Chereads / Agrippina, Sang Maharani / Chapter 8 - Lucius Menjadi Nero

Chapter 8 - Lucius Menjadi Nero

Setelah diadopsi oleh Claudius, Lucius kemudian berganti nama. Namanya berubah sesuai dengan nama Claudius.

"Anakku, namamu sekarang Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus," kata Agrippina.

Lucius yang kemudian dipanggil Nero rupanya senang dengan nama barunya itu. Ia suka dipanggil dengan nama Nero, meski awalnya tak paham mengapa sampai harus berganti nama.

"Sekarang kau anak Kaisar Romawi," ujar sang ibu.

Semakin remaja, Nero rupanya semakin cinta dengan dunia seni. Ia juga bisa menulis dengan baik apalagi dengan bimbingan dari Seneca.

"Aku menulis sebuah puisi," kata Nero pada sang ibu.

"Puisi? Untukku?"

"Tidak, untuk diriku sendiri," ujar Nero.

"Kau sebaiknya lebih banyak belajar soal pemerintahan daripada puisi. Besok kau ikut ibu berkeliling melihat tempat senat," saran sang ibu.

Nero sebenarnya tak suka dengan politik atau pemerintahan, ia sama sekali tak ingin menjadi seorang kaisar. Saat sang ibu mengajarinya soal menjadi kaisar, ia memilih untuk melamun saja.

Tak hanya pandai membuat puisi, Nero juga mencintai musik. Ia bisa bermain lira dan bernyanyi dengan baik. Bermain musik dan menyanyi sering dilakukannya di istananya.

Para pelayan dan pengawal sebenarnya senang dengan Nero. Anak kaisar yang satu ini sering memberikan pertunjukan gratis di depan mereka. Suasana istana menjadi lebih santai dan menyenangkan jika ada Nero.

"Yang mulia adalah seniman sejati," puji seorang pengawal.

"Kau adalah dewa musik," kata seorang pelayan melebih-lebihkan.

Namun tak bisa disangkal, Nero yang masih remaja itu benar-benar seorang seniman muda yang berbakat. Hal itu mengganggu sang ibu yang ingin sekali menjadikannya kaisar.

"Seorang calon kaisar harusnya tak bermain musik sepanjang hari," kata Agrippina.

"Siapa yang mau jadi kaisar?" tanya Nero mencoba membantah.

"Anakku, jika kau jadi kaisar maka kau bisa melakukan banyak hal untuk rakyat Romawi. Kau juga masih bisa bermain musik namun negara lebih membutuhkanmu. Kau tak mau kan jika Britannicus yang jadi kaisar?"

Meskipun tak punya impian jadi kaisar, namun Nero juga tak ingin agar saudara tirinya yang jadi kaisar. Sang ibu memang cukup memanjakannya daripada Britannicus, tapi kadang Claudius lebih memihak pada darah dagingnya sendiri.

"Aku tak suka Britannicus, orang-orang bilang ibunya pelacur kan?" kata Nero dengan polos.

"Ya, tapi jangan membicarakan itu lagi, nanti kaisar marah."

Menjelang dewasa, Claudius dan Agrippina merencakan pernikahan Nero. Bukan orang luar, mereka ingin menikahkan Nero dengan saudara tirinya sendiri yaitu Claudia Octavia, kakak dari Britannicus.

"Mengapa harus dengan dia?" tanya Nero yang saat itu baru berusia 16 tahun.

"Menjaga garis keturunan kaisar. Lagipula aku lihat Octavia adalah gadis yang baik dan penurut. Ia pasti bisa jadi istri yang baik untukmu," kata Agrippina.

"Dia membosankan," kata Nero.

Meskipun tak suka, Nero akhirnya harus menikah juga dengan Octavia. Gadis itu sudah mengenal Nero dan ia sama sekali tidak memiliki ambisi apapun. Octavia seharusnya jadi istri yang ideal bagi seorang calon kaisar karena perilakunya yang penurut, namun tidak untuk Nero.

Tak peduli telah menikah, Nero mencari kebahagiaan di tempat lain. Ia sering mengabaikan istrinya yang menurutnya membosankan itu. Tak hanya bermain dengan wanita, Nero juga dikabarkan suka berhubungan sejenis.

Selain bersenang-senang, Nero juga meneruskan hobinya di bidang musik. Ia kerap tampil di pertunjukan baik itu bermain lira, menyanyi atau pun bermain drama.

Tingkah laku Nero sampai juga di telinga Kaisar Claudius. Sebagai ayah angkatnya, ia tentu menaruh perhatikan pada Nero. Walaupun sejak awal Claudius kurang menyukainya. Di pandangannya, Nero seorang remaja yang hanya suka bersenang-senang dan bermain musik, tak pantas menjadi penerusnya.

"Perhatikan anakmu itu. Bukannya ia murid dari Seneca? Mengapa tingkahnya seperti itu?" kata Claudius memperingatkan Agrippina.

"Nero?"

"Ya, siapa lagi.. dia bertingkah seperti seniman yang tak punya tujuan, bukan seperti anak kaisar. Jika ia terus seperti itu, mungkin aku berpikir lagi untuk menjadikannya penerus. Britannicus sepertinya lebih penurut," kata Claudius.

Mendengar itu Agrippina merasa kecewa. Ia sudah sejauh ini, dan menjadikan anaknya sebagai kaisar adalah impian terakhirnya setelah menjadi permaisuri.

Ingin melihat Nero di rumahnya, ternyata sang anak malah tak ada. Para pelayan menyebutnya sedang pergi ke tempat pertunjukan. Ia tampil sebagai bintang di sana, menyanyi di panggung di hadapan banyak orang.

Sang istri sendiri, Octavia terlihat tak melakukan apa-apa di rumahnya.

"Kau belum hamil?" tanya Agrippina.

Octavia menggeleng. Sudah hampir setahun mereka menikah, namun tak ada tanda-tanda ia hamil.

"Mana Nero?" tanya Agrippina yang tak melihat sosok anaknya.

"Ia pergi sedari pagi tadi.." ujar Octavia sambil menunduk.

"Sebagai istri, kau seharusnya bisa membahagiakannya di rumah. Jangan hanya pasif!"

Octavia yang masih remaja itu kemudian menangis.

"Aku dengar Nero berhubungan dengan wanita lain.. dia sama sekali tak menyukaiku. Dia bilang aku tak akan bisa hamil."

Gadis itu menangis tersedu-sedu.

Setelah mengetahui permasalahan anaknya dengan sang istri, Agrippina mencoba mencari tahu siapa wanita lain yang sedang dekat dengan Nero. Ditugaskannya beberapa orang kepercayaannya untuk mengawal Nero sekaligus mengawasinya.

Tak butuh waktu lama, pengawal itu memberikan informasi pada Agrippina.

"Nero menjalin hubungan dengan seorang wanita bebas, Claudia Acte," kata pengawal itu.

Sebelum Agrippina melakukan sesuatu untuk memperingati perilaku Nero, sang suami tiba-tiba menderita sakit. Ia pun kemudian fokus untuk menemani kaisar yang sedang sakit.

"Aku sudah membawa tabib terbaik," ujar Agrippina.

"Kau senang aku sakit?" tanya Claudius.

"Tidak.. aku istrimu. Jangan penuh curiga seperti Caligula, kau pikir aku mau meracunimu? Apa aku terlihat sejahat itu?"

"Kau harus membimbing Nero jika ia jadi kaisar.. sepertinya ia sama sekali belum siap."

"Jangan khawatir, aku akan selalu berada di sampingnya."

Claudius akhirnya meninggal dunia karena sakit. Agrippina malah merasa lega akan kematian suaminya. Setidaknya sang suami belum beralih menunjuk Britannicus sebagai penerusnya. Jadi Nero-lah yang akan menjadi kaisar.

Sikapnya yang tak terlalu sedih itu membuat rumor bahwa ia meracuni suaminya sendiri karena ingin Nero bisa segera menjadi kaisar. Namun tak ada yang bisa membuktikan kebenaran rumor itu.

Tanpa persiapan yang matang, Nero akhirnya diangkat menjadi kaisar pada usianya yang baru 17 tahun. Saat ia sendiri sebenarnya tak ada keinginan untuk menjadi seorang kaisar.

"Jangan mengecewakan ibu," kata Agrippina memperingatkan.

"Kau hanya memikirkan impianmu sendiri," kata Nero.

"Apa? Sejak kecil ibu selalu memberikanmu semua yang terbaik. Apa lagi yang kau mau?"

"Baiklah, aku dengan senang hati menjadi kaisar. Tapi jangan berharap banyak.."

Nero bergegas meninggalkan ibunya. Kepribadian yang berbeda dari ibunya itu membuatnya tak bisa mengerti tentang ambisi ibunya soal memimpin Romawi.

Sementara itu Agrippina terus mengawasi anaknya. Meskipun anaknya sudah jadi kaisar, ia ingin mengendalikannya.

"Nero masih 17 tahun, aku belum bisa mempercayainya. Aku harus bisa mengendalikannya, ia tak boleh berbuat seenaknya