Chereads / Agrippina, Sang Maharani / Chapter 3 - Meninggalnya Drusilla

Chapter 3 - Meninggalnya Drusilla

[Kisah ini sebagian berdasarkan sejarah kekaisaran Romawi abad ke-1 Masehi]

38 Masehi, Roma.

"Drusilla hamil dan Caligula memaksanya menceraikan suaminya. Ini benar-benar hal yang buruk," kata Agrippina.

"Untuk apa kau mengurusi mereka hah? Biarkanlah kaisar kita berbuat gila sendirian. Tak perlu ikut campur," kata Domitius.

Dilepaskannya mulut sang bayi dari puting susunya. Bayi Lucius sudah kenyang dan dia pun terdiam, matanya kemudian terpejam.

Ia berganti baju, memakai palla yang panjang.

"Kau mau kemana?"

"Ke rumah Drusilla."

"Kubilang jangan ikut campur urusan mereka. Uhuk...uhuk," kata Domitius yang kemudian terbatuk-batuk. Sudah beberapa hari ini ia merasa dadanya sakit dan sering batuk.

"Dia saudariku, aku berhak ikut campur urusannya. Kau istirahatlah.. jangan lupa perhatikan pengasuh itu. Jangan sampai mereka mencelakai Lucius lagi."

Domitius terdiam tak menjawab perkataan istrinya, ia sibuk mencari botol obat yang diberikan tabib.

Keluar dari rumah, Agrippina mendapatkan kabar bahwa Drusilla saat ini sedang sakit. Saat itu di Roma memang banyak warga yang juga sedang terserang wabah penyakit. Tak sedikit yang kemudian meninggal karena penyakit itu.

Agrippina naik kereta kuda ke area Palatine Hill, ke rumah Drusilla yang tak jauh dari tempat tinggal Caligula.

Di dalam kamar, Drusilla tampak terbaring lemah. Wajah cantiknya terlihat pucat dengan mata yang setengah terpejam. Beberapa orang pelayan menemani di samping kanan-kirinya.

Masuk ke dalam kamar, Agrippina terhenti di depan beberapa pengawal.

"Siapa?" tanya Drusilla dengan suara lemah.

"Aku saudarimu, Agrippina."

Perut Drusilla saat itu sudah membesar, namun penyakitnya itu membuat wajahnya pucat. Ia tak enak makan, hanya makan bubur sedikit saja.

"Jangan mau menikah dengan Caligula.." kata Agrippina.

"Aku sedang sakit, dan kau berbicara tentang itu.." kata Drusilla.

"Aku juga mengkhawatirkanmu. Aku ingin kau lekas sembuh, tapi tetap jangan menikahi Caligula... dan bayi di kandunganmu itu, jika itu anaknya maka ia bisa terlahir seperti monster. Kau tahu cerita itu kan?"

Di Roma, sejak lama hubungan inses memang hal yang tabu. Anak-anak dari hubungan sedarah itu dipercaya akan lahir seperti monster, yang sebetulnya terlahir cacat.

"Dia bukan anaknya, tapi Caligula ingin mengadopsinya jika ia laki-laki," ujar Drusilla dengan tegas.

"Mengadopsi? Hah... aneh sekali, seharusnya dia menikah dan punya anak sendiri."

Agrippina tahu jika anak itu diadopsi berarti ia nanti bisa jadi penerus kaisar. Ia tak menyukai ide itu. Seharusnya anaknya, Lucius, yang diadopsi oleh Caligula. Sayangnya hubungannya dengan saudaranya itu kurang baik.

Tak lama, Caligula datang ke sana. Ia pun bertemu dengan Agrippina di kamar Drusilla. Sang kaisar terlihat tak suka ada Agrippina di sana.

"Mengapa kau di sini?"

"Aku menjenguk saudaraku, seperti halnya dirimu," kata Agrippina.

"Pergilah, sebaiknya kau menjauh dari Drusilla," kata Caligula.

"Ada apa denganmu? Aku bukan penyihir yang akan mencelakainya.. kaulah yang bisa mencelakainya karena ulahmu sendiri."

"Pengawal, bawa wanita ini pergi!" Caligula terlihat geram. Ia terlihat sudah tak percaya lagi pada Agrippina. Rumor tentang ada yang meracuninya serta sifat ambisius Agrippina membuatnya menjadi paranoid pada saudaranya sendiri.

Dua orang pengawal kaisar kemudian membawa paksa Agrippina dari sana. Ia kemudian didorong terjatuh di pinggir jalan. Beberapa warga melihat kejadian itu dan mulai berbisik-bisik.

"Itu Agrippina, aku dengar dia saudara kaisar yang jahat. Dia yang meracuni kaisar.." kata seorang pedagang roti pada pembelinya.

Agrippina segera bangun, membersihkan baju mewahnya yang penuh dengan debu. Menoleh dengan tatapan tajam kepada orang-orang yang membicarakannya.

"Mereka mengiraku sejahat itu? Apa aku perlu untuk benar-benar jahat..."

Pengawal yang biasa menjaganya kemudian menghampirinya.

"Kaisar menyuruh kami berhenti mengawalmu. Kau bisa pulang sendiri, tanpa kami."

"Baik, aku tak butuh kalian.."

Ia berjalan melewati orang-orang yang memandangnya dengan tatapan sinis. Suara orang yang bergosip itu cukup keras sampai ke telinganya. Pandangan orang-orang kepadanya ternyata cukup buruk. Agrippina sendiri baru mengetahui hal itu.

"Benarkah aku sejahat itu?" ujar Agrippina dalam hatinya. Semua yang rumor yang dikatakan oleh para warga itu dilebih-lebihkan. Meskipun ambisius, namun sejauh ini ia belum pernah pergi ke tukang sihir untuk mencelakai saudaranya sendiri.

Sampai di rumahnya sudah hampir senja, ia kelelahan karena cukup jauh. Baju mewahnya sudah penuh keringat dan debu.

Ia menghabiskan malam itu dengan sang bayi. Sementara suaminya yang sudah tua itu malah memilih keluar malam, menemui teman-temannya.

Selama beberapa hari itu, keadaan Drusilla semakin memburuk. Caligula sudah mengerahkan para tabib untuk kesembuhannya namun kondisinya malah semakin parah.

"Apa kerja kalian? Sebegitu bodohkah para tabib di negeri ini sampai tak ada yang bisa menyembuhkannya?" Caligula marah melihat saudari kesayangannya itu tergolek sakit, apalagi ia sedang hamil.

"Bagaimana dengan bayinya?" tanya Caligula.

"Ia dalam keadaan lemah, jika ibunya tak selamat maka bisa jadi bayinya juga tak akan selamat," kata seorang tabib.

Drusilla kemudian meninggal pada 10 Juni 38 M. Ia meninggal bersama bayi yang sedang dikandungnya. Caligula sangat bersedih, ia kemudian memberikan penghormatan dengan pemakaman yang megah.

"Umumkan Drusilla sebagai seorang Dewi, dia Diva Drusilla," kata Caligula saat menghadiri rapat senat.

"Aku juga ingin membangun kuil khusus untuknya. Ini permintaan pribadiku, tapi kalian harus menurutinya jika tak mau celaka," imbuh Caligula.

Seorang senat kemudian berdiri, "Kau berlebihan, dia bahkan bukan istrimu. Membangun kuil itu butuh biaya, kita tak perlu menurutinya. Ini bukan urusan negara. Aku tak setuju dengan usulan kaisar."

"Kau, aku tahu kau salah satu senat yang menjebloskan ibuku ke penjara. Sekarang kau berani menentang kebijakanku yang hanya ingin mendirikan kuil untuk saudaraku," Caligula berkata menantang sambil tersenyum pada senat itu.

Senat itu menjadi takut, ia kemudian memilih untuk duduk dan tak melawan lagi.

"Satu lagi, aku ingin seminggu ini jadi masa berkabung, tak boleh ada kegiatan dan pertunjukan."

Para senat hanya bisa berbicara dan mengumpat di belakang. Mereka menuruti saja kemauan dari Caligula yang cukup berlebihan itu.

Sementara itu Agrippina bahkan tak bisa datang ke pemakaman saudaranya. Caligula tak membiarkannya berada di dekat istana dan bahkan ada saja yang menuduh bahwa Agrippina yang menyebabkan saudaranya itu tewas.

"Aku berdoa pada dewa dan dewi agar kaisar bodoh dan penakut itu bisa segera hancur. Aku tak peduli ia saudaraku lagi... orang-orang bahkan sudah mengatakan akulah penjahatnya," ujar Agrippina di samping sang bayi yang baru tidur di tengah malam.

"Kau tak akan berhasil jika hanya berdoa saja, jika ingin membunuhnya. Bunuh saja... ada banyak cara," kata sang suami. Malam itu ia tak pergi ke luar seperti biasanya karena dadanya sakit lagi.

"Aku harap ada cara lain, aku tak mau mengotori tanganku dengan darah saudaraku sendiri."