Chereads / Agrippina, Sang Maharani / Chapter 2 - Lahirnya Lucius Domitius Ahenobarbus

Chapter 2 - Lahirnya Lucius Domitius Ahenobarbus

Bayi laki-laki itu lahir pada 15 Desember tahun 37 Masehi di Antium, 51 kilometer dari pusat Roma. Mendapatkan seorang bayi laki-laki membuat Agrippina gembira luar biasa. Harapannya terwujud dengan adanya bayi laki-laki, sang anak bisa menjadi pemimpin, bukan hanya pendamping seperti dirinya.

Setelah sembilan hari kelahirannya, bayi laki-laki yang terlihat sehat itu kemudian diberi nama. Namanya belakangnya mengikuti nama sang ayah, Lucius Domitius Ahenobarbus.

Dalam hatinya, Agrippina merasa lebih senang jika sang anak bisa punya nama belakang Augustus, kaisar Romawi yang disegani. Namun itu tak akan mungkin jika ia tak menikah dengan para lelaki keturunan Augustus, yang bukan lain adalah saudara-saudara dan kerabatnya sendiri.

"Selamat atas kelahiran bayi laki-lakimu, seorang keturunan Augustus," ujar seorang rekan.

"Terima kasih, tapi aku ragu dengan anak ini.." kata Domitius.

"Ada apa? Sepertinya bentuk wajahnya mirip denganmu.. haha" ungkap rekannya.

"Dia akan membuat masalah, dia akan menjadi masalah nanti.."

"Seperti dirimu? Tak akan kubiarkan," kata Agrippina menatap sinis pada sang suami

"Domitius kecil, haha...," rekannya itu terus saja tertawa melihat pasangan yang tak akur itu memiliki seorang bayi.

Hubungan Agrippina dan sang suami tak begitu baik. Seperti kebanyakan pasangan kelas atas di Romawi, pernikahan mereka sama sekali tak didasarkan atas rasa cinta. Tak heran jika perselingkuhan banyak terjadi, baik itu dari pihak wanita atau pun pria. Agrippina sendiri tak begitu peduli dengan sang suami. Semua kebutuhan sudah dipenuhi pelayan.

Pernikahannya di usia 13 tahun itu bukan hal yang indah untuk diceritakan. Ia saat itu harus menikahi seorang pria tua dengan usia 44 tahun. Apalagi sekarang, sang suami sudah melewati kepala lima, namun tetap bertingkah jika sudah keluar rumah.

Sementara Agrippina sibuk dengan bayi kecilnya, Caligula malah sedang sakit di istana. Ia mulai sakit sejak bulan Oktober, namun belum pulih juga. Banyak yang menyebutkan bahwa ia terkena penyakit "Demam Otak".

Awalnya kepalanya terasa sakit sekali, selanjutnya ia pingsan. Caligula lalu tak bisa bangun dan hanya terbaring saja di tempat tidur. Para tabib terbaik didatangkan ke Roma, namun mereka tak mengetahui dengan pasti apa jenis penyakinya.

"Kaisar belum bangun juga, jangan-jangan ia diracun atau terkena sihir," ujar Macro, kepala penjaga kaisar.

"Kita tak bisa asal menuduh," ujar Claudius.

"Kau yang paling berkuasa sekarang, kau senang?" tanya Macro.

"Aku bukan orang seperti itu. Aku akan selalu mendoakan dan mengusahakan agar Kaisar bisa segera bangun."

Saat Caligula sakit, kepemimpinan negeri dijalankan oleh konsul dan senat. Claudius merupakan pribadi yang senang berdiplomasi. Ia tak terlalu ambisius, namun bukan berarti ia tak senang jika bisa jadi orang yang paling berkuasa di Romawi.

Dalam keadaan tak sadar, Caligula terus teringat-ingat tentang kehidupan pahitnya saat masih kecil sampai remaja. Semuanya menjadi kelam saat ayahnya meninggal, ia terpisah dari ibu dan saudara-saudaranya. Diasingkan jauh dari Roma. Kemudian menjadi budak tak berdaya untuk Tiberius di Capri.

Suatu sore, Caligula akhirnya terbangun. Kondisi tubuhnya menjadi lebih baik. Para tabib menyarankan agar ia tetap beristirahat sebelum benar-benar pulih.

Agrippina yang menggendong bayinya datang ke istana. Ia mendapatkan kabar jika Caligula sudah bangun.

"Baguslah, kau sudah baikan," kata Agrippina.

"Siapa bayi itu?" tanya Caligula.

"Anakku.. dia lahir bulan lalu, namanya Lucius," kata Agrippina.

"Laki-laki?" tanya Caligula.

Agrippina mengangguk.

Perasaan Caligula tak enak melihat anak bayi laki-laki yang bukan anaknya berada di istana. Ia menjadi berprasangka buruk dan takut yu, merasa bahwa Agrippina berniat jahat padanya.

"Pergi.. bawa pergi bayimu itu," kata Caligula. Wajahnya penuh keringat dan masih pucat.

"Kau masih sakit?" tanya Agrippina.

"Pergi!" teriak Caligula.

Kaget, bayi digendongannya itu menangis. Agrippina tak mengerti mengapa Caligula bersikap seperti itu. Sebelumnya ia tak pernah berteriak pada saudara-saudaranya.

"Apa dia takut padaku? Atau pada bayiku," tanya Agrippina dalam hati. Ia sebenarnya senang Caligula tak berdaya. Selama ia sakit, tak ada pesta amoral lagi di istana.

"Anakku nanti harus dapat guru terbaik. Ia juga harus sehat dan tak sakit-sakitan seperti Caligula," ujar Agrippina menatapi bayi yang digendongnya. Namun bayangan sang suami yang menyebalkan itu muncul di wajah anaknya. Agrippina kembali memalingkan wajah, ia tak suka melihat ada suaminya di anaknya.

"Mengapa ia mirip dengan suamiku, bukan dengan aku."

Di istana, Drusilla datang juga mendengar Caligula sudah siuman. Ia membantu Caligula untuk membersihkan dirinya.

"Hanya kau yang bisa kupercaya," ujar Caligula sambil memegang tangan Drusilla.

"Aku? Aku hanya wanita lemah yang tak bisa apa-apa," kata Drusilla.

"Ya, aku butuh seseorang sepertimu di sampingku. Bukan perempuan seperti Agrippina," ujar Caligula lagi.

"Ada apa dengan Agrippina, dia baru saja memiliki bayi kan?"

"Aku dengar dia yang menyebarkan rumor kita melakukan hubungan terlarang sampai warga turun ke jalan. Ada juga yang bilang aku sakit karena diracun. Tapi tak ada yang tahu siapa yang meracunku."

"Aku juga mendengarnya, kau mencurigainya?"

"Aku tak tahu, ada banyak orang yang ingin menjadi kaisar kan?"

Tak sedikit orang yang percaya bahwa penyakit yang diderita oleh Caligula saat itu disebabkan oleh racun yang diberikan oleh orang yang tak menyukainya. Para tabib sendiri tidak membenarkan hal itu walaupun mereka juga sulit untuk menentukan jenis penyakitnya dan cara mengobatinya. Kesembuhan Caligula sendiri bisa dianggap keberuntungannya.

Beberapa minggu kemudian, Caligula kembali memakai baju toga kaisar. Menghadiri pertemuan dengan senat sebagai seorang kaisar yang baru pulih dari sakitnya. Sebagian senat tak senang melihat kesembuhannya.

"Aku dengar pembangunan jalan tidak dilanjutkan sejak aku sakit."

"Keuangan kita tak cukup," kata Claudius.

"Aku ingin pajak dinaikkan lagi."

"Kau sudah menaikkannya beberapa waktu lalu," kata seorang senat tampak tak setuju.

"Aku mau menaikkan lagi. Orang-orang kaya dan para pejabat perlu membayar pajak lebih tinggi. Jalan yang kita bangun juga penting untuk rakyat."

Para senat saling berpandangan. Sebagian besar merasa keberatan dengan kebijakan yang diusulkan oleh Caligula.

"Aku masih menyimpan tulisan Tiberius tentang kalian. Jangan sampai aku mengeluarkannya. Tapi terserah kalian mau setuju atau tidak."

Sebelumnya Caligula tak mau mengancam para senat dengan kejahatan masa lalu mereka yang ditulis pada masa Tiberius. Tapi sekarang berbeda, ia mulai terdesak karena ingin terus melakukan pembangunan walaupun Roma tak punya banyak uang.

Mendengar ancaman Caligula, para senat akhirnya memilih berdiri, setuju dengan kebijakan baru Caligula untuk mengambil pajak lebih tinggi.

"Aku juga ingin membangun kapal. Aku ingin Roma memiliki kapal mewah," ujar Caligula.

Claudius terkejut mendengarnya. Ia tak bisa menerima usulan dari kaisar yang juga keponakannya itu.

Setelah sembuh dari sakitnya, Caligula terlihat lebih berani. Bukan hanya ingin pembangunan yang lebih besar namun ia juga lebih kejam kejam dari sebelumnya.

Sebagian warga mulai tak menyukainya, apalagi banyak yang kemudian dipaksa menjadi budak untuk melancarkan pembangunan. Agrippina mendengar hal itu, ia semakin senang jika orang-orang tak menyukai Caligula.

"Saat orang-orang tak menyukainya, berarti saat itu ada kesempatan untuk menjatuhkannya."

Bersama Livilla, Agrippina kerap mengunjungi Caligula di istananya. Hanya untuk sekedar makan bersama atau menghadiri pesta. Mereka sendiri tinggal tak jauh dari sana bersama suami masing-masing.

Seperti hari itu, mereka makan malam bersama. Kali ini tanpa Drusilla karena ia dikabarkan sedang tak enak badan.

Mereka semua berbaring, dengan meja persegi yang penuh dengan makanan. Ada banyak buah-buahan, mulai apel, delima, anggur, dan kurma.

"Mengapa kau di sini? Kau seharusnya bersama dengan bayimu.."

"Ia bersama pengasuhnya, aku ingin melihat keadaanmu."

"Tak perlu mengkhawatirkanku. Drusilla sudah sering ke sini. Ah, kudengar kau menahan dua orang pengasuh bayimu?" tanya Caligula.

"Mereka tidak becus bekerja, anakku jadi sering menangis."

Caligula tersenyum mendengarnya. Ia mulai meminum mulsum(wine dan madu) dari gelas di depannya.

"Aku dengar Drusilla hamil? Itu bukan anakmu kan?" tanya Agrippina penasaran. Ia tahu Caligula dekat dengan Drusilla namun ia tak yakin mereka pernah melakukan hubungan intim sejauh itu.

"Aku ingin punya anak laki-laki," ujar Caligula membuat Agrippina terkejut.