Hari demi hari aku lalui dan berusaha untuk selalu tegar, walau terkadang rasa sakit itu menyerang dan rasanya sangat menyakitkan. Aku juga sudah mulai mengikuti arahan dokter untuk melakukan cuci darah walau ini belum tentu bisa membuatku sembuh total. Rasa sakit ini tak seberapa di bandingkan dengan rasa sakit yang saat melihat dhika begitu memperhatikanku dan memperlakukanku dengan sangat baik. Aku semakin tak ingin lepas dan jauh darinya.
Bagaimana kalau umurku tak panjang dan aku harus meninggalkan dhika? tuhan, aku mohon jangan biarkan itu terjadi.
Selain itu juga, aku sudah bekerja di café milik dhika untuk menambah-nambah keuanganku untuk berobat. Karena bagaimanapun juga cuci darah butuh uang yang tak sedikit.
Dan sudah beberapa hari ini aku sering mendapatkan bunga dan coklat yang entah siapa yang memberikannya. Awalnya aku pikir itu dhika, tetapi dhika tak mengakuinya. Dia malah terlihat santai saja, kira-kira siapa yang mengirimkan bunga dan coklat kepadaku hampir setiap hari ada di mejaku.
Aku masuk keruang senat, terlihat Dhika tengah fokus dengan laptopnya. aku beranjak memasuki ruang senat dan duduk di samping Dhika. "kamu udah makan siang?" Tanyaku
"belum sayang, tugas kuliah aku banyak banget. Jadi aku gak sempet makan siang" ujar dhika masih fokus dengan laptopnya.
"sudah ku duga, ini aku bawain kamu makanan. Dimakan yah" ujarku menyodorkan makanan padanya.
"gimana cara makannya sayang? kan kedua tangan aku lagi ngetik" ucapnya dengan polos
"bilang saja pengen disuapin" cibirku membuat dhika terkekeh
"tuh kamu bisa nebak sendiri" kekeh dhika. Akupun mulai membuka bekal yang tadi aku bawa buat dhika. Aku special masakin buat dia. Aku mulai menyuapi dhika.
"sayang, aku dapet bunga sama coklat lagi" ujarku seraya mengeluarkan coklat dan bunga dari tasku.
"Lagi?" Tanya dhika mengernyitkan dahinya dan aku mengangguk sebagai jawaban.
"iya,serius kan ini bukan kamu?" Tanyaku lagi sambil terus menyuapi dhika
"aduh sayang, berapa kali aku bilang. Itu bukan aku, gak ada kerjaan banget aku terus kayak gitu" ujarnya terlihat kesal
"ya siapa tau kan kamu mau ngasih aku kejutan dengan cara romantic" ujarku tak mau kalah
"ini bukan romantis sayang, aku bisa saja ngasih bunga sama kamu bahkan aku bawa sama akar-akarnya sekalian. Tapi aku gak mungkin so misterius kayak gini sama kamu, aku bisa langsung kasih saja sama kamu. Toh kamu gak bakalan nolak" jelas dhika dengan santai.
Benar juga apa yang dhika katakan, lalu siapa dong? "palingan itu fans kamu sayang, udah syukuri saja ada yang suka sama kamu. Yang penting dia gak macem-macem sama kamu. Karena kalau itu terjadi, aku gak akan tinggal diam" ujar dhika penuh penekanan "kalau cuma ngasih bunga dan coklat secara diem-diem, biarin saja. Nanti juga cape sendiri" Tambah dhika
"ya udah deh, kalau gitu coklatnya aku makan yah" ucapku hendak membuka bungkusan coklat tetapi langsung direbut oleh dhika membuatku mengernyitkan dahi.
"coklatnya biar aku saja yang makan, nanti kalau di jampi-jampi gimana?" ujar dhika santai dan aku langsung tertawa terbahak-bahak mendengar omongan konyolnya.
"masih musim gitu di jaman modern kayak gini" kekehku
"ya siapa tau kan sayang" jawab dhika santai dan aku masih terkekeh di buatnya.
Setelah mengerjakan tugas di ruang senat, kini aku dan dhika hendak pergi ke café karena aku harus bekerja. Langkahku terhenti saat seseorang memeluk tubuhku dengan erat. Aku merasa tubuhnya terguncang, aku terpekik kaget saat sadar ratulah yang memelukku dan menangis sejadi-jadinya di pelukanku.
"ratu, loe kenapa?" aku hanya bisa mengusap kepala ratu. Sedangkan dhika menatap heran kami.
"cinta pertama gue,, cinta pertama gue bertepuk sebelah tangan lita...hikzzzzz !!! dia mencintai gadis lain. Cinta yang gue pendam selama ini sekarang hancur berkeping-keping, cinta gue bertepuk sebelah tangan... hikzzzz... hikzzz... Dia nolak gue,,,,hikz" isak ratu sangat memilukan membuatku sangat iba, dia terlihat sangat tersakiti.
Apa ini karena kak angga?
"loe,,, loe mengungkapkannya?" Tanyaku berhati-hati dan ratu mengangguk sambil menangis tersendu-sendu. Ternyata benar, kak angga menolaknya. Ratu melepas pelukannya.
"disini sangat sakit, lita" ratu menunjuk dadanya sendiri membuatku tak tega melihat apa yang dialami oleh sahabatku.
"loe harus kuat ratu, ini bukan akhir dari segalanya. Mungkin untuk saat ini belum ada perasaan dihatinya, tapi siapa tau kedepannya" hiburku sambil menghapus air mata ratu
"gue gak tau, yang jelas gue trauma akan cinta. Rasanya kenapa sakit sekali? Loe bilang cinta itu indah" ujar ratu ditengah isakannya
"tidak selamanya cinta itu indah, ratu" kini dhika yang bersuara "kakak yakin, siapapun laki-laki itu. Dia pasti akan sangat menyesal karena sudah menolak gadis manis seperti kamu, si gator saja sampai tergila-gila sama kamu" hibur dhika membuat ratu sedikit terkekeh dan aku ikut tersenyum.
"cinta memang sangat sulit di tebak, tetapi hati ini hanya terpaku padanya" ratu menghapus air matanya.
"semuanya butuh waktu, loe sabar saja. Lagian kalau jodoh nggak bakalan kemana, kalau dia bukan jodoh loe, pasti loe bakalan dipertemukan dengan lelaki yang jauh lebih baik darinya" ujarku menghiburnya, ratu hanya menganggukan kepalanya
"curhatnya di lanjut di dalam mobil saja yuk, gak enak di liatin yang lain" ajak dhika membuatku melirik sekeliling dan benar saja banyak yang memperhatikan kami. Aku merangkul ratu dan membawanya menuju mobil dhika, diikuti dhika.
***
Aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku di cafe, dan bersiap untuk pulang. Saat keluar dari café, seseorang tengah menungguku sambil bersandar ke mobil sport miliknya. Senyuman manis bertengker di bibir seksinya, pandangannya terarah kepadaku. Dia adalah malaikat tanpa sayapku, siapa lagi kalau bukan tunangan tampanku.
Aku beranjak mendekatinya. "lama yah nunggu" ujarku saat sudah berada di hadapannya.
"lumayan" ucapnya. "kita pulang sekarang?" Tambahnya dan aku menganggukkan kepalaku.
Didalam mobil, kami tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun. Entah kenapa tiba-tiba saja hatiku merasa tak tenang.
"kamu kenapa sayang? kenapa cuma diam saja?" Tanya dhika memegang tanganku membuatku menatap ke arahnya. "kamu kelelahan yah" tambah dhika
"bukan, hati aku tidak tenang. Ada apa yah? Aku merasakan firasat buruk" ucapku mengungkapkan segala keresahan di dalam hatiku.
"mungkin itu hanya perasaan kamu saja sayang, jangan terlalu di pikirkan" dhika meremas tanganku yang ada di genggamannya.
Sesampainya di depan rumahku, seperti biasanya dhika mengantarku hingga depan pintu. Aku melihat masih gelap belum ada lampu yang dinyalakan, apa tante sedang keluar yah. Aku menekan knop pintu dan benar saja di kunci.
"ada apa sayang?" Tanya dhika, sepertinya dia menyadari aku ada masalah.
"pintunya dikunci, sepertinya tante sedang keluar" akupun mengeluarkan kunci duplikat yang selalu aku bawa. Kami berdua memasuki rumah yang masih gelap itu. Aku menekan saklar lampu.
" sepertinya tante kamu keluar dari tadi siang" ujar dhika membuatku mengangguk. Tetapi tidak biasanya tante belum pulang di jam seperti ini. apa firasatku ada hubungannya dengan tante? Ya tuhan, jangan sampai itu terjadi.
"dhika, aku semakin takut. Aku mencemaskan tante, tidak biasanya tante belum pulang sampai larut malam begini" ucapku mondar mandir dihadapan dhika yang tengah duduk diatas sofa karena khawatir.
"duduklah sayang, aku pusing lihat kamu mondar mandir kayak gitu. Aku yakin tante ratih baik-baik saja" ujar dhika "mungkin dia sedang mengantarkan kue pesanan ke pelanggannya" tambah dhika
"iya tapi tetap saja aku khawatir" ucapku semakin ngotot
Hingga tak lama terdengar ketukan pintu. "nah, itu pasti tante" ujar Dhika saat mendengar pintu diketuk. Kami berjalan menuju pintu dan membuka pintu, tetapi yang berdiri di luar pintu adalah dua orang laki-laki berseragam polisi. Kami sempat syok dan bingung. Apa yang terjadi?
"selamat malam, apa ini benar rumah ibu ratih?" Tanya seorang polisi membuatku semakin berkeringat dingin.
Aku tidak ingin mendengar kabar buruk lagi, tuhan. Jantungku berdetak semakin kencang, seakan hendak mendengar kabar buruk. Dhika yang menyadari kegugupanku maju selangkah sambil memegang erat sebelah tanganku.
"iya, kami keluarganya. Ada apa yah?" Tanya dhika dengan tenang
"kami mau memberitahu kalau ibu ratih menjadi korban tabrak lari tadi sore"
Deg... bagaikan di sambar petir di siang bolong, aku sampai terhuyung ke belakang kalau saja dhika tidak menahan tubuhku
"saat ini, beliau ada di rumah sakit AMI" tambah polisi itu
"dhik..." gumamku lirih, aku tak salah dengarkan? Tanteku, dia... ya tuhan tante. Aku merasa air mataku sudah luruh membasahi pipi.
"Kami akan segera kesana" ucap dhika dan kini tangannya merangkul tubuhku yang masih memandang kosong ke depan antara percaya dan tak percaya.
Kami sudah sampai di depan ruang ICU. Tanpa menunggu lama lagi, aku langsung menerobos masuk ke dalam ruangan. Aku terpekik saat melihat tante ratih terkulai lemah di atas brangkar dengan beberapa alat medis menempel di tubuhnya. Aku langsung mendekati tante sambil menangis. Aku tak tega melihat kondisi tante yang seperti ini, pantas saja sejak tadi perasaanku tak tenang.
Aku semakin histeris saat melihat luka tante yang cukup parah, beberapa perban terpasang di tubuh tante ratih. Dhika merangkul tubuhku dan mengusap lenganku seakan memberi kekuatan. Tante membuka matanya dan melihat ke arahku. "lita" ucap tante dengan lemah
"tante, kenapa jadi seperti ini? Apa yang terjadi?" Tanyaku di tengah isakanku
"tante tidak apa-apa sayang, jangan menangis" ujar tante berusaha tersenyum, aku tau tante tidak sedang baik-baik saja. "dhika" panggil tante
"iya tante" ujar dhika
"tante titip lita yah, jaga dan lindungi dia. Dia butuh kamu" ucap tante ratih membuatku semakin bertanya-tanya kenapa tante berbicara seperti itu.
"kenapa tante? Kan ada tante juga yang lita butuhin" ujarku
"tante tidak tau akan sampai kapan lindungi kamu. Dhika, tante percaya sama kamu. Tante yakin kamu bisa jaga dan bahagiakan lita" ucap tante ratih dengan lemah membuatku semakin tak paham dengan ucapan tante, aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya.
"iya tante, dhika janji akan menjaga dan membuatnya slalu bahagia. Tante tenang saja" ujar dhika tersenyum meyakinkan tante
"sayang, jangan menangis lagi nak" ucap tante mengusap tanganku.
"tante, jangan banyak bicara dulu. Lebih baik tante istirahat yah" ujarku tak ingin mendengarkan ucapan tante yang semakin ngawur. Tetapi tante ratih menggelengkan kepalanya.
"lita, tante mau menyampaikan sesuatu yang telah lama tante simpan"ujarnya
"dengar sayang, orangtua kamu sebenarnya masih hidup"
Deg...
a-apa yang baru saja aku dengar? Tante bilang orangtuaku masih hidup? Tapi bukankah...
Aku menatap tante ratih dengan tatapan penuh Tanya. "ma-maksud tante, it-" ucapku tergagap
"orangtua kamu sebenarnya masih hidup" ucap tante lagi dengan sangat pelan, bahkan hampir tak terdengar.
"tapi apa yang terjadi tante, bukan kah kata tante mereka sudah meninggal?" Tanyaku semakin bingung dan bertanya-tanya. Tetapi tante ratih tak menjawab, dia hanya bergumam dan membacakan ayat-ayat al-qur'an.
Tidak tante jangan sekarang, aku mohon jangan sekarang tante. Lita butuh tante,,, "tante, tante" ucapku terus memanggilnya karena ketakutan, tetapi semakin lama suara tante ratih semakin melemah dan menghilang bersamaan dengan matanya yang tertutup.
"tante,, jangan bercanda tante. Please" panggilku tetapi tidak ada respon apapun dari tante. Dhika berlari keluar memanggil seorang dokter.
Tak lama dokter datang bersama beberapa suster diikuti dhika. Dokter memeriksa kondisi tante ratih. Tuhan jangan ambil tanteku sekarang, aku masih sangat membutuhkannya tuhan... aku mohon...
"mohon maaf, tetapi tante anda sudah meninggal" jelas dokter. Aku tak mampu berkata apapun lagi. Tangisku semakin pecah, aku kehilangan tanteku.
"innalillahi wa'inailahi rojiun" gumam dhika.
"ini tidak mungkin"gumamku, Tubuhku terhuyung ke belakang, tetapi dengan sigap dhika menahannya. "dhik-" ucapanku tertahan seraya menatap dhika dengan tatapan terluka.
"kamu yang sabar yah sayang" ucap dhika memeluk kepalaku dan mengecupnya.
"tan-te,, dhik ini gak mungkin. Hikzzz.......!!!!!!" Tangisku pecah seketika. "hikz....hikzz....hikzzzz...." dhika memelukku dengan sangat erat dan membelai punggung dan rambutku.
"ikhlas sayang, ikhlasin tante ratih" bisik dhika tepat di telingaku.
"tapi dia orangtua yang aku miliki satu-satunya,, aku tidak punya siapa-siapa lagi...hikzzz" isakku di pelukan dhika.
"masih ada aku, aku disini untuk kamu" ucap dhika. "aku sudah janji dengan tante ratih untuk menjaga kamu selalu, dan aku akan tepati itu" bisik dhika
***
Tante ratihpun dikebumikan keesokan harinya di salah satu pemakaman umum di daerah Bandung. Makam tante ratih tepat bersebelahan dengan makam om ardi, suami dari tante ratih.
Ratu, serli dan geng brotherhood hadir dipemakaman ini. Tak ketinggalan orangtua dhika juga hadir, saat di kasih kabar semalam oleh dhika, mereka langsung menuju kota bandung. Termasuk orangtua serli dan ratu yang cukup dekat denganku dan tante. Dengan pakaian serba hitam dan kacamata hitam semuanya berada di sekeliling makam tante ratih.
Aku duduk tepat di samping batu nisan tante ratih sambil mengusap tanah merah yang menjadi tumpukan kuburan tante. Dengan tangis yang terus berurai membasahi pipiku. Kak Dewi duduk disampingku sambil merangkul bahuku. "hikz...hikzz... kenapa tante pergi secepat ini" isakku. Aku tak menyangka tante akan pergi secepat ini. Aku semakin ketakutan karena saat ini aku merasa sebatang kara. Serli, kak dewi dan ratu juga ikut menangis. Mereka bertiga cukup dekat dengan tante ratih.
Beberapa orang yang mengantar jasad tante ke pemakaman berpamitan meninggalkan pemakaman. Termasuk orangtua serli dan ratupun pamit dan memberi ucapan bela sungkawa kepadaku.
"ikhlasin tante kamu lita, dan maafkan semua kesalahannya" ucap dewi disampingku.
"tante gak pernah punya salah sama aku, yang ada aku yang selalu menyusahkan tante dan om...hikzz" isakku semakin menjadi.
"jangan bicara seperti itu, kakak tau tante ratih sangat menyayangi kamu selayaknya anaknya sendiri. Lebih baik kamu doakan tante kamu selalu, hanya itu yang dia harapkan saat ini" nasihat dewi membuatku mengangguk
"dhika, kamu lihat kondisi lita" ujar papi dhika, aku samar samar mampu mendengarkannya. "jangan sakiti dia, nak. Bahagiakan dia, dia butuh kamu. Papi harap kamu tidak akan main-main dan nyakitin lita, apalagi kamu sudah mengikat janji dengan wanita yang tidak pantas untuk kamu sakiti itu" tambah papi.
"aku tau pap, aku juga tidak punya niat atau pikiran untuk main-main dan nyakitin dia. Apalagi sampai berbuat konyol" ucap dhika penuh keyakinan membuatku merasa lega di dalam hati, setidaknya masih ada dhika yang saat ini menemaniku.
"Thalita sudah mengajarkan kamu untuk selalu menghargai semua yang kamu miliki sekarang, tidak semua orang seberuntung kamu, dhika. Mommy minta jadilah laki-laki yang bijak dan bertanggung jawab. Lindungi dan jaga thalita dengan baik dan tulus, oke jagoan mommy" ucap mommy
"iya mommyku yang cantik, dhika akan selalu ingat ucapan mommy. Lagian jagoan mommy dan papi ini sekarang sudah dewasa dan dhika tau mana yang harus dhika lakukan. Mommy dan papi tenang saja" jawab dhika penuh percaya diri
"sudah sana dampingi lita, dia butuh banget dukungan dari kamu" ucap papi aku merasa kak dewi melepas pelukannya dan beranjak, kini dhikalah yang duduk di sampingku sambil merangkul tubuhku.
"ikhlas yah sayang" bisik dhika membuatku mengangguk.
Cukup lama kami berada disini, akhirnya kami semua kembali kerumah tante ratih.
"lita sayang, kamu yang kuat yah nak" ujar mommy saat kami sudah berada di rumah tante, mommy dengan lembut menghapus air mataku dan mengecup keningku. Setidaknya aku masih memiliki mereka yang menyayangiku. "kamu tenang saja, mommy akan urus semua persiapan 7 harinya tahlilan tante kamu. Sekarang kamu istirahat yah, nanti malam mom dan pap akan datang lagi" tambah mommy
"terima kasih mom,," air mataku kembali mengalir terharu melihat kebaikan mommy dhika.
"ssttt,, sudah jangan nangis lagi" mommy kembali menghapus air mataku. Papi juga ikut menguatkanku. Dhika membawaku ke dalam kamarku.
"dhik, maksud ucapan tante kemarin apa yah? Apa benar kalau orangtua aku masih hidup?" Tanyaku saat sudah duduk di atas ranjang.
"bisa saja sayang, mungkin selama ini tante kamu merahasiakannya dari kamu" ucap dhika yang duduk di hadapanku
"tapi kenapa? Selama ini tante slalu bilang kalau orangtua aku meninggal karena kecelakaan" ucapku semakin bingung, tante selalu mengatakan kalau orantuaku sudah meninggal dunia.
"mungkin ada hal tertentu yang menyebabkan tante dan om kamu harus merahasiakannya dari kamu" ujar dhika
"tapi kenapa? Bahkan kalau mereka masih hidup, sekarang dimana mereka? Aku tidak punya info apapun. Jangankan foto mereka, namanya pun aku tidak tau" aku sungguh frustasi memikirkan semua ini. Bagaimana aku bisa menemui orangtuaku kalau aku saja tak tau mengenai mereka.
"sudah sayang, sekarang lebih baik kamu istirahat. Dari kemarin kamu nangis terus bahkan tidak tidur sama sekali, nanti kamu sakit lho sayang" ujar dhika lembut seraya membelai kepalaku dengan lembut.
***
Usai tahlilan, semuanya masih berkumpul dirumahku. Termasuk mommy dan papi dhika. Aku tak terlalu memperhatikan obrolan mereka, fokusku terus memikirkan ucapan tante ratih mengenai orangtuaku.
"lita kamu harus ikhlas yah, dan kamu gak usah khawatir. Disini masih ada mommy dan papi sebagai orangtua kamu" ujar mommy menyadarkanku, aku hanya bisa tersenyum kecil menanggapinya.
"iya lita, disini juga masih ada sahabat-sahabat loe. Loe jangan takut, kita ada disini untuk loe" ucap serli yang duduk di samping kak daniel
"jangan diratapi terus yah tha, kasian tante kamu" ujar kak dewi
"lita, gue juga pernah ada diposisi loe. Kehilangan sosok yang sangat kita sayangi dan banggakan" ujar irenne dengan tangisannya. " Tapi gue gak pengen buat meratapinya terus, gue akan tetap riang dan ceria sesuai permintaannya. Karena terkadang kenyataan yang sebenarnya itu, tidak seperti apa yang kita bayangkan" jelas irenne menghapus air matanya. Ucapan Irene benar adanya, tapi apa aku mampu? Bahkan saat inipun keadaanku sedang sekarat, mampukah aku melewatinya sendiri tanpa ada tante.
"kamu benar honey,, lita loe harus bisa terima ini semua dengan ikhlas dan lapang dada. Gue yakin, dibalik semua ini akan ada hikmahnya" ujar kak seno
"inget sayang, allah itu maha tau. Dan allah lebih tahu mana yang terbaik untuk umatnya" ujar dhika yang duduk di sampingku
"kita gak berhak mempermasalahkan tuhan atas apapun yang terjadi pada hidup kita" ujar ratu
"aku setuju dengan ucapanmu, manis" ujar okta seraya mengedipkan sebelah matanya ke ratu membuat ratu memutar bola matanya malas. Okta memang selalu meramaikan suasana.
"dasar aligator, orang lagi mellow dan serius juga" gerutu irenne membuat yang lain terkikik.
"ikhlasin yah tha, kasian nanti tante kamu terbebani jalannya" ujar Daniel karena aku kembali masih menangis.
"tunjukin sama tante ratih, kalau loe anak yang patut dibanggakan. Keinginan tante ratih hanya melihat loe bahagia dan tercapai semua keinginan loe. Bukankah loe pengen jadi seorang dokter, buktikan semua itu, tante pasti bahagia melihatnya dari sana" ucapan serli membuatku semakin menangis terisak.
Bagaimana aku bisa menggapai cita-citaku, sedangkan saat ini aku sedang sekarat.
"kamu wanita yang tangguh, aku yakin kamu akan tegar" ujar kak angga
"tuh dengerin sayang, benar kata yang lainnya. Thalita yang selama ini aku kenal itu wanita tangguh dan kuat" kata dhika membuatku menatap manik mata dhika dan yang lainnya dengan mata yang masih sembab dan berkaca-kaca.
"Makasih ya semua, kalian udah bantu nyadarin dan support aku, aku gak tau kalau gak ada kalian" ujarku lirih dengan tersenyum kecil.
"tidak masalah tha, kita kan memang harus saling membantu" ucap kak daniel
"kita akan selalu ada buat kamu, bukankah kita ini brotherhood" ujar kak dewi dengan senyumannya
"nah bener tuh !! so do not ever cried again, oke" ujar okta semangat
"tentu, jangan ada air mata lagi" dhika menghapus air mataku dengan lembut
"tante ratih hanya butuh doa, bukan tangisan" tambah dhika membuatku tersenyum.
***
Mommy dan papi dhika sudah pulang, sedangkan brotherhood menginap disini. Para laki-laki tidur diruang tengah rumahku, sedangkan yang perempuan tidur dikamarku. Ini sudah tengah malam, tetapi aku masih belum bisa tidur. Sedangkan semuanya sudah terlelap, Aku beranjak keluar kamar menuju kamar tante ratih. Aku menatap setiap sudut kamar tante yang terlihat sangat rapi dan bersih. Aku berjalan dan duduk disisi ranjang sambil mengusap tempat tidur yang selalu tante tempati. Kenapa tante ninggalin lita secepat ini? Apa yang harus lita lakukan selanjutnya tante? Lita sangat takut, lita takut menghadapi penyakit ini sendirian. Lita takut tidak akan sanggup bertahan lagi. Air mataku kembali luruh saat mengingat masa-masa kecilku bersama tante dan omku. Masa dimana aku begitu bahagia dan tak pernah ada luka.
"kenapa? Kenapa sekarang, tante? Hikzz...." Tangisku kembali pecah. "lita takut tante...." Gumamku semakin bergetar.
Aku tak sanggup menanggung semua ini sendirian, aku takut menghadapi semua ini sendiri. Selama ini tante dan om lah yang selalu menguatkanku. Bahkan saat aku terjatuh dan menangis, kalianlah yang menompangku dan menolongku. Sekarang aku sendiri, aku takut !! Sangat takut.
Cukup lama aku menangis terisak, hingga akupun beranjak hendak keluar. Tetapi pandanganku menangkap sesuatu di bawah ranjang. Apa itu yah, Karena penasaran, aku mengambil kotak dus berukuran besar itu keluar. Banyak sekali debu yang menempel disekitar kotak itu. Aku membuka kotak itu dan ternyata beberapa baju bayi, dan album foto. Aku mengambil dan membuka album foto itu. Ternyata itu foto tante dan om saat masih berpacaran, mereka terlihat cantik dan tampan. Lucu sekali, gerakanku terhenti saat melihat foto tante dan om bersama dengan seorang lelaki dan seorang perempuan. Dibawahnya terdapat nama orang yang ada di foto. Pramudya Casandra dan Salma Alwiyah. Nama belakangnya sama seperti namaku, Thalita putri casandra.
Putri casandra....!!! Apa jangan-jangan dia.....!!
Aku kembali memeriksa kotak itu, hingga mendapatkan sebuah kotak kecil berwarna coklat. Saat aku buka kotak itu, terlihat jelas sebuah liontin cantik tersampir disana. Aku mengambilnya dan membuka liontin itu, didalamnya terdapat foto seorang bayi cantik, dan terdapat tulisan Thalita Putri Casandra.
Deg... ini maksudnya apa? kenapa ada namaku tertulis disini? Aku segera beranjak keluar kamar tante ratih, aku menuju ke arah dhika yang terlihat masih mengobrol dengan kak daniel diruang tengah.
"sayang, kamu belum tidur?" Tanya dhika saat melihatku menghampirinya sambil menangis.
"dhik...." aku tak menjawab pertanyaan dhika saking syoknya.
"ada apa?" Tanya dhika menghampiriku. Aku langsung menarik tangan dhika menuju kamar tante ratih. Aku menunjukkan semua yang aku temukan di dalam kotak itu. "berarti ini petunjuknya sayang, kita bisa mencari orangtua kamu lewat nama mereka" ucap dhika membuatku memperhatikannya.
"dhika benar, laki-laki dan perempuan disebelah tante dan om kamu ini aku rasa orangtua kandung kamu lita" ujar kak daniel
"dan pakailah liontin itu, itu petunjuk kamu untuk bertemu kembali dengan orangtua kamu" ujar dhika seraya memasangkan liontin itu di leherku.
"kita akan bantu kamu cari keberadaan orangtua kamu, lita" ujar kak Daniel
"terima kasih yah kak, terima kasih yah sayang" aku tersenyum ke arah kedua laki-laki di hadapanku ini.
"apapun itu, akan aku lakukan asal bisa membuatmu seneng" ujar dhika membuatku semakin bahagia mendengarnya, dhika menghapus air mataku, membuatku memegang tangan dhika yang berada dipipiku. Aku sangat beruntung memilikimu, dhika. "ayo tidur sudah tengah malem" bujuk dhika
"aku ingin tidur disini, aku ingin merasakan aroma milik tante" ucapku membuat dhika mengangguk. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang, dan dhika menyelimuti tubuhku hingga batas leher.
Dhika duduk di sisi ranjang sambil mengusap kepalaku dengan lembut. Perlakuan lembut dhika, membuatku perlahan mengantuk dan memejamkan matanya. Aku belum benar-benar tertidur hingga aku mendengar ucapan dhika. "aku tidak akan biarkan kamu menangis lagi" aku merasa sesuatu yang kenyal mengecup keningku.
***