnya. Hatinya berkecamuk, "hah, kenapa jadi rumit begini?!" keluh Tomi frustasi.

Ditengah kecamuk hatinya, perhatiannya tertuju pada dua orang anak yang sedang berebut buku bacaan.

"Kakak gak boleh begitu, kalau sudah selesai baca ya biar dibaca adik, lagipula malu ah, masak rebutan di tempat umum seperti ini,"

"Tapi kakak belum selesai bacanya," sang kakak coba berargumen.

"Lho kalau belum selesai kenapa sudah baca yang lain, kamu juga gak ngomong sama adikmu kalau belum selesai,"

"Ya, gak apa-apa sih, Cuma ini kan ada buku baru, yang itu kan tinggal sedikit lagi selesai," jelas sang kakak.

Sang ibu mencoba sabar menghadapi anak pertamanya.

"Begini ya, Nak, kamu gak boleh seperti itu, itu serakah namanya. Kalau memang belum selesai, ya diselesaikan dulu, setelah selesai, baru boleh ganti yang lain, nanti bukunya gantian sama adikmu,"

Sang kakak terdiam mendengar penjelasan ibunya.

"Sekarang kamu pilih, mau baca yang baru atau masih mau lanjut yang lama. Kalau mau baca yang baru, biarkan sisanya dibaca adikmu. Kalau masih mau lanjut, ya yang baru kamu kasih ke adikmu, gak boleh dua-duanya," lanjut ibunya sambil membelai rambut sang kakak.

Sang kakak akhirnya memberikan buku barunya untuk adiknya seraya berkata kalau dia akan menyelesaikan sisa bukunya esok harinya.

Melihat pemandangan tersebut, Tomi merasa mendapatkan jawaban atas keraguannya. Ia pun mantap untuk menutup kisahnya dengan Nancy. Biarlah dia bersama dengan yang lain, tak perlu lagi ada pertemuan yang mungkin akan membangkitkan kembali rasa yang dulu pernah ada. Kini sudah saatnya untuk menjalani kisah baru dengan Siska.

Tomi pun segera beranjak pulang, kali ini perasaannya sudah lebih baik, tak ada lagi keraguan di hatinya.

Keesokan harinya, setelah memeriksa beberapa cabang, Tomi mengajak Siska makan siang. Siska yang siang itu sedang tidak sibuk pun mengiyakan ajakan tersebut. Setelah lima belas menit berkeliling mencari tempat makan, mereka memutuskan makan siang di sebuah restoran seafood di pusat kota Semarang.

"Sis ..." bisik Tomi seraya memandang wajah cantik kekasihnya.

"Ya mas," jawab Siska singkat. Ia tampak masih menikmati cumi goreng tepung pesanannya.

"Gak apa-apa, mas cuma melihat hari ini kamu cantik sekali,"

Sisca tersipu malu mendengar jawaban sang kekasih. Sebenarnya bukan sekali ini saja Tomi memuji penampilannya, namun tetap saja mampu melambungkan perasaannya.

"Ah, bisa saja kamu ini,"

Mereka lantas tertawa bersama.

"Terima kasih ya, untuk dua tahun ini, untuk kisah indah kita," ucap Tomi sembari menggenggam tangan kekasihnya.

"Iya mas, sama-sama. Bisa mengenalmu adalah hal terindah. Aku bahagia bersamamu,"

"Sis ... ada ...," ucap Tomi gugup, mendadak ada ketegangan yang terpancar dari wajahnya.

"Kamu kenapa, mas, ada yang salah?" tanya Sisca bingung.

Baru saja Tomi hendak melanjutkan kata-katanya, sebuah panggilan masuk ke gawainya. Ia pun terpaksa menjawab panggilan tersebut. Dari kepala cabang salah satu gerai.

"Ayo Sis, kita ke cabang Pamularsih, ada masalah disana!" perintah Tomi panik. Mereka berdua lantas bergegas menuju cabang yang dimaksud.