Chereads / Helper Club / Chapter 59 - Yang jahat atau yang baik? (2)

Chapter 59 - Yang jahat atau yang baik? (2)

Sedangkan itu, di tempat yang berbeda, lebih tepatnya di ruangan Helper Club, Akbar dan Nita yang baru saja selesai bersih-bersih ruangan kelas itu akhirnya mulai lesehan di lantai kelas yang baru saja mereka pel itu, sensasi dingin dari air yang sudah kering membuat lantai keras itu terasa seperti kasur hotel bintang 5.

"Aaaaah, memang setelah bekerja keras itu paling enak rebahan ya, rasanya aku tidak mau bangkit lagi dari kenyamanan ini, aah aah aah, aaaaaaaaahhh!!" kata Nita yang mengeliat-mengeliat karena merasa nikmat dengan kenyamanan lantai dingin itu.

"Tolong suaranya itu dikondisikan, bisa gawat kalau ada orang lain yang mendengarkan suara ambigu begitu malam-malam begini dan jadi salah paham lalu buat rumor kalau sekolah ini dihuni setan yang suka terangsang," kata Akbar yang sedang membaca beberapa artikel pengetahuan dari HP nya.

"Bacot, lebay amat jadi manusia, memangnya siapa juga orang lain yang bakal muncul disini selain kita yang dipaksa jadi tukang bersih-bersih sekolah tanpa bayaran ha? Tolong biarkan aku menikmati sedikit nikmat hidup dari kehidupanku yang menyedihkan ini, aaah aaah aaaaaaaaaaaaaah," kata Nita yang mengabaikan ucapan Akbar dan desahannya mulai makin menjadi-jadi.

"Wow, primitive, sepertinya tata erama belum ditemukan disini," Kata Akbar dengan tatapan yang merendahkan ke arah junior kurang ajar kesayangannya itu.

"Oh ya, omong-omong kenapa pak Ramdan tidak membantu kita bersih-bersih kelas malam ini? Kan biasanya dia yang bersih-bersih duluan sebelum akan datang kesini, apa dia acara?" tanya Nita yang cuek dengan ucapan Akbar barusan.

"(Well, sebenarnya dia ada acara sehingga dia tidak bisa bersih-bersih hari ini, malahan sebenarnya bu Helda juga menyuruh kita libur membersihkan sekolah lho, tapi sayang perempuan hina itu baru ngasih kabarnya 10 menit yang lalu, jadi ya begitu deh, hehehe…. Kalau aku ngomong begitu, anak ini pasti akan mengatakan kata-kata suci yang membuat para malaikat kesakitan karena sudah terlanjur capek-capek membersihkan sekolah, jadi sebaiknya aku ngomong yang perlu saja deh) Ya begitulah," jawab Akbar simple sambil terus memandang HP nya.

PING

[Apa ini nomer kak Akbar?]

?

"(Ha? Nomer enggak dikenal?)"

[Iya, dengan siapa ini?]

[Ini aku Lisa, boleh aku bicara dengan kakak sebentar]

[Wait a second, bagaimana kau dapat nomerku? Setahuku aku tidak pernah memberikan nomerku padamu lho]

[Aku menyimpan balik nomer kakak saat dulu kakak meminta nomerku dan menelponku untuk pergi ke sekolah untuk meriasi wajahaku]

"Oh saat itu ya, aku tidak mengira kalau dia bakal menyimpan nomerku juga lho, kira-kira apa yang ingin dia bicarakan ya?"

[Ok, kalau begitu aku akan mendengarkan curhatanmu, kali ini ada urusan apa?]

[Apa tidak bisa kita teleponan saja?]

[He? Memangnya ada masalah apa kalau kita bicara lewat chat seperti ini? Kau bukan golongan orang yang suka ngetik lama-lama untuk mengisi waktu luang ya?]

[Bukan, rasanya tidak enak kalau aku tidak bicara langsung, karena aku mau membicarakan masalah soal yang tadi siang]

[Apa? Kamu masih berantem sama kakakmu? Apa kau ingin aku jadi wasit kalian sekarang?]

[Telepon saja aku kakak kelas bangsat]

[Y]

Lalu dengan perasaan jengkel karena kata-kata mutiara dari Lisa barusan, Akbar yang merasa kalau percakapannya akan bersifat pribadi itu segera saja berjalan menuju keluar kelas agar si Nita tidak bisa mendengar apa yang dia bicarakan dengan Lisa, dan melihat si Akbar keluar, Nita yang penasaran dengan alasan kenapa Akbar keluar setelah melihat HPnya itu sempat bertanya …

"Hei, kakak mau keluar kemana?" tanya Nita.

"Mau menelpon seseorang."

"Menelpon? Kakak mau telepon siapa malam-malam begini? Apa pacar tidak berwujud milik kakak? Ahahahaha."

"Yang pasti bukan bapakmu."

"Setelah aku bangun dari lantai ini, akan aku tendang bokong kakak." Kata Nita dengan raut wajah kesal.

"(Kalian para adik kelas benar-benar gak ada rasa hormat banget ya sama para kakak kelas, rasanya ingin banget deh aku mengambil foto seksi kalian lalu kujadikan banner di depan sekolah, tapi sayang banget aku masih waras, tampan, dan pemberani seperti lukisan squidweard)" kata Akbar yang berusaha menghibur dirinya sendiri dengan sikap para adik kelasnya yang sesuatu sekali itu.

Dan akhirnya, setelah merasa dirinya sudah jauh dari kelas dimana Nita sedang berada, langsung saja Akbar mulai menelpon si Lisa seperti yang dia inginkan untuk membicarakan masalahnya.

[Halo, dengan si kakak kelas bangsat disini, jadi apa yang ingin kau bicarakan padaku malam-malam begini wahai adik kelas sialan?]

[…]

[Halooooo, Lis, apa kamu disana?]

[M…m….m..mm…m]

?

"(M? Mama? Meme? Memek?)" kata Akbar menebak-nebak ucapan yang akan dikatakan Lisa yang tergagap itu.

[Mmm…ma…ma…]

!

"(Ma? Oalah, sepertinya aku tahu apa yang akan dia bicarakan saat ini, jadi ayo kita mulai dengarkan curhatan seorang yang kesulitan meminta maaf karena rasa malu dan bersalahnya dalam hitungan 10, 7, 5, 2 ….)"

[Maaf, a..aku minta maaf soal apa yang sudah aku katakan dan juga yang sudah aku lakukan siang tadi]

[Ya ya, kamu sudah aku maafkan, jadi apa itu saja yang ingin kau bicarakan denganku saat ini? Kalau iya aku tutup sekarang ya]

!!!

[Eh, EEEEEEHHH!! TU..TUNGGU DULU KAK AKBAR!! KA..KAKAK BENERAN SUDAH MEMAAFKAN AKU?! T..TAPI NADA UCAPAN KAKAK TADI KAYA SEPERTI ORANG YANG MASSA BODOH LHO!!]

[Ya kenyataanya sih memang begitu, aku sudah enggak peduli lagi dengan semua kelakuanmu saat siang tadi, jadi yaaaaa, ya sudah, kau tidak perlu cemas lagi aku membencimu atau sejenisnya]

[SE..SERIUSAN?! KA..KAKAK TIDAK AKAN MARAH LAGI DENGANKU?!]

[Heloo, kenapa juga aku harus marah-marah dengan orang yang sudah minta maaf sampai menangis 10 menit sampai butuh 8 tisu untuk menghilangkan ingus dan air matanya ha?]

!

[Aaaaaaah! Kenapa kakak ngomongin hal memalukan itu sih?! Lagian saat itu aku minta maaf pada kakakku tahu, bukan pada kakak, ja…jadi … ]

[Sudahlah, kau tidak perlu cemas, lagipula ucapan orang yang sedang kesal rata-rata adalah omong kosong karena dia bicara tanpa berpikir, jadi untuk apa aku marah dengan ucapan omong kosongmu saat itu ha? Lagian aku sudah meledekmu juga dengan kata-kata yang menusuk saat itu, jadi anggap saja kita impas]

[Ka..kakak yakin? A..apa kakak tidak ingin aku me..melakukan sesuatu sebagai permintaa maaf? Mis..misalanya saja kakak ingin pe…pegang dadaku atau sejenisnya gitu]

?

"(Woi, serius dah!! Kenapa kau dan kakakmu mudah banget mengatakan hal yang sensitive seperti itu ha? Kalian ini sebenarnya beneran ingin dadanya dipegang orang lain atau bagaimana sih?! Hanya karena aku laki-laki, bukan berarti aku selalu suka yang begituan sialan, lagian kenapa dari segala jenis balasan sebagai ungkapan minta maaf, harus pegang dada duluan yang kalian pikirkan ha? Sumpah daaaah, aku khawatir banget dengan generasi keluarga kalian dimassa depan lho)" kata Akbar yang merasa heran sekaligus kesal dengan kata-kata yang diucapkan oleh Lisa tadi.

[A..anu, ja…jadi apa beneran tidak ada kak? Ka..karena jujur saja a..aku memang merasa tidak enak kalau dimaafkan tanpa berbuat apa-apa seperti ini]

[Haaa, begini saja deh, kalau kau memang ingin aku memaafkanmu, paling tidak jangan buat masalah lagi yang sampai merepotkan kakakmu lagi, gimana? Kita berdua jadi saling untungkan? Aku memaafkanmu dan kamu jadi lebih dekat dengan kakakmu]

[Eh, Ta..tapi ka..kalau begitukan sama saja aku tidak melakukan sesuatu untuk ka…]

[Jangan banyak bacot, kalau kau tidak melakukannya, aku tidak akan memaafkanmu, paham kau adik kelas sialan]

Mendengar ucapan Akbar barusan, Lisa pun sadar kalau sebenarnya Akbar benar-benar sudah tulus memaafkannya tanpa perlu melakukan hal yang khusus, karena itulah sebelum menutup pembicaraan karena tidak ada topic pembicaraan yang ingin dibahas lagi, Lisa mengucapkan permintaan terima kasih.

[Kak Akbar, anu...te..te..terima kasih karena kakak sudah membantuku menyelesaikan masalahku dengan kak Mona sekaligus memaafkan semua kelakukan gilaku tadi siang, jujur saja aku masih tidak enakan sudah dimaafkan semudah ini]

[Kau masih ngeyel mau minta maaf lagi? Kamu ingin aku melempari kamu bangkai kecoa ya?]

[Tidak, kali ini yang ingin aku ucapkan adalah ungkapan terima kasih, jadi yaaaa, terima kasih ya atas semua bantuan kakak untuk selama ini, karena jujur saja, mungkin aku akan masih tetap jadi orang yang menyedihkan kalau saja kakak tidak membantuku menyelesaikan masalah ini, hehehe]

Mendengar kliennya tertawa kecil seperti itu, sebagai seorang pengusaha yang usahanya menawarkan jasa yang "tidak biasa", Akbar hanya bisa tersenyum lega dibuatnya.

"(Sebenarnya aku ingin dia ganti rugi soal semua luka fisik yang aku terima karena kelakuan-kelakuannya itu lho, tapi mendengarnya tertawa lega seperti itu, aku anggap saja itu sebagai bayarannya deh)" kata Akbar yang merasa senang karena kliennya juga merasa senang dengan apa yang dia lakukan.

[Haaa, dengan begini juga aku tidak perlu khawatir lagi deh kalau aku meninggalkan Nita sendirian kalau tiba-tiba aku izin tidak masuk sekolah]

?

"Ha?"

[Ya jujur saja aku mengira kakak itu tipikal anak yang suka menindas orang lain atau sejenisnya begitu, jadikan kalau begitu tidak ada bedanya nasibnya dong antara di kelas atau di ruang klubnya itu]

???

[Se..sebentar Lisa, a..apa yang sebenarnya kau bicarakan barusan itu?]

[Ayolah, kakak tahukan kalau nasib si Nita dikelas saja seperti itu, jadi kalau sampai waktunya bersama kakak juga penuh dengan penderitaan seperti itu, aku tidak yakin dia akan sanggup masuk sekolah lagi deh, tapi untunglah kakak bukan jenis orang yang bangsat dan suka cari masalah, karena jujur saja aku khawatir banget lho kalau ternyata kakak tidak berbeda dengan para bedebah sok elit itu lho, ahahahah…]

[Lisa, demi Tuhan, aku benar-benar tidak paham tentang semua hal yang sedang kau bicarakan barusan itu woi]

[….aaaaaaaaaaaaaaaaaa, ha? Se..seriusan?]

[Apa saat ini nadaku bicaraku seperti nada orang yang sedang bercanda?]

[He..he..hei hei hei hei!!! Ka..kakak seriusan tidak sedang bercanda? Ja..jadi se..selama ini kakak tidak tahu nasib si Nita ya?!]

[Tidak tahu, karena memang selama ini dia tidak pernah cerita banyak soal dirinya di kelas atau pun masalah pribadinya, jadi memangnya nasib si Nita apa yang kau maksud ini ha?]

Mendengar ucapan Akbar yang sama sekali tidak ada rasa keraguan atau malah niat bercanda itu, Lisa benar-benar merasa syok, karena dia sama sekali tidak menduga kalau orang yang sudah sangat dekat dengan si Nita malah sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai masalahnya.

[Astaga, ja..jadi selama ini anak itu menyembunyikannya dari kakak ya?]

[Woi, serius, berhentilah bicara basa-basi lagi Lis, sekarang cepat beritahu aku, apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan si Nita itu]

[Kak Akbar, sebenarnya selama ini si Nita itu di dalam kelasnya......selalu dibully]

...

...

...

??!!

[Di bully?]

[Ya kak]

[Yakin kau tidak salah memilih kata?]

[Haa? Apa maksud kakak barusan?]

[Heloo, Sebenarnya sekarang kau itu sedang mabuk karena salah minum obat nyamuk ya? Yang kita bicarakan itu makhluk astral dimensi kegelapan keturunan Thanos bernama Nita lho, N-i-t-a, kau yakin bukan dia yang malah membully siswa lainnya?]

[Astaga kak Akbar, aku ini masih saja shock dengan kakak yang ternyata baru tahu hal itu tahu, jadi untuk apa juga aku berbohong mengenai kondisi si Nita saat ini ha? Tidak ada untungnya aku berbohong soal hal itu woi]

[Ahahahaha, maaf saja ya Lis, aku masih tidak percaya dengan ucapanmu barusan, karena aku sudah bersamanya hampir 1 bulan lebih, jadi aku tahu walaupun anak itu memang ingin sekali kita tendang bokongnya saat dia mulai mengejek-ngejek, tapi dia bukan tipikal orang yang suka cari masalah dengan orang lain, malahan walaupun omongannya sering sepedas komentar netizen, dia itu tipikal anak yang mudah bergaul dengan orang-orang disekitarnya tahu]

[Hei, apa kakak pikir orang dibully hanya karena kelakuan dan sifatnya?]

?

[Eh, ya tentu saja tidaklah, kalau memang hanya sebatas 2 itu saja, dunia ini akan jarang perang dan pelajaran IPS hanya bakal jadi kegiatan ekstra sekolah tahu]

[Dan apa kakak tahu kalau daerah Timur di kota ini itu tempat yang seperti apa?]

[Jelas tahu dong, kan rata-rata berita kriminalitas di kota ini lokasi kejadiannya selalu ada di …]

[Eh, tunggu sebentar, ja..jadi kau mau bilang ... ]

[Ya kak, dia di bully karena dia berasal dari daerah Timur]

----------

Sedangkan itu, di tempat yang sangat-sangat-sangat jauh dari lokasi si Akbar saat ini, lebih tepatnya di sebuah gedung pencakar langit, ada seorang wanita yang sedang rebahan di lantai sambil melihat pemandangan awan melalui kaca jendela sambil melilit-lilit rambut hitam panjangnya.

"(Hmmmmm, ini sudah 15 tahun lebih ya? Aku pikir baru 1 jam lho, jadi apa Soeharto masih jadi presiden di Indonesia?)" tanya wanita itu sambil memutar-mutar rambutnya seperti baling-baling.

"Nyonya Maria, apa yang nyonya lakukan disini?" tanya seorang wanita blonde mata sipit berpakaian maid yang menggunakan kacamata.

"(Ah benar juga, aku sempat lupa soal wanita itu) Oh Guan Yin, tidak kok, aku cuma kepikiran sesuatu saja," kata wanita yang dipanggil "Maria" itu sambil bangun dari tidurnya.

"Eh, kepikiran sesuatu? Kepikiran soal apa ya?"

"Bukan hal besar kok, aku cuma mau ..... jalan-jalan keluar."

...

...

Baru saja Maria berjalan melewati Gua Yin, langsung saja tanpa basa-basi wanita blonde itu pun kemudian mengeluarkan rantai panjang dari lengan bajunya dan kemudian melilitkan rantainya itu ke tubuh Maria, dan setelah si Maria tidak bisa bergerak lagi karena ikatan erat dari rantai milik Guan Yin, wanita blonde itu pun dengan wajah panik mulai berteriak ...

"ENGGAK!!! ENGGAK BOLEH!! NYONYA MARIA ENGGAK BOLEH KELUAR JALAN-JALAN!! POKOKNYA ENGGAK BOLEEEEEH!!!" kata Guan Yin sambil menarik mundur paksa Maria dengan rantainya itu.