Semuanya pun terdiam sejenak ketika pertanyaan bu Munaro itu tiba-tiba keluar dari mulutnya, tentu saja karena berbagai macam ketegangan yang bermunculan membuat mereka tidak sadar dengan hal yang mencolok seperti itu, dan sebagai orang yang membuat Akbar mendapatkan kondisi seperti itu, tentu saja Mona mulai merasa cemas dengan dirinya yang harus berterus terang atau tidak.
"(Waduh, ba..bagaimana ini? A..apa sebaiknya aku jujur saja mengatakan kalau dia terluka karena melindungiku? Ta..tapi kalau begitu mereka akan tahu kalau aku keluar dari RS dan berusaha untuk menyelamatkan si Lisa dong, dan pasti nanti si Akbar yang akan dituduh sebagai orang yang mengajakku pergi kesana, duuuh, bisa gawat nih kalau mereka berdua marah dengan si Akbar, apa yang harus aku lakuin sekarang ya?)" kata Mona yang panik dan banyak pikiran.
"(Hmmm, dari ekspresi wajah pucatnya, sepertinya dia tidak ingin memberitahu faktanya deh. Well, sebenarnya aku tidak peduli juga sih dia mau jujur atau tidak soal kejadian itu, tapi kali ini, aku akan membantunya lagi, karena siapa tahu dia akan berterima kasih dengan menawarkan dadanya lagikan? Ahahahahaha! Gak sabar aku untuk mengoda cewek tomboy ini lagi) Ahahaha, soal luka ini ya? Yap, memang benar kalau ini bekas … "
"Mama-bapak, kalian ingatkan kalau kemarin-kemarin aku jadi korban penculikan?" kata Lisa kemudian yang sambil tetap memakan makannya.
...
...
?
"Eh, ke..kenapa kamu tiba-tiba membahas soal itu?" tanya pak Parman.
"Orang yang berusaha menyelamatkanku dan juga memanggil polisi itu dia, jadi luka itu dia dapatkan gara-gara dia berusaha menyelamatkanku."
…
…
...
"(Waah, tempat makan ini mulai jadi sepedas sambel goreng wahai pemirsa sekalian)" kata Nita yang masih saja menikmati makanannya di situasi gawat darurat itu.
"(Wait, whaaaaaaaaaaaaaaaat?)" tanya Akbar dan Mona bersamaan sambil melotot kearah Lisa yang asal bicara itu.
"Apa? Memang faktanya begitukan?" kata Lisa tanpa dosa kepada 2 anak yang sedang melototinya itu.
"(Anjir! Benar juga, di..dia tidak tahu kalau sebenarnya Bela yang memanggil para polisi itu, apalagi dia juga dapat info dari si Nita kalau aku pergi menyelamatkannya, jadi wajar saja kalau dia mengira aku yang memanggil para polisi itu)" kata Akbar yang tahu sebab kenapa Lisa bisa salah faham.
"(Si Akbar itu terluka karena melindungiku yang mau menolongmu, jadi secara tidak langsung itu memang benar sih, ta..tapi tetap saja akan merepotkan kalau sampai Akbar terlibat lebih jauh, aku harus cari alasan dulu untuk membantah ucapan anak ini) Tu..tunggu dulu Lisa, se..sebenarnya soal … "
BRAAK
…
…
!!!
Kagetlah semua orang yang ada di meja makan itu ketika tiba-tiba saja bu Munaro keluar dari bangkunya dan segera saja pergi memeluk erat si Akbar, kejadian yang tidak pernah terduga akan terjadi seperti itu tentu saja membuat Akbar menjadi panik dibuatnya karena tidak tahu harus berbuat apa.
"Astaga maaaa!! Apa yang barusan mama lakukan itu?!" tanya Mona dan Lisa yang kaget dengan apa yang baru saja dilakukan oleh ibu mereka itu.
"Waaaaah! A..a…ada apa ini?! Ke..kenapa ibu memeluk saya begini?! A..apa ibu salah mengira saya pak Parman? Kalau begitu su..suami anda ada disebalah sana lho!! Saya ini si tamu!! Saya ini si tamu yang numpang makan disi … "
"Terima kasih."
"Eh?"
Akbar berhenti bersikap panik, bukan karena bu Munaro yang memeluk erat dirinya sampai dirinya merasakan sensasi dada rata wanita itu, tapi karena bu Munaro mulai meneteskan air mata dan mulai mencurahkan isi hatinya.
"Kamu mungkin melihat kami sebagai orang yang bar-bar atau sejenisnya, tapi sebenarnya kami juga orang sangat-sangat mencintai keluarga kami, tidak ada yang lebih penting bagi kami berdua sebagai orang tua selain keselamatan anak-anak kami, jadi saat kami dengar kabar mengenai si Lisa yang menjadi korban penculikan, saya dan suami saya jadi panik dan kacau mendengar kabar itu, kantor polisi bahkan terasa jadi tempat demo karena kami sangat berisik disana menanyakan kondisi si Lisa saat itu." Kata bu Munaro yang mulai meneteskan air mata itu sambil memeluk Akbar erat-erat.
"(Heeee, ternyata si Lisa tidak berbohong soal hal itu)" kata Akbar dan Nita yang teringat dengan ucapan Lisa dulu.
"Ibu tahu ucapan terima kasih tidak akan cukup untuk mengganti rugi lukamu itu, tapi sekali lagi, ibu sangat sangaaaat berterima kasih padamu karena sudah berusaha menyelamatkan anakku si Lisa itu. Jadi tolong, sebagai orang yang sudah menyelamatkan anakku dari hidup yang menakutkan, sekarang beritahu ibu apa yang harus ibu lakukan sebagai tanda terima kasih atas kebaikanmu itu, ibu akan berusaha sebaik mungkin untuk melakukannya," kata bu Munaro yang tatapan dan nada suaranya mulai berubah menjadi serius.
"(Sopankah kalau aku bilang "Berhenti menangis dan biarkan aku pulang dari sini?" Husss, ngelawak kau Akbar, pokoknya sekarang kau harus menenangkan wanita baperan ini dulu, setelah itu cepat selesaikan urusanmu disini dan segera pulang) Ahahaha, ti..tidak masalah kok bu Munaro, lagipula ini juga salah saya juga karena terlalu ceroboh, jadi bisa dikatakan luka ini karena kesalahan saya sendiri, ja..jadi ibu tidak perl … "
"Aku restui."
" … uuu, ha?"
"Sebagai ayah, aku restui hubunganmu dengan anakku Mona."
…
…
?
"Oh no"
JENG
"Oh no"
JENG
"Oh no no no noo"
Belum selesai dirinya menjelaskan penjelasan mengenai mata kirinya, lagi-lagi Akbar dihadapkan dengan masalah yang bobotnya lebih berat daripada masalah sebelumnya, dan jangankan si Akbar, orang yang bersikap massa bodoh seperti Nita pun akhirnya mulai bersikap bodoh karena saking terkejutnya dengan kata-kata pak Parman yang tida pernah dia bayangkan sebelumnya, apalagi mereka yang sudah bersikap bodoh yang jadi makin bodoh seperti Mona.
"(AYOLAAAH!!! KEGOBOLOKAN APALAGI INI DASAR BANGSAT?! BELUM SELESAI 1 SUDAH KOK BERKEMBANG BIAK LAGI SAJA SIH!! BIARKAN AKU SELESAIKAN 1 MASALAHKU DULU DASAR ORANG TUA SIALAN!!)" kata Akbar yang benar-benar kesal dengan berbagai macam kebodohan yang bermunculan tanpa henti tapi tetap berusaha bersikap tenang itu.
"Haaa?! Re..re..restu? A…apa itu restu? A..apa itu nama toko makanan?! Ta..tapi kan kita sudah punya banyak makanan disini, ja..jadi buat apa kita beli makanan lagi? Ah, bu..buat disumbangkan ke anak-anak di Africa ya? Ka..kalau begitu ayo kita bobol bank terdekat dulu," kata Mona yang mulai menandakan gejala-gejala penyakit lain selain DB.
"AHH!! KAK MONA MULAI JADI GILA!! SADAR KAK!! KEMBALI KE DUNIA NYATAA!!" kata Lisa yang panik dengan tatapan halu si Mona.
"Anuuu, maaf, saya terlalu banyak makan sampai-sampai saya rasa pendengaran saya jadi rusak, jadi apakah bapak bisa ulangi lagi ucapan bapak tadi?" tanya Nita yang masih kuat untuk bersikap normal itu.
"Aku merestui hubungan kalian berdua, apa aku perlu mengulanginya lagi?" tanya pak Parman lagi.
"Ah..ahahaha, ma..maaf pak Parman, bu Munaro, ta…tapi saya dan si Nita datang kesini cuma untuk menjenguk si Mona saja kok, ka…kami benar-benar tidak punya motif lain, la..lagipula kenapa bapak sampai mengira saya kesini untuk minta restu hubungan?" tanya Akbar kemudian yang heran dengan pak Munaro yang sampai bisa mengatakan hal yang sangat "berbobot" sekali itu.
?
"Eh, ja…jadi semua perbuatanmu tadi bukan untuk mendapatkan perhatian kami agar kami merestui hubunganmu dengan si Mona?" tanya bu Munaro yang kaget itu.
"(Perbuatanku? Memangnya perbuatan macam apa yang sudah aku lakukan sampai di kira mau …)"
1. Bicara santai dengan Mona dihadapan orang tuannya.
2. Membantu si ibu memasak makan malam.
3. Membuatkan si Mona makanan special.
4. Secara tidak langsung memberikan fakta bahwa dirinya telah menyelamatkan putri si tuan rumah.
…
…
!
Akhirnya, setelah menyadari beberapa kelakuannya yang terkesan sesuatu sekali itu, Akbar yang sudah tahu apa yang dipikirkan oleh ke 2 orang tua itupun segera saja bersujud dan mulai mengatakan beberapa hal untuk mengakhiri kebodohan ini.
"Eh dik Akbar!! Kenapa kau tiba-tiba bersujud begitu?!" tanya pak Parman dan bu Munaro yang terkejut melihat Akbar tiba-tiba bersujud ke hadapan mereka.
"(Gawat, beneran gawat sumpah, a..aku tidak sadar kalau semua tindakanku bisa buat orang salah faham seperti ini, a..aku harus mengakhiri ini sebelum masalah ini jadi makin rumit) Sebelumnya, sa..saya benar-benar minta maaf karena sudah bersikap dan berkata lancang, tapi saya rasa ada kesalah pahaman disini, karena itulah saya mohon biarkan saya meluruskan semua masalah ini terlebih dahulu," kata Akbar dengan nada tegas dan diselimuti aura yang penuh dengan tanggung jawab.
---
Beberapa jam kemudian, setelah menyelesaikan urusan mereka dengan keluarga Mona, saat ini Akbar dan Nita pun sedang dalam perjalanan kembali menuju sekolah mereka untuk melakukan tugas malam mereka, dan disaat perjalanan itulah, Akbar yang masih saja merasakan aura-aura menyebalkan mulai mengata-ngatai adik kelasnya yang dirasanya menjadi sumber aura menyebalkan itu.
"Aku tahu daritadi kau ingin mengomentari semua hal yang sudah terjadi di rumah si Mona tadi dengan kata-kata bijakmu, jadi kalau kau mau ngoceh, ngoceh saja sekarang dasar sialan! Sekalian saja keluarkan tawa mak lampir menyebalkanmu itu! Karena sumpah, kesal aku melihat wajahmu yang daritadi terlihat pura-pura sok polos itu!" kata Akbar dengan raut wajah kesal karena melihat wajah Nita yang daritadi terlihat "datar" seakan-akan dia tidak melihat semua kebodohan yang terjadi tadi.
"Pffttt, ayolah, aku memang jahat, tapi aku tidak sejahat itu menertawakan nasib buruk seseorang yang sedang tertimpa kesialan seperti kakak........TAPI KALAU KEBODOHANNYA SIH IYA, AHAHAHAHAHAHAHAHA!! BEBEBEBEBEBE!! WOKWOKOWKWOKOWKOWOK!!!" kata Nita yang akhirnya mengeluarkan wujud aslinya tanpa basa-basi.
Bagaimana Nita tidak tertawa lepas dan ngawur seperti itu, karena tadi saat si Akbar menjelaskan banyak hal untuk meluruskan kesalah pahaman yang sedang terjadi saat itu, si Akbar sempat-sempatnya mengatakan bahwa beberapa alasan dirinya tidak bisa pacaran dengan si Mona adalah karena dia sudah punya pacar yang sampai saat ini eksitensinya belum diketahui oleh siapa-siapa itu, dan tentu saja hal itu membuat Mona yang merupakan korban tidak langsung dari kebodohan itu segera menjadi patung dibuatnya.
"Ahahahahahaha, su..sumpah! A..aku tidak kuat melihat ekspresi wajah tanpa massa depan kak Mona tadi! Rasanya seperti dia baru saja melihat video bokep nenek-nenek umur 90 tahun dengan kualitas HD lho! Ahahahahahaha!! I..itu pertama kalinya aku melihat kak Mona seperti orang yang kehilangan tujuan hidupnya deh!! Lucu banget sumpa! Ahahahaha!" kata Mona yang tertawa lepas.
"Kampret, awalnya aku kesal karena kamu daritadi bersikap sok suci, tapi sekarang aku jadi malah lebih kesal melihat sikapmu jadi tidak suci begini oi, karena itu diamlah dasar adik kelas kurang asupan ASI!!" kata Akbar yang menyesali tindakannya untuk membolehkan Nita berterus terang tadi.
"Ahahahahahahaha, haaaaaaaaaaaa, Ma..maaf deh, la..lagian kenapa juga kakak pakai alasan klasik kalau kakak punya pacar begitu sih? Apa kakak tidak punya alasan lain selain hal itu? Karena jujur saja alasan punya pacar imajinasi seperti itu kekanakan dan tidak tahan lama banget lho, hanya masalah waktu saja sampai kakak ketahuan berbohong soal … "
"Hei, kenapa kau pikir aku berbohong soal pacarku itu ha? Aku ini seriusan punya pacar tahu!"
…
…
?
"Eh, se…seriusan? Ka….kakak selama ini benar-benar tidak sedang berbohong soal masalah pacar tak kasat mata kakak ini?"
"Ayolah, memangnya apa untungnya juga aku berbohong soal pacarku itu ada atau tidak ha?"
"Entahlah, oh ya, mungkin saja suatu hal seperti "agar bisa dijadikan alasan untuk menolak orang yang sedang jatuh cinta ke kakak?" begitu," kata Nita dengan tatapan jengkel.
…
…
"Hmmmm, alasan yang logis, tapi sayang sekali aku memang tidak berbohong soal pacarku itu, karena kenyataannya dia itu memang ada, tapi ada alasan pribadi kenapa aku tidak bisa memberitahu tentang identitasnya itu," jelas si Akbar.
"Heeee, alasan pribadi ya, kalau begitu apa alasan pribadinya itu kak?" tanya Nita.
"Bukan pribadi lagi kalau aku mengatakannya padamu dasar dodol."
Mendengar jawaban Akbar barusan, Nita hanya tersenyum sinis saja dibuatnya, karena dia merasa semua ucapan Akbar mengenai pacarnya itu hanyalah omong kosong saja yang dibuat untuk memperkuat argumennya mengenai dia yang sebenarnya tidak mau pacaran itu.
"Pfftt, sudahlah kak Akbar, aku paham kok kalau kakak sebenarnya tidak mau pacaran dengan kak Mona karena dia bukan tipe kakak, dan kakak berbohong soal pacar imajinasi itu agar kakak bisa kabur dari situasi rumit di rumah kak Mona kan? Tenang saja, kak Nita yang cantik ini sangat pengertian kok, karena memang tidak semua orang punya selera yang sama, jadi kak Nita tidak akan memberitahu kak Mona kalau sebenarnya kak Akbar menolak kak Mona karena dia bukan tipe kakak," kata Nita sambil menjinjit dan mengelus-ngelus kepala si Akbar layaknya seorang kakak yang mengelus-ngelus kepala adik kecilnya yang tinggi badanya berbanding terbalik itu.
"Waaah, bacotan kak Nita yang cantik dan pengertian ini ngaco banget deh, apa kak Nita yang cebol ini jadi berani ngomong ngaco karena kakak sudah lupa kalau dia punya hutang pada seseorang yang eksitensi pacarnya meragukan dan sempat-sempatnya dijadikan bahan lelucon?"
…
…
!!!
"MO..MOHON MAAF ATAS KELANCANGAN HAMBAMU YANG BANGSAT INI TUAN BESAR AKBAR ABADEIR!! SA..SAYA BENAR-BENAR TIDAK ADA MAKSUD MENGEJEK EKSITENSI PACAR KAKAK YANG MERAGUKAN ITU, SAYA PERCAYA SEKALI KALAU DIA PASTI WANITA YANG ANGGUN DAN CANTIK SEPERTI TUAN, JA..JADI TOLONG JANGAN TAGIH HUTANG HAMBAMU YANG MISKIN INI," kata Nita yang langsung saja menyembah si Akbar.
"(Sumpaaaaah, barusan yang dia katakan itu pujian atau hinaan ha dasar kerapat? Dan apa maksudmu tadi anggun dan cantik sepertiku ha? Lu pikir aku perempuan?) Cukup, terlalu banyak amalanku yang terbakar kalau meladeni kebodohanmu itu, pokoknya karena daritadi kamu terus bertanya dan sudah aku jawab, sekarang waktunya ganti aku yang bertanya dan kamu yang menjawab pertanyaanku agar adil, paham?"
"Haa? Bertanya? Memangnya tuan besar mau bertanya soal apa? Saya izin skip kalau pertanyaan tuan berhubungan dengan pelajar …. "
"Apa kau disuruh bu Helda untuk membawaku ke rumah Mona?"
…
…
?
Nita sempat terdiam sejenak ketika mendengarkan pertanyaan Akbar yang ternyata diluar konteks pembicaraan mereka, Akbar sengaja bertanya secara spontan seperti itu untuk memastikan apakah si Nita akan berbohong menjawab pertanyaanya barusan dengan memperhatikan sikap dan ekspresi wajah adik kelasnya yang masih dalam posisi sujud itu, tapi sayang sekali rencananya gagal karena si Nita ternyata ...
"Wait? Kenapa kakak mengira aku ini disuruh oleh bu Helda untuk mengajak kakak ke rumah kak Mona?" tanya Nita dengan tampang terheran-heran yang mode budaknya mendadak off 50%.
"(Cih, aku kira dia akan terdiam dan panik paling tidak untuk 2 detik, tapi dia malah bersikap natural, jadi beneran bu Helda tidak ada hubungannya dengan hal ini ya? Padahal aku pikir ada maksud tertentu membuatku datang kesana)" kata Akbar yang agak kecewa karena dugaanya salah.
"Dan lagian kenapa juga bu Helda harus membuat kakak datang menjenguk kak Mona ha? Maksudku, a..apa faedahnya coba?" tanya Nita lagi.
"(Dia tidak tahu masalahku dengan bu Helda sih, jadi ya wajar saja kalau dia bingung begitu. Haaaaa, rugi banget aku kepikira hal-hal yang berlebihan seperti ini) Haaa, lupakan, tadi aku cuma agak kepikiran saja karena kau terlihat maksa banget untuk pergi menjenguk si Mona itu, jadi aku pikir kau ada maksud tertentu atau dimintai seseorang begitu."
"Ah saat istirahat tadi siang ya? Ma..maaf, ka..karena kakakkan anak yang anti sosial, ja..jadi aku pikir kakak tidak bakal mau pergi kalau tidak dipaksa begitu, dan sebenarnya bisa saja aku pergi sendiri sih, tapi lebih enak ramai-ramai kalau datang menjenguk orang yang sakitkan?"
"(Kampret, dia masih tidak paham perbedaan anti sosial dan penyendiri ya? Tapi memang benar sih ucapannya barusan itu, karena agak nanggung juga rasanya kalau kita datang sendirian saat ada kenalan kita yang sakit)"
"Tuan besar? Saya tidak tahu apa yang sedang tuan pikirkan, tapi apa saya sudah diziinkan untuk berdiri lagi? Karena jujur bau tanah ini tidak enak."
"Siapa juga yang menyuruhmu bersujud seperti itu ha? Tapi karena kamu tadi buat aku kesal, jadi sekarang cepat bangun dan mulai ngomong aku ganteng sampai kita tiba di sekolah, awas kalau kamu berhenti 1 detik," kata Akbar yang memutuskan untuk tidak memikirkan masalah opininya itu lebih jauh lagi dan mulai berjalan kembali.
"Terima kasih atas kebaikannya tuan besar, aku ganteng, aku ganteng, aku ganteng," kata Nita yang langsung saja taat dengan ucapan Akbar tadi.
?
"(Konsepnya keliru Ferguso, tapiiiiiiiiii, kebodohannya jadi lebih natural sih, jadi biarkan saja deh,)" kata Akbar yang massa bodo dengan kelakuan adik kelasnnya itu.