Chereads / Helper Club / Chapter 63 - Sakit (?)

Chapter 63 - Sakit (?)

Sedangkan itu di tempat lain, atau lebih tepatnya di rumah si Mona dimana sebuah kejadian dasyat baru saja terjadi disana, terlihatlah maklukh bernama pak Parman yang galau karena mengingat kejadian memalukan tadi.

"Hinaa! Hina banget, kenapa bisa-bisanya kita langsung kepikiran anak itu mau minta restu hubungan dengan si Mona sih? Seharusnya bapak bisa lebih peka kalau tidak mungkin ada anak cowok yang seberani itu di dunia ini, tapi bisa-bisanya bapak bertingkah setolol itu, hiiiiiiii, sumpah dah, aku bahkan mulai merasa jijik memanggil diriku cowok tulen lho, huhuhuhu," kata pak Parman sambil menutup mukannya karena masih saja merasa malu saat dia teringat dengan kelakuan-kelakuan absurbnya tadi.

"Ahahahaha, ya bagaimana lagi pak, kelakuan anak itu juga bikin salah faham sih, jadi kita juga tidak salah kalau sampai salah faham jugakan? Jadi jangan emosi lagi ya pak," kata bu Munaro yang sedang mencuci piring sambil berusaha menghibur suaminya itu yang menangis seperti perempuan ABG yang baru ditolak.

"Lagian ini juga salah si bocah mata 1 itu, padahal ini baru pertama kalinya si Mona jadi imut seperti itu dihadapan laki-laki, tapi kenapa dia bisa-bisaya nolak anak kita si Mona itu sih? Padahal diakan perempuan paling cantik segalaksi ini," kata pak Parman yang bersikap seperti seorang ayah pada umumnya.

"Dia itu sudah punya pacar pak, jadi tentu saja dia harus bersikap begitu dong, karena kurang ngajarkan namanya kalau dia sampai mempermainkan perasaan pacarnya itu."

"Ayolah, memangnya kenapa juga kalau ternyata dia sudah punya cewek? Tidak ada larangan yang mengatakan kalau suami harus beristri 1 kan?"

PRAANG

"Sakit sumpah, aku tidak percaya kalau ternyata kau tidak peduli anakmu di duakan, jadi demi kebaikan keluarga kita di massa depan, mulai saat ini jangan pernah ikut campur masalah perjodohan anak-anak kita, biarkan aku yang mengurus masalah itu dengan caraku sendiri, mengerti kau?" kata bu Munaro setelah dia melempar kepala suaminya dengan piring kaca hadiah pemberian dari acara kawinan.

"Me..mengerti bu," kata pak Parman yang hanya tertunduk lemas karena kekurangan darah dari luka yang dia dapatkan itu.

"Tapi pak, jujur saja aku merasa lega sih karena akhirnya anak itu tidak jadian dengan si Mona," kata bu Munaro sambil menghampiri dan mulai menempelkan isolasi ke kepala suaminya yang berdarah itu.

?

"Eh? Ke..kenapa? Bu..bukannya dia hampir memenuhi kriteria sebagai penerus keluarga ini?"

"Bapak masih ingat saat bapak tadi menghajarnya saat pertama kali datang? Dia hampir memberikan serangan kepada bapak saat bapak sempat sedikit lengah lho, jadi mungkin bapak kurang menyadarinya."

"Oh, ternyata dia mau membalas seranganku rupanya, seperti biasa, pengamatanmu memang tajam sekali kalau ada orang yang berkelah...Eh, sebentar, jadi apa hubungannya hal itu dengan kau yang lega karena Akbar tidak jadi pacaran dengan si Mona?"

"Seperti yang ibu bilang, mungkin bapak tidak menyadarinya karena focus ke tatapan anak itu, tapi untuk sekilas, aku benar-benar yakin kalau si Akbar itu benar-benar ingin menusuk mata bapak tanpa ragu dari gerakan tangannya saat itu," kata bu Munaro dengan tatapan serius ketika dirinya teringat dengan ekspresi dan gerakan tangan si Akbar.

"Kalau si Lisa tidak atau telat memberitahunya kalau bapak ada bapaknya, mugkin sekarang bapak sudah kehilangan 1 mata lho."

???

"Hei, se..seriusan? Si..si Akbar itu ternyata orang yang model begitu?"

"Yup, walaupun faktanya dia adalah penolong si Lisa dan kita memang punya hutang budi dengannya, aku tetap merasa beruntung karena anakku tidak jadi pacaran dengan seorang yang sadis seperti Akbar, karena walau aku memang suka dengan pertarungan, tapi aku tidak mentoleransi yang selevel pembantaian yang sampai-sampai menghilangkan anggota tubuh."

"(Waaah, kalau memang begitu kenyataanya, aku malah jadi makin ingin bertarung dengannya tahu)"

"Kita sudahi dulu percakapan soal anak itu ya pak, karena sekarang yang penting adalah menghibur anak kita yang langsung saja kembali ke kamarnya setelah Akbar pergi dari rumah ini lho," kata bu Munaro sambil pergi menuju arah kamar si Mona.

Tentu saja sebagai orang yang sedang jatuh cinta, pasti shock rasanya ketika mendengar kabar kalau ternyata orang yang kita sukai sudah menjadi milik orang lain, karena hal itu membuat hidup terasa tidak berguna lagi seperti tombol shift sebelah kanan keyboard yang jarang digunakan. Dan sebagai pelampiasan, Mona pun hanya berjalan masuk kedalam kamarnya dengan pandangan kosong setelah Akbar dan Nita selesai makan malam dengan keluarganya.

"Ini pertama kalinya dia patah hati, jadi wajar saja dia jadi galau begitu," kata bu Munaro yang hanya merasa iba saat ingat dengan ekspresi anaknya beberap waktu yang lalu itu.

"Ga…gawat, ka..kapan terakhir aku melihat si Mona menangis ya? Ka..karena aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan kalau dia beneran menangis lho."

"Hei, kita tidak tahu dia menangis atau tidak, tapi yang pasti kita harus menenangkannya dulu seperti orang tua pada normalnya, jadi sebisa mungkin ayo kita coba bicara dulu dengannya baik-baik."

Akhirnya, pak Parman dan bu Munaro segera membuka pintu kamar anak pertama mereka itu dengan niat baik untuk menghibur anaknya yang mereka pikir sedang bersedih karena galau itu, tapi sayang sekali niat mereka pun hangus bagaikan kepala ghost raider, karena faktanya saat ini mereka malah melihat si Mona malah sedang asyik bermain game PS.

"Eh, Mama, bapak, ada perlu apa ya?" tanya Mona yang sedang asyik bermain game PS nya sambil memakan cemilan.

"(Main game PS bertema pukul-pukulan setelah kena masalah percintaan, sebagai ibu dan wanita, aku mulai merasa cemas dengan kondisi kejiwaan anakku yang 1 ini)" kata bu Munaro yang entah harus memasang ekspresi apa kepada anaknya itu.

"(Huff, bicara baik-baik ya? Baiklah, sekarang ayo kita coba cari cara agar kita bisa bicara, dan dikondisi saat ini, satu-satunya cara agar aku bisa mengobrol dengannya adalah dengan ….) Mo..Mona, ba..bapak dan ibu lagi senggang nih, ja..jadi apa tidak apa-apa kalau bapak dan bermain dengan kamu?" tanya pak Parman kemudian yang mencari cara agar bisa ngobrol dengan anaknya.

?

"Eh, kalian berdua?"

"I..iya, entah kenapa sekarang ibu lagi ingin banget menghajar bapak dengan balok kayu deh, tapi karena tidak bisa dilakukan di dunia nyata, jadi paling tidak ibu bisa melakukannya di gamekan? Ahahaha." Kata bu Munaro sambil menarik suaminya untuk mendekati si Mona.

"(I..itu Cuma alasankan? Di..dia tidak benar-benar seriuskan?)"

"Wah, me..mendadak banget, aku lagi mainin "Main Story" nya sih, ja..jadi tunggu sebentar untuk 1 ronde ya."

"Oh, tidak apa-apa kok, tidak usah terburu-buru, bapak dan ibu akan menunggu sambil melihatmu main dulu," kata bu Munaro sambil mulai duduk disamping sisi anaknya itu.

Mona yang tidak tahu apa-apa itu hanya bersikap normal saja melihat ibu dan ayahnya yang tiba-tiba saja ingin bermain dengan dirinya. Tapi, justru karena dia bersikap normal, pak Parman yang kurang pengalaman soal menjadi teman curhat itu malah mulai berpikir yang tidak-tidak soal kondisi anaknya yang dia kira seharusnya sedang merasa sedih itu, karena itulah tanpa pikir panjang dia pun mulai berterus terang.

"An..anu, a..apa kamu tidak merasa galau atau sejenisnya Mon?" tanya pak Parman yang memberanikan diri untuk bertanya.

?

"(WAH, GOBLOKNYA SUAMIKU INI!! KENAPA DIA YANG BICARA DULUAN SOAL … )"

"Galau? Oh begitu rupanya, kalian khawatir karena aku mendadak langsung masuk kamar setelah Akbar pergi tadi ya? Ahahahahaha, tenang saja ma-pak, aku baik-baik saja kok, karena aku juga tidak kepikiran dengan ucapan Akbar tadi, jadi kalian tidak perlu khawatir," kata Mona sambil tersenyum lebar.

"He?! Ja..jadi kau benar-benar tidak kepikiran soal anak itu?" tanya pak Parman.

"Iya pak, memangnya bapak pikir aku bakal ngapain? Marah-marah dan menyuruh si Akbar mutusin pacarnya, ahahaha."

Melihat si Mona tertawa lepas seperti itu, pak Parmanpun mengira kalau si Mona benar-benar tidak memikirkan masalah si Akbar sama sekali seperti yang diduga oleh istrinya tadi, karena itulah dia pun merasa lega dibuatnya karena dia tidak perlu lagi bingung memikirkan cara untuk menenangkan anaknya itu jika dia beneran galau.

"Ahahahahaha, aku pikir kamu bakalan menangis atau sejenisnya lho Mon, jadi bapak sempat bingung harus melakukan apa kalau itu beneran kejadian, syukurlah kamu lebih tangguh daripada yang bapak pikirkan," kata pak Parman sambil mengelus-ngelus kepala anaknya itu.

"Ayolah pak, aku bukan anak kecil lagi, jadi tolong jangan elus-elus kepalaku seperti ini, aku jadi susah menghajar musuhku nih," kata Mona yang jadi kesulitan bermain itu.

"Tenang saja Mona, aku tahu kalau si Akbar memang anak yang baik dan menarik, tapi bukan berarti tidak ada anak cowok yang lebih baik daripada dia, maksud bapak, cowok yang jago berantemkan tidak dia sajakan? Pasti ada cowok lain diluar sana yang bisa memperlakukanmu sebagai wanita yang baik daripada si mata 1 itu lho, jadi kamu sabar saja sampai saat itu tiba ya, Ahahahahahaha."

...

...

!!!

"(Me..memperlakukanku sebagai wanita yang baik?!)" kata Mona yang tiba-tiba saja mengalami efek "flashback kenangan indah".

"Oh, sebenarnya bapak sudah punya calon cowok yang mungkin cocok denganmu lho, jadi kalau kau mau melupakan si Akbar itu secepatnya, mungkin kau mau melihat …. "

!!!

DUUAAAAK!!!

Dan sekali lagi pemirsa sekalian, seorang bapak yang baru saja membuat perasan kita merasa gemas ini pun lagi-lagi terpental ke belakang ketika istrinya menendang keras-keras kepalanya, tentu saja sebagai orang yang memainkan peran "bapak tolol gak peka yang overprotektif soal anak perempuannya", pak Parman bingung karena dia tidak tahu alasan kenapa dia dihajar lagi oleh istrinya itu.

"A..aduh, sakit bu!! Lagian ke..kenapa juga ibu menghajar bapak lagi sih? Memangnya kali ini bapak salah apa sampai-sampai … "

"HEEM!" kata bu Munaro dengan tatapan super mematikan sambil menunjuk tegas ke arah Mona.

"Haa? Memangnya ada apa dengan si Mona? Diakan sudah bilang kalau dia … "

!!!

"Si..sial, sialan kau pak, pa..padahal aku sudah berusaha sekuat mungkin nyoba main game ini di mode hard biar aku enggak menanggis, ta..tapi, sa…sakit ma...SAKITTTTT!!!!! HU…..HUAAAAAAAAAAAA!!" kata Mona yang langsung saja menagis deras sambil memegang dadanya yang terasa sesak.

???

???

"(JANCOOOK!! SALAH APA LAGI AKUU INI YA GUSTII??!)" kata pak Parman yang panik berat ketika melihat si Mona mulai menangis seperti itu.

"Cup cup cup, anakku sayang, ibu paham kok perasaan kamu, maaf ya kalau ibu tadi telat mengunci mulut bapakmu yang tolol itu, memang bapak-bapak itu tidak akan pernah paham masalah yang beginian, jadi jangan di dengarkan semua ucapannya tadi itu ya," kata bu Munaro sambil memeluk dan mengelus-ngelus anaknya itu.

"DI..DIA SUDAH BAIK SAMA AKU, DI..DIA BAHKAN MEMPERLAKUKANKU SEPERTI PEREMPUAN, TA..TAPI KENAPA, KENAPA DIA BISA-BISANYA SETEGA ITU?! KE..KENAPA DIA NGASIH HARAPAN PALSU SAMA AKU MA?! KENAPA?!! AKU GAK PAHAMM MA?!! HUUUAAAA!! DA..DADAKU SESAK BANGET MIKIRIN OMONG KOSONG INI!! APA YANG HARUS AKU LAKUIN KALAU AKU KETEMU DIA LAGI?! HUHUHUHUHUHU!!" kata Mona yang mengeluarkan semua unek-uneknya yang membuat hatinya terasa berat itu.

"Ssstt, tenang-tenang, kamu tidak akan bisa menyelesaikan apa-apa kalau sedang emosi seperti itu, sekarang kamu coba untuk menenangkan diri dulu agar kita bisa cari solusinya sama-sama ya, tapi kalau ternyata kamu masih merasa sesak, keluarin saja semuanya, ibu siap mendengarkan kok," kata bu Munaro yang benar-benar ahli melakukan perannya sebagai "ibu penakluk suami yang pengertian".

Melihat si ibu lebih ahli mengurus anaknya yang sedang bersedih, pak Parman yang merasa harga dirinya sebagai orang tua sudah ternodai sampai-sampai pemutih saja tidak cukup untuk menyucikannya kembali itu hanya menatap kosong keakuran dari istri dan anaknya itu.

"(Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa hina banget, rasanya aku benar-benar tidak diakui lagi sebagai orang tua lagi disini, a..apa sebaiknya aku tanya ke mereka dulu kenapa mereka bisa sampai kesal ke aku seperti it….eh tunggu, ba..bagaimana kalau mereka malah tambah kesal dan menghajarku bersama-sama karena aku salah ngomong walaupun aku sendiri gak paham apa salahnya? Uhhhh, sialan, ke siapa lagi aku harus tanya soal cara mengatasi masalah cinta-cintaan ini kalau bukan ke mereka berdua? Kan satu-satunya cewek disini cuma mereka saj … )"

!!!

"(Aahh!! Lisa!! Aku lupa kalau dia juga cewek [#ayahbangsat] Mungkin aku bisa minta saran ke dia soal masalah ini, ya walaupun mungkin dia gak akan banyak membantu karena pasti dia kurang laku seperti Mona sih [#sumpahnihayahbangsatbanget] Tapi sekarang ada dimana dia? Apa dia sedang dikamarnya? A..apa sopan kalau aku pergi diam-diam disaat ada orang menangis seperti ini?)" tanya pak Parman yang mulai memikirkan banyak hal yang tidak penting.

---

Sedangkan itu, di sisi lain dan di tempat yang berbeda, ada seseorang yang sedang melakukan komunikasi jarak jauh dengan tema pembicaraan berupa "masalah anak-anak remaja" hari ini.

[Ya, dengan Miss Helda yang sedang membaca komik 18+ yang tidak mungkin terbit in this country disini, apa ada yang bisa I help wahai muridku yang cute?]

[Maaf saya menggagu waktu istirahatnya bu Helda, tapi saya mau mengabari kalau saya sudah memenuhi permintaan ibu]

[My perminta … Oh, jadi you sudah membuatnya datang ke there ya? Ahahaha, fast banget, aku pikir kau will melakukan Minggu depan atau di lain time lho, karena aku tidak menyuruhmu untuk melakukannya as fast as possible kan?]

[Kebetulan saja ada hal tertentu yang membuat saya bisa melakukannya pada hari ini, dan maaf jika saya berkata seperti seperti ini bu Helda, tapi apa saya boleh menanyakan beberapa hal?]

[Apa reasonku membuat Akbar datang kesanakan?]

[Jadi apa saya boleh mendengar jawabannya?]

[Ahahahahah, sorry ya nak, ada thing yang tidak boleh diketahui oleh orang-orang eventhough mereka melakukan kerja sama]

[Baiklah bu Helda, mohon maaf kalau saya terdengar kepo barusan]

[Ok, karena sudah tidak ada thing that mau dibicarakan again, aku close … ]

[Ah tunggu bu, masih ada 1 hal lagi yang ingin aku baru tahukan kepada ibu]

[Eh, ada hal lain again? Memangnya ada hal what again yang mau kau beritahukan padaku ha? Yaaa walaupun maybe aku bisa menebak hal itu sih, hehehe]

[Eh, jadi ibu tahu siapa pacar kak Akbar itu?]

!!!

BRAK BRAK BRAK BRAK GEDUBRAAK

"(Uuuuuuuh, keras banget suara jatuhnya, itu pasti sakit bang ..... Eh! Ja..jangan bilang kalau bu Helda ini barusan jatuh dari tang ... )"

[Eh, Eeeeeeh, EEEEEEEEEEEEEEEEEEHHHH!!! APA YOU BILANG TADI?!! GIRL TEMAAAAAAAAAAAN??!!!]

---

Dan beberapa waktu kemudian, kita pergi ketempat lain, yang dimana ditempat kali ini, kita akan melihat seorang perempuan kesukaan kita yang sedang melakukan suatu kegiatan yang benar-benar ….. yaaaaaah, silahkan kalian komentari saja sendiri berdasarkan pendapat kalian masing-masing.

"Haaaaa….haaaaa....haaaaaa…ka..ka….kak Akbar, i…iya….a..a…aku masih… aku masih bisa la…lanjut kok….haaa….aahh….aaahh, i…iya, a…aku…aku juga sayang kak Ak….. "

TUT-TURUUU

TUT-TURUU

!!!

"Ba..ba..bangsat, si…siapa…ah…aahh…siapa…aahh..siapa sih yang nelpon disaat-saat begini? Aahh…aaahh…pa..padahal lagi enak-enak begini…haaa…haaa."

TUT-TURUU

TUT-TURUU

"Ahh….aah….aahhhh…..Se…sebentar…se…sebentar lagi dasar sial.....…..aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh."

Setelah selesai "berolahraga", dengan perasaan bahagia tapi capek setengah mati karena semua tenaganya sudah terkuras habis, orang yang dari sikapnya saja sudah bisa kita tebak siapa ini pun segera mengambil HP nya yang tadi sempat diabaikan karena mengganggu konsentasinya dalam "berolahraga" untuk melihat siapakah manusia tadi yang berani menggagu waktu pribadinya itu.

"Aaaaaah, akhirnya keluar juga, lega banget rasanya, tapi sumpah dah, siapa sih yang menelpon malam-malam begini? Apa tidak tahu kalau malam itu waktunya orang-orang lagi istirah...Eh, Dia?"

TREEK

"Ahahahah Halo, dengan orang paling popular di sekolah di sini, apa ada yang bisa saya bantu? … Ahahahaha, maaf aku agak telat mengangkat teleponnya, karena aku sedang asyik olahraga barusan, Ahahahaha …. Iya, iya, oh, kamu mau memberitahuku soal sesuatu, eh soal kak Akbar? Memangnya ada informasi apa? … Iya, iya."

[Eh, halo, a…apa aku barusan ketekan tombol putus sambun …eh tidak kok, ini masih terhubung, tapi kenapa kok daritadi tidak suara … ]

"Anuuuu, maaf, kau tadi barusan bilang apa? Pacar?" kata orang itu, yang aura dan tatapan matanya saat ini benar-benar seperti seorang ayah yang ingin memutilasi pelaku pemerkosa putri kesayangannya itu.

---

Kemudian, sekarang kita pergi menuju ke tempat lain, yang dimana tempat lain ini benar-benar sangat diluar dari dugaan untuk kita yang masih menganggap kalau cerita ini adalah cerita "normal" mengenai masalah remaja baru puber.

"Hoooooaaaam, akhirnya sampai juga, sungguh perjalanan yang benar-benar menguras tenaga."

"Selamat datang nyonya muda, apa perjalanan anda kali ini menyenangkan? Apa anda kelelahan? Apa anda mau menginginkan sesuatu yang dapat membuat anda tidak lelah lagi seperti makanan atau pijatan relaksasi? Apapun itu, akan saya usahakan."

"Aku memang memintamu untuk menjagaku sih, tapi apa kamu tidak merasa kalau kamu itu agak berlebihan dengan caramu itu?"

"Maaf jika saya lancang seperti ini nyonya, tapi saya hanya ingin bersikap profesional untuk mengantisipasi hal terburuk yang mungkin saja terjadi seperti anda yang tiba-tiba kesakitakan sebagai efek samping kegiatan ini atau sejenisnya, anu ma..maksud saya nyonya sendiri sadar juga dengan resiko dari perbuatan anda inikan?"

"Ahaha, iya iya aku paham kok soal itu, jadi sekali lagi terima kasih ya karena pengawasanmu ini, karena dengan begitu aku bisa pergi dengan tenang."

"Jujur saja, sebenarnya saya masih kurang setuju dengan kegiatan anda yang sangat berbahaya ini, tapi dilihat dari kemampuan anda dan anda bahkan sudah sering melakukannya berkali-kali, sepertinya saya tidak perlu khawatir terlalu jauh ya?"

"Yup, maaf sekali ya jika aku harus membuatmu jadi khawatir seperti ini, tapi mau bagaimana lagi, jika aku tidak melakukan ini, semuanya pasti jadi kacau balau."

"Baik-baik saya mengerti, kalau begitu apa saja informasi yang sudah anda dapatkan hari ini nyonya? Apakah ada berita besar atau lainnya?"

Mendengar pertanyaan dari pembantunya barusan, si nyonya yang sudah menyaksikan suatu hal menarik itu hanya tersenyum kecil sambil berkata …

"Berita ya, well sebenarnya bukan berita besar sih, karena aku cuma tahu kalau ada seorang "tiruan" yang sedang bersiap-siap untuk membunuh seseorang yang berada diluar jangkauannya."

"Wah, saya rasa pembunuhan tidak bisa dikatkan sebagai berita kecil deh, lagipula kenapa juga semua berita yang anda bawa selalu saja menakutkan seperti itu? Memangnya anda terlibat dengan masalah apa sih nyonya?"

"Hehehe, ra-ha-sia."