Chereads / Penguasa Kegelapan / Chapter 11 - Kebangkitan

Chapter 11 - Kebangkitan

Maaf penulis tidak bisa menggunakan EYD dengan baik!!!

Alviena dan kedua dayang kerajaan, menyusuri lorong istana yang kembali mengantarkan pada pemandangan taman dengan berbagai bunga. Di sisi kanan taman terdapat aliran kolam yang indah dan jernih, bagian pinggirnya dikelilingi oleh bebatuan alam yang cantik dan diselingi dengan bunga-bunga cantik berbagai warna. Nuansa di sana begitu menyenangkan dengan banyaknya hewan lucu dan serangga penuh warna-warni dengan berbagai corak yang berterbangan damai mengitari pucuk-pucuk bunga, diperindah pula oleh perbukitan yang dikucuri air terjun dengan air jernihnya yang menyatu dengan aliran kolam di sana.

Alviena mungkin akan kembali terdiam di sana jika kedua dayang kerajaan itu tidak bersamanya. Memasuki kembali bagian lorong istana dengan seluruh bagian dalamnya dilapisi oleh emas.

Dalam semua wilayah istana yang meliputi alam itu memang ada istana kecil lagi yang di buat, masing-masing dibuat berdasarkan fungsinya dan setiap bagian istana selalu terpisah dengan alam berikut lorongnya untuk memasuki bagian dalam istana itu.

Kedua dayang kerajaan itu mengantarkan Alviena pada lorong bagian utama istana Agalta. Tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan taman cantik, kali ini mata Alviena menatap ragu, ya dia benar-benar ragu kali ini. Tempat ia berpijak sekarang hanyalah tanah basah dengan di sisi kanan dan kirinya terdapat bukit batu dan tepat di tengahnya ada bangunan dengan pintunya yang begitu besar terhimpit oleh dua bukit bebatuan itu.

"Masuklah?"

Alviena takjub ketika melihat kedua dayang itu dengan mudahnya mendorong pintu besar yang terlihat begitu kokoh dan tebal itu, walau tidak menyeluruh dan hanya terbuka pantasnya untuk bisa dimasuki oleh tubuh satu orang.

Langkah Alviena tertahan ketika ia mencium bau yang tidak sedap menguar dari pintu yang telah terbuka sedikit itu, gadis itu menoleh ke arah salah satu dayang tapi belum sempat Alviena bicara, dayang yang satunya sudah mendorong punggungnya, hingga membuat gadis itu secara paksa masuk, dan ketika sampai di dalam, pintu besar itu menutup dengan keras hingga menimpulkan bunyi degupan yang memekik telinga.

"Oh, ternyata ada yang baru datang."

Alviena memekik ketakutan ketika ada seorang pria berbicara dekat sekali dengan telingannya, bahkan keterkejutannya bertambah ketika melihat pria itu dalam keadaan telanjang.

"Tolong." suara yang terdengar begitu memilukan bercampur dengan suara rintihan dan kesakitan.

Alviena langsung mencari asal suara itu, matanya memindai secepat kilat yang kemudian membuat gadis Elf itu merinding ketika melihat semua gadis di sana dalam keadaan telanjang. Bahkan yang lebih mengerikan adalah sosok monster besar yang seluruh tubuhnya tercipta dari kegelapan dengan dua tanduk panjang di kepalanya. Monster itu memakan gadis-gadis di sana dengan cara yang begitu sadis, pada setiap gigitannya monster itu merobek tubuh korbannya hingga membuat isi perut korbanya berjatuhan.

Air mata jatuh, Alviena ingin segera berlari tapi pria di hadapannya dengan cepat mencengkram kuat kedua pundaknya. "Kau juga akan bernasib sama sepeti mereka tapi sebelum itu kau akan bersenang-senang dulu dengan kami."

Alviena berteriak ketakutan, dia meronta, membabi buta menghajar tubuh pria yang menahannya tapi apa daya kekuatannya tak cukup untuk membuat pria itu melepaskannya apalagi hanya untuk sekedar berteriak kesakitan saja, tidak sama sekali.

Pria itu tersenyum lebar, lalu dengan kasarnya mendorong tubuh gadis itu yang terjatuh di lantai istana yang telah tergenang oleh darah. Alviena yang terbaring segera ingin berdiri namun, pria itu menahannya dengan menidihkan tubuhnya ke tubuh gadis itu.

Alviena sekali lagi mencoba meronta dan memukul, hingga memancing emosi si pria untuk berbuat lebih kasar, seperti menampar wajah Alviena lalu dengan kasarnya merobek baju yang dikenakannya, dan mengikat kedua tangan Alviena dengan sobekkan kain baju itu.

Kini gadis itu tak dapat berbuat apa-apa lagi dan hanya isak tangis yang keluar dari mulutnya. Tak ada rasa kasian sekali untuknya, pria itu melanjutkan aksinya dengan menenggelamkan kepalanya diantara leher dan pundak Alviena lalu menjilatinya dengan begitu rakus.

"Hentikan." suara itu menghentikan si pria yang ingin melepas penutup buah dada perempuan yang ia tindih.

Alviena melihat sosok yang bersuara itu, adalah pria gembal yang juga bertelanjang, hanya saja tatapan Alviena terpaku lekat pada mahkota raja di atas kepalanya, juga seorang perempuan yang ia seret dengan menarik rambut pemiliknya.

"Aku sudah bosan dengan gadis ini." Pria gembal itu melempar orang yang diseret itu, jatuh tak jauh dari Alviena.

Gadis bermata biru itu seketika berteriak histeris. Walau dia tidak melihat langsung wajah dari perempuan yang tergeletak di sampingnya itu karena wajah perempuan itu menoleh ke arah lain. Tapi Alviena tau siapa perempuan yang memiliki rambut putih, telinga runcing, dan ada tanda lahir di bahu kirinya itu.

"Sonya." Alviena ingin berdiri alih-alih mencoha bergerak kesamping untuk dapat mendekati tubuh yang terkulai lemas itu.

Namun, Alviena tak dapat melakukan apapun sekarang, karena tubuhnya telah ditindih oleh pria gempal yang memakai mahkota raja itu.

"Biar aku pertama yang melakukannya dengan gadis ini."

Alviena terus meronta menolak dirinya untuk pasrah atas perlakukan biadab pria gemuk itu.

"Sial, berhenti bergerak." Pria gempal itu dengan teganya menghajar membabi buta wajah Alviena hingga hampir membuatnya pingsan.

"Sonya." Tetapi Alviena terus mencoba memanggil nama sahabatnya itu. Dia mengabaikan semua rasa sakitnya, ia lebih berharap kalau tubuh perempuan di sampingnya itu setidaknya bergerak sedikit saja.

"Ena, kau kah itu?"

Suara itu pelan, amat sangat pelan tapi karena telinga Elfnya, Alviena dapat mendengar jelas kalau sahabatnya itu baru saja menyebut namanya. Tak hayal dalam luka dan rasa sakit, Alviena tersenyum lega karena mengetahui sahabatnya masih hidup.

"Sialan kenapa kau masih tidak mau diam." Raja gempal itu terus saja menampar wajah Alviena, namun gadis itu sendiri sama sekali tidak masalah dengan rasa sakitnya, malahan dia menampakkan senyum.

"kenapa kau tersenyum, sialan?"

"Yang Mulia." Panggilan pria di sampingnya membuat Raja gempal itu berhenti memukuli Alviena, kemudian ia memandang tajam penuh murka pada si pria.

Pria itu sama sekali tidak terganggu dengan tatapan rajanya, seakan dia sudah terbiasa dan tetap mulai melanjutkan perkataannya dengan santai. "Sepertinya perempuan di sana adalah orang yang penting baginya."

Rajanya menoleh ke arah yang ditunjuk pria itu. Gadis Elf berambut putih yang terbaring yang tak jauh dari mereka. Sebuah senyum jahat terpantri lekat di bibir sang raja, kemudian tangannya menunjuk Iblis hitam yang sedang memakan para gadis.

"Hi Monster, aku sudah selesai dengan gadis ini, kau boleh memakannya sekarang." titah Raja itu sambil mengarahkan jari telunjuknya ke tubuh gadis Elf berambut putih tersebut.

"Sonya." Alviena kembali berteriak keras ketika melihat tangan Iblis itu membawa tubuh sahabatnya masuk ke dalam mulutnya.

"Ena!" suara terakhir sahabatnya juga wajah terakhirnya yang dilihat Alviena terkesan mengerikan, sebelum Iblis itu melahap abis tubuh Sonya dan hanya menyisakan darah yang mengalir dari sudut bibir iblis itu.

Air mata Alviena mengucur deras, ia terus berteriak histeris, dan pria gembal yang menindihnya tertawa lebar sebelum pada akhirnya melancarkan serangan dengan tangan terkepal kuat menghantam wajah Alviena.

Kini gadis itu telah jatuh pingsan, tidak benar-benar pingsan. Alviena masih dapat merasakan pria gembal yang menindihnya itu, menyentuh setiap bagian tubuhnya dengan kasar bahkan melepaskan celananya. Tapi Alviena tetap memilih diam dan pasrah akan semua perlakuan biadab pria gembal itu. Setelah apa yang dia lihat semuanya, Alviena pasti juga tidak akan lolos dan akan mati mengenaskan. Tidak dia memang harus mati, ketika melihat wajah terakhir sahabatnya yang seolah menyalahkan semua ini padanya, membuat hati Alviena terasa teriris.

Dia tak perlu harus hidup lagi, tak harus membuka matanya, dia akan menyusul Sonya dan meminta maaf di alam sana. Ya, itu lebih baik!

"Pria gempal ini benar-benar menyebalkan." suara itu, Alviena mengetahuinya, itu suara dari arwah hitam yang berbentuk seperti bola.

"Aku akan membunuhnya untukmu!"

Alviena sedikit tergeming.

"Tidak, bagaimana kalau kita membasmi mereka semua."