Caligula melihat keadaan negerinya, tak banyak berubah meskipun ia melakukan beberapa pembangunan seperti jalan, jembatan, dan kanal. Kapal besar yang dibuat pun tak sesuai harapannya karena hanya mampu berlayar di daerah pesisir saja. Nyatanya masih banyak orang miskin di pusat Roma. Kejahatan seperti pencurian dan pembunuhan terjadi di mana-mana.
Sejak sembuh dari sakitnya, ia pun masih penuh kecurigaan dengan orang-orang di sekelilingnya. Kepala penjaga kaisar yang lama ia ganti dengan orang baru. Macro ia pindahkan sebagai gubernur di daerah yang jauh.
"Kau tahu keadaan Agrippina?" tanya Caligula pada Claudius. Ia sudah mencegah agar saudaranya itu tak lagi mendekat ke area Palatine Hill, apalagi ke tempat tinggalnya di istana.
"Anaknya sudah bisa berjalan. Ia sepertinya akan mendapatkan guru yang terpandang jika sudah besar. Agrippina punya seorang teman yang cukup terpandang. Ada yang melihat ia beberapa dikunjungi orang itu," ujar Claudius.
"Siapa temannya?"
"Kau mengenalnya. Ia filsuf dan senat kita, Lucius Annaeus Seneca..." kata Claudius.
"Perhatikan dia, aku juga kurang menyukainya."
"Ia kadang terlalu pintar," kata Claudius.
"Huh, ia hanya filsuf yang pintar berkata-kata saja.. kalimatnya penuh kiasan dan berbelit-belit."
Seorang penjaga tiba-tiba masuk ke dalam. Ia sepertinya ingin mengabarkan sebuah berita penting.
"Yang Mulia Kaisar Caligula, kuda kesayangan Anda..," penjaga itu menghentikan ucapannya yang belum selesai.
"Ada apa? Ada apa dengan Incitatus?"
Mereka kemudian segera pergi ke kandang kuda. Di kandangnya yang cukup mewah untuk seekor kuda, Incitatus terlihat terbaring lemah. Mulutnya mengeluarkan busa. Kuda kesayangan Caligula itu tiba-tiba saja terjatuh saat baru saja makan rumput.
"Ia sudah kritis, hampir mati," kata seorang tabib.
"Mengapa ia bisa begitu? Kemarin ia masih baik-baik saja saat aku tunggangi di hutan."
"Sepertinya ada yang meracuninya, ada bau jamur beracun di makanannya," kata tabib itu.
Kuda berwarna hitam itu kemudian tak bergerak lagi. Caligula terpukul melihat hewan kesayangannya mati seperti itu.
"Penggal semua penjaga kuda ini. Mereka benar-benar tak becus!"
Kembali ke istana, Caligula merasa tak tenang. Ia masih memikirkan orang-orang yang mungkin mau mencelakainya, apalagi kudanya baru saja tewas karena diracun.
Kepalanya kembali merasa pusing, ia lalu memilih beristirahat di kamarnya. Malamnya Caligula malah muntah-muntah. Para tabib pun sibuk memeriksanya, memastikan kondisinya. Memberinya racikan obat minum dari tanaman herbal.
"Kau mungkin butuh istirahat," kata tabib.
"Apa aku juga diracun?"
"Tidak, Kaisar sepertinya hanya kelelahan.." kata tabib itu.
Meskipun menurut tabib tak ada yang meracuninya, Caligula tetap saja gelisah. Malam itu ia bahkan tak bisa tidur. Ia sempat menyuruh memanggilkan para wanita untuk menghibur dirinya. Namun para wanita yang diundang ke istana itu juga tak bisa menenangkannya. Kepalanya malah semakin pusing dikeliling oleh mereka.
"Pergi semua kalian!" bentak Caligula. Ia mencoba terlihat kuat, namun wajahnya pucat.
Tubuhnya berkeringat banyak malam itu. Para wanita yang sudah telanjang itu buru-buru memakai pakaiannya dan pergi dari kamar tidur kaisar.
Sampai fajar, Caligula tetap tak bisa tertidur. Ia beranjak dari tempat tidurnya, mencoba menghirup udara pagi di kebun istana. Saat itu matahari baru akan naik, suasana masih sedikit remang-remang.
Tiba-tiba ia melihat bayangan Lepidus(suami Drusilla) dan Livilla tak jauh dari sana, masih di sekitar area istana. Caligula melihat keduanya membawa pisau. Bayangan mereka kemudian hilang saat Caligula mengejarnya.
"Sedang apa mereka di sini," kata Caligula. Ia mulai berpikiran macam-macam.
Para penjaga kemudian mencoba mencari mereka. Tak lama, Lepidus dan Livilla berhasil ditemukan, mereka dibawa ke hadapan Caligula.
"Sedang apa kalian?" tanya Caligula.
"Tak ada, kami hanya berjalan-jalan saja di sini.." kata Lepidus.
"Kau pasti bohong, siapa yang menyuruhmu ke sini?"
Lepidus dan Livilla menyangkal semua tuduhan Caligula, namun sang kaisar rupanya tak mau mempercayai ucapan mereka. Ia penuh kecurigaan dan mengira keduanya berniat membunuhnya.
"Kalian pasti disuruh Agrippina kan?" tanya Caligula.
Keduanya masih menyangkal, dan Caligula kembali tak percaya. Livilla mencoba meyakinkan bahwa ia sudah lama tak bertemu Agrippina.
"Kau tak mempercayaiku? Aku adikmu.." kata Livilla.
"Kau adik yang bermuka dua, kau sering membela Agrippina!" kata Caligula.
Lepidus dan Livilla kemudian dibawa ke penjara karena tuduhan bersekongkol akan membunuh kaisar. Sebagai paman sekaligus konsul, Claudius sebenarnya paham belum ada cukup bukti, namun ia juga tak mau melawan Caligula.
"Aku ingin menyingkirkan semua orang yang kucurigai," kata Caligula.
"Siapa lagi?" tanya Claudius.
"Agrippina. Aku yakin ia pasti dendam kepadaku. Asingkan ia di pulau yang jauh. Pisahkan dia dari anaknya..."
"Apa alasannya?"
"Kudaku diracun, Lepidus dan Livilla ingin membunuhku... Agrippina pasti dalang semua ini."
"Tapi tak ada buktinya," kata Claudius.
"Aku yang memutuskan, laksanakan saja!"
Siang itu merupakan hari yang cukup mengejutkan bagi Agrippina. Saat sang anak bermain bersama pengasuhnya, para tentara datang ke rumahnya. Mendobrak masuk begitu saja.
"Ada apa kalian ke sini?" tanya Agrippina.
"Kaisar memerintahkan untuk membawamu ke Kepulauan Pontine."
"Aku tak berbuat apa pun!" teriak Agrippina saat dibawa. Ia tahu Kepulauan Pontine merupakan tempat orang-orang diasingkan. Sudah lama ia tak mendengar ada tahanan yang dibawa ke sana.
"Aku mohon, biarkan anakku di Roma. Akan aku titipkan kepada saudaraku," kata Agrippina.
Pengawal itu kemudian membiarkan Lucius dibawa oleh pengasuhnya ke tempat kerabat dari Agrippina. Suaminya sendiri tak bisa berbuat apa-apa karena ia sedang dalam keadaan sakit.
Tangannya diikat saat dibawa seperti seorang budak tahanan. Naik ke sebuah kapal kecil bersama beberapa orang tentara Roma.
"Aku ingin berbicara dengan kaisar, dia saudaraku!" kata Agrippina memohon pada para tentara itu.
"Kaisar yang menyuruh untuk mengasingkanmu. Kau telah bersekongkol dengan Lepidus dan Livilla untuk membunuh kaisar."
Agrippina hanya menggelengkan kepalanya. Bukan, ia sama sekali tak pernah menyuruh mereka untuk membunuh kaisar. Ia akui bahwa sangat membenci Caligula dan ingin ia tak jadi kaisar lagi. Namun Agrippina saat itu sedang ingin membesarkan anaknya dengan tenang. Ia hanya sempat mengatakan pada Livilla agar mengawasi Caligula, tak pernah ia menyuruh untuk membunuhnya.
Kapal kecil yang membawanya beberapa kali kemasukan air laut. Ombak besar datang tiba-tiba membuat kapal terombang-ambing, naik dan turun, bergoyang ke kanan dan ke kiri.
Sinar matahari yang menyilaukan itu masuk ke dalam kapal. Agrippina terbangun saat sudah pagi, saat kapal itu berhenti di sebuah pulau kecil. Ia diturunkan sendirian di pulau itu.
Badannya lemas, namun ia berusaha untuk bangkit. Berjalan bertelanjang kaki menjauhi pantai.
Tiba-tiba seorang tentara turun menghampirinya.
"Nyonya, ada pesan dari Claudius. Dia ingin menemuimu beberapa hari lagi. Bertahanlah di sini," kata tentara itu.
Kapal itu kemudian meninggalkan Agrippina sendirian di pulau tak berpenghuni itu.
"Claudius... aku menunggumu."
Mata Agrippina masih bersinar, masih ada harapan.