Chereads / STAY WITH ME (Dhika-Lita) / Chapter 9 - 8. Flashback - Konflik

Chapter 9 - 8. Flashback - Konflik

Setelah kejadian itu, aku mulai akrab dengan Brotherhood kecuali kak Dhika dan kak Elza.

Dan masalahpun mulai bermunculan, karena Gilang kekasih Chacha sering menghubungiku dengan menanyakan beberapa hal yang tak penting membuatku merasa tak nyaman. Dan Chacha semakin menjadi, bahkan aku pernah memergokinya merokok bersama kekasihnya itu yang begitu Chacha cintai.

Hingga suatu hari Chacha datang dengan wajah yang cemberut. Dia terlihat tak bersemangat. Semua sahabatnya menanyakan apa yang terjadi tetapi dia malah menatap tajam padaku. Aku tidak tau apa yang terjadi padanya, hingga tak lama, Gilang menghubungiku dan mengatakan kalau dia sedang ada masalah dengan Chacha.

Gilang mengajakku untuk bertemu sepulang sekola, dia bilang ingin membicarakan sesuatu. Tetapi aku segera menolaknya, karena aku tak ingin ada di antara Chacha dan Gilang.

Tetapi sialnya, saat sepulang sekola, aku melihat Gilang berdiri di dekat gerbang sekola. Aku jadi was was sendiri, karena Chacha dan Ratu berjalan di belakangku. Aku melihat Serli tengah menghampiri kak Daniel yang tengah berdiri bersandar ke mobilnya. Aku berlari mengejar Serli untuk menebeng pulang, setidaknya bersama Serli dan kak Daniel akan lebih aman. Tetapi sayangnya, Gilang melihatku dan lebih dulu menangkap pergelangan tanganku. "Lita, kamu mau kemana?" Tanya Gilang,

"Aku mau pulang kak, lepaskan" ujarku mencoba melepaskan genggaman tangan Gilang yang sangat erat mencengkram tanganku. Aku melirik ke arah Chacha dan Ratu yang juga melihat ke arahku. Aku semakin di buat tak nyaman, apalagi tatapan Chacha mengisyaratkan kesedihan. "Kak lepas" ujarku terus memberontak.

"Ikut denganku dulu," paksanya.

"Aku tidak mau" ucapku terus memberontak.

"Kau punya telinga bukan, lepaskan tangannya," aku terpekik saat seseorang menarik paksa tangan Gilang dari tanganku. Saat aku melihat ke arah seseorang itu, ternyata dia kak Dhika. Kak Dhika berdiri di depanku, melindungi tubuhku dari Gilang.

Dari mana kak Dhika datang? apa dia sedang menjemput kekasihnya yang bersekola di sini juga? aku tidak begitu mendengar pembicaraan mereka, tetapi Gilang sudah berlalu pergi meninggalkan kami.

"Kamu baik-baik saja kan?" Tanya kak Dhika, membuatku mengerjapkan mata berkali-kali, tersadar dari lamunanku.

"Aku baik, Kak" ucapku

"Lita, loe gak apa-apa kan?" Tanya Serli membuatku menggelengkan kepalaku.

"Ayo Lita naik ke dalam mobil, biar aku antarkan sekalian," ucap kak Daniel membuatku menuruti. Ternyata kak Dhika juga menaiki mobil kak Daniel dan dia duduk di kursi penumpang belakang tepat di sampingku.

Ya tuhan,, rasanya sungguh gugup..

"Tuh cowok benar-benar sarap yah, padahal udah loe perjelas di sms kalau loe gak mau di ganggu," ucap Serli

"Lita terlalu cantik sih, makanya banyak yang ngejar," ucap kak Dhika mampu membuatku terpekik.

Apa aku salah dengar? Tapi itu sangat jelas, ya tuhan, pipiku terasa memanas.

"Gombalan loe mampu buat Lita merona, Dhik." ledek kak Daniel membuatku langsung memegang kedua pipiku memastikan apa benar pipiku terlihat merah. Serli, kak Daniel dan kak Dhika tertawa melihat tingkahku, membuatku kesal dan langsung mengembungkan pipiku kebiasaan kalau sedang kesal.

"Kak Dhika tumben ikut ke mobil Daniel?" Tanya Serli

"Iya mobil kakak lagi di service, jadi nebeng deh sampai café," ucap kak Dhika dan Serlipun mengangguk paham.

"Kak, aku turun diperempatan depan saja," ucapku

"Lho kenapa?" Tanya kak Daniel heran,

"Kan mau ke cafenya kak Dhika, lagian kan jalur ke rumahku berbeda dengan cafenya kak Dhika, jadi biar kakak tidak bolak balik, biar Lita turun disini saja" ucapku karena tidak enak.

"Tidak apa-apa Lita, aku anterin sampai rumah yah," ucap kak Daniel. " nggak apa-apa kan, Dhik?" tambah kak Daniel menatap ke arah kak dhika melalui kaca spion di depan.

"Iya nggak apa-apa kok, santai saja Tha," ujar kak Dhika tersenyum.

Astaga senyumannya, membuat aku meleleh. Ya tuhan aku hampir mati karena melihatnya terus dalam jarak yang sedekat ini. Tak lama, mobil kak Danielpun sudah berhenti di depan toko tanteku. Aku segera menuruni mobil setelah mengucapkan terima kasih kepada kak Daniel, dan mengucapkan selamat tinggal kepada kak Dhika dan Serli.

***

Sore itu aku baru saja keluar dari gramedia, aku celingak celinguk mencari angkutan umum. Hingga sebuah bunga mawar merah berada tepat dihadapanku, membuatku segera menengok ke arah seseorang yang menyodorkan bunga itu dan betapa kagetnya aku saat melihat Gilang berdiri di sana dengan senyumannya. Aku baru saja hendak mengeluarkan suaraku,

PLAK

Seseorang menampar pipiku secara tiba-tiba membuat pipiku terasa ngilu dan panas. Aku segera menengok ke arah seseorang yang sudah menamparku itu.

"Chacha,"

Chacha sudah berada di sampingku bersama Serli dan Ratu.

"Jadi ini yang loe lakuin di belakang gue?" teriak Chacha membuat orang-orang yang berlalu lalang melihat ke arah kami. "loe jahat banget yah Tha, loe coba nusuk gue dari belakang !!" bentak Chacha sambil menangis. "padahal loe tau kalau gue lagi galau karena di tinggalin Gilang,,hikz.." tambah Chacha terisak membuatku semakin bingung.

"Loe salah paham Cha, tadi itu gue nggak tau kalau Gilang nyamperin gue," ucapku mencoba menjelaskan padanya.

"Loe jangan kasar gini Cha, Lita ini sahabat loe," ujar Gilang so baik.

"Diem kamu Gilang,,, kamu jahat sama aku !! Dan loe Lita,, gue benci sama loe" teriak Chacha dan berlari pergi meninggalkan semuanya.

"Cha tunggu," teriakku hendak mengejar Chacha, tetapi si Gilang menahan lenganku. "lepasin tangan gue" aku menepis tangannya. " mau loe apa sih? Loe pengen lihat gue dan Chacha musuhan?" bentakku kesal.

"Bukan begitu Tha, tapi gue suka sama loe. Apa gue salah?" Tanya Gilang tanpa merasa bersalah, membuat emosiku naik hingga ubun-ubun.

"Kurang ajar banget sih loe jadi cowok. Nggak pantes loe dapetin temen-temen gue," bentak Serli

"Pergi loe dari sini !!!" bentak Ratu,

"Dengerin aku dulu Lita, aku tidak bohong. Aku suka sama kamu saat pertama kali kita bertemu," ujar Gilang membuatku berjalan mundur menjauhi Gilang.

"Pergi loe," ujarku dengan sengit, Gilang terlihat ingin kembali berbicara tetapi Ratu langsung mendahuluinya.

"Loe mau pergi atau gue kasih bogem?" ujar Ratu mengacungkan kepalan tangannya ke depan wajah Gilang dan akhirnya Gilangpun berlalu pergi.

"Apa yang terjadi Tha? Loe beneran gak ada hubungan apa-apa kan sama Gilang?" Tanya Ratu penuh selidik,

"Ya allah Ratu, gue berani bersumpah kalau gue nggak tau apa-apa dan gue nggak ada hubungan apa-apa sama Gilang," ujarku meyakinkan mereka berdua.

"Ya udahlah guys,nggak usah di permasalahin lagi. Mending sekarang kita balik saja. Malu diliati orang-orang," ucap Serli

"Chacha gimana?" Tanyaku merasa sangat bersalah sampai melupakan rasa sakit dan ngilu dipipiku. Ini pertama kalinya aku mendapat tamparan, apalagi dari sahabatku sendiri.

"Mending kita ngomong baik-baik saja besok dengannya. Biarin dia tenangin diri dulu" ucap Ratu membuatku mengangguk.

***

Aku berjalan sendiri menyusuri jalanan, pikiranku terus melayang memikirkan Chacha. Kesalahpahaman ini malah semakin parah dan rumit.

"Awasssss" teriak seseorang menyadarkanku dari lamunanku, aku merasa tubuhku di tarik oleh seseorang. Aku terjatuh tepat di atas tubuh tegap milik seseorang, aku mendongakkan kepalaku dan pandanganku langsung terpaut dengan mata coklat tajam milik seseorang yang tak lain adalah kak Dhika.

"Ka-kakak tidak apa-apa?" Tanyaku gugup karena kak Dhika hanya menatapku saja tanpa melepas rengkuhan tangannya dari pinggangnya.

"Nggak kok, nggak apa-apa" ujar kak Dhika, aku langsung beranjak saat kak Dhika melepas rengkuhannya, diikuti kak Dhika.

"Tangan kakak terluka," ucapku saat melihat tangan kak Dhika yang terluka.

"Tidak apa-apa, cuma luka sedikit." Ujarnya, " lain kali hati-hati, jangan sambil melamun kalau jalan." tambah kak Dhika

"Terima kasih kakak sudah menolong aku" ucapku tersenyum.

"Sama-sama Lita, kebetulan aku sedang di bengkel depan. Mau ambil mobil aku," ucapnya

"Aku obatin luka kakak yah," ucapku karena merasa tidak enak.

"Ini..." kak Dhika terlihat berpikir. " baiklah" dia tersenyum dan mengajakku untuk duduk di kursi tunggu bengkel.

Aku segera mengeluaran kotak p3k di dalam tasnya dan mulai mengobati luka di siku kak Dhika.

"Kamu suka bawa p3k kemana-mana," Tanya kak Dhika.

"Iya,, aku sering membawa ini kemana-mana. Lagian kan kalau ada kejadian seperti ini jadi sudah siap siaga," ucapku masih terfokus dengan aktivitasku membersihkan lukanya kak Dhika.

"Pintar," kak Dhika membelai kepalaku, membuatku tertegun menatap kak Dhika.

"Ssshhhtttt" kak Dhika meringis membuatku tersadar dan ternyata aku menekan kencang luka kak Dhika.

"Maaf Kak," aku kembali melihat ke arah luka kak Dhika dan menyelesaikan pengobatannya.

"Ssstttt," aku meringis saat kak Dhika memegang sudut bibirku.

"Sudut bibir kamu luka, Tha?" Tanya kak Dhika.

Mungkin karena tadi ditampar Chacha. Aku tersadar saat merasakan sesuatu yang menempel di lukaku. Ternyata kak Dhika mengobati sudut bibirku dengan telaten.

"Kalau tidak di bersihkan nanti infeksi dan mengakibatkan sariawan," jelas kak Dhika. Aku menatap wajah kak Dhika dengan intens hingga selesai membersihkan lukaku, kak Dhika membalas tatatapku.

Mata coklat miliknya membuatku merasa nyaman, dan tatapan tajam itu ternyata begitu indah saat di pandang dari dekat membuatku sulit untuk berpaling darinya.

"Mobilnya sudah selesai, Pak" ucap seseorang menyadarkanku dan kak Dhika.

"Ah iya," ucapnya memalingkan pandangannya ke arah seseorang itu. Seseorang itu menyerahkan kunci mobil ke kak Dhika. "ayo aku antar kamu pulang" ajak kak Dhika membuatku mengangguk sambil membereskan semua peralatan p3k.

Didalam mobil kami berdua hanya terdiam, tak ada yang berniat membuka pembicaraan satu sama lain. Aku merasa sangat gugup dan terus menatap keluar jendela.

"Ekhem" kak Dhika berdehem menyadarkanku. "kamu habis dari mana Tha?" Tanya kak Dhika masih fokus menyetir.

"Aku tadi habis dari gramedia membeli novel sama komix," ucapku

"Kamu suka dengan novel dan komix?" Tanyanya,

"Iya,, aku senang membaca," ucapku lalu pandanganku menangkap sebuah buku yang ada di dashbox di hadapanku. "ini buku ilmu kedokteran?" Tanyaku

"Iya, itu buku pelajaranku" ujarnya

"Kakak ambil bidang study kedokteran?" Tanyaku pura-pura tak tahu.

"Iya,, kenapa?" Tanya kak Dhika

"Tidak apa-apa Kak, aku juga tertarik mengambil bidang study itu," ucapku

"Oh iya? Wah kebetulan sekali dong. Kamu daftar saja ke universitas tempat kakak kuliah" ujarnya terdengar sangat bersemangat membuatku terkekeh.

"Ya mudah-mudahan Lita berhasil mendapatkan beasiswanya," ujarku

"Beasiswa?" dia menatap ke arahku dan aku jawab dengan anggukan.

"Aku hanya orang sederhana Kak, tante aku hanya seorang pedagang kue jadi uang darimana aku bisa masuk ke fakultas kedokteran kalau bukan mendapatkan beasiswa." Jelasku apa adanya.

"Orangtua kamu kemana?" Tanyanya melirik ke arahku,

"Aku nggak tau Kak, sejak aku lahir aku tidak pernah bertemu dengan mereka. Kata tante sih mereka meninggal karena sebuah kecelakaan," jelasku

"Maaf," ucapnya

"Tidak apa-apa, Kak" aku tersenyum menatap kak Dhika.

"Berarti kamu sangat pintar dong," ucapnya.

"Mungkin," kekehku "aku hanya berusaha semampuku, Kak." jelasku membuatnya tersenyum menatapku, membuat jantungku semakin berpacu dengan cepat karena di tatap seintens itu olehnya.

"Sudah sampai," ucap kak Dhika menyadarkanku, ternyata kami sudah sampai di depan rumahku.

"Makasih Kak, aku masuk yah." aku segera menuruni mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumah tanpa ingin menengok lagi ke belakang.

***

Aku berlari menuju kelasku karena sudah kesiangan takut guru pelajaran pertama sudah dimulai. Hingga saat sampai dipintu kelas, langkahku terhenti saat mendengar ucapan menyakitkan dari sahabatku."Lita tuh diam diam menghanyutkan. Di depan kita so alim, so baik padahal di belakang udah kayak cewek murahan saja," ujar Chacha membuatku menutup mulutku tak percaya, sahabatku sendiri tega mengatakan ini.

"Jaga omongan loe, Cha !! Lita tuh sahabat kita, tidak pantas loe ngomong seperti itu tentang dia," ujar Serli terdengar emosi.

"Kenyataannya memang begitu Ser, coba saja loe yang ada diposisi gue. Daniel yang di goda sama Lita, apa loe masih mau membelanya?" Tanya Chacha membuat Serli terdiam

"Udahlah kalian jangan bahas masalah ini lagi, mending sekarang kita fokus dengan UN." ujar Ratu menengahi.

Aku hanya bisa bersandar di dinding dengan tangisanku, tega sekali Chacha menuduhku sebagai wanita murahan. Padahal sudah sangat jelas kalau aku tidak merebut Gilang darinya.

***

UN telah berakhir dan kini aku tengah duduk ditaman sekola sambil membaca buku. "Hai Tha,," Serli duduk di sampingku, membuatku menurunkan buku dari hadapanku. "Tha, liburan sekarang kita pergi ke pantai sawarna di Banten yuk" ajak Serli,

"Sama siapa? Kan loe tau liburan sekarang kita sibuk ngurusin pendaftaran ke Universitas" ujarku santai

"Iya, tapi kan kita liburan 2 minggu Tha. Kita sibuk di minggu kedua kita liburan kan," ujar Serli. " Daniel nyuruh gue ngajakin loe,"

"Kenapa? Lagian itu kan sahabat dari cowok loe, gue tidak begitu mengenal mereka. Lagian juga gue tidak bisa meninggalkan tante Ratih sendiri," ujarku

"Ayolah Tha ikut, kan ada gue dan kak Dewi. Lagian juga loe sudah kenal kan sama mereka," bujuk Serli.

"Gimana entar aja, Ser." ucapku

"Lita..!!" panggil seseorang membuatku dan Serli menengok ke sumber suara. "Ini,, gue udah nggak butuh ini," Chacha melemparkan gelang persahabatan kami ke hadapanku. "Gue tidak mau lagi temenan sama loe yang suka nusuk dari belakang. Gue tidak suka temenan sama cewek murahan seperti loe." ujar Chacha sinis membuatku dan Serli berdiri dari duduk kami.

"Jaga omongan loe Cha, tega banget loe ngomong gitu tentang Lita," bentak Serli

"Apa salah gue, Cha? Kenapa loe ngehina gue kayak gini? Gue sudah jelasin kan semuanya dan udah gue juga sudah meminta maaf sama loe masalah Gilang," ucapku.

"Apa salah loe? Loe masih belum nyadar salah loe itu apa, hah????" bentak Chacha membuatku mengernyitkan dahiku bingung. "loe tega Lita sama gue !! gue mencintai Gilang tapi kenapa loe lakuin ini?" jerit Chacha.

"Gue berani bersumpah, gue tidak ngelakuin apapun. Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Gilang dan gue juga tidak merebut dia dari loe," jawaku

"Kalau loe tidak menggodanya, tidak mungkin dia terus deketin loe. Kenapa loe lakuin ini sama gue??" bentaknya

"CUKUP !!!" teriak Serli yang tersulut emosi. "kalian jangan bertengkar hanya karena satu cowok brengsek," tambahnya

"Dia tidak brengsek, Serli. Tapi Litalah yang brengsek karena merebut kekasih sahabatnya sendiri," ucap Chacha dingin, membuat hatiku seperti tertusuk jarum yang sangat tajam. "Apa masih pantes loe disebut sahabat, hah??? Loe nusuk gue dari belakang," ucap Chacha seraya menunjuk-nunjuk ke depan wajahku.

"Cukup Cha,, loe jangan keterlaluan nuduh Lita seperti itu. Lita sudah bersumpah kalau dia tidak mendekati kekasih loe," ucap Ratu membelaku.

"Terus saja kalian berdua bela wanita sialan ini, suatu saat nanti kalian akan sadar sendiri saat cowok kalian digoda olehnya," ucap Chacha seraya menunjuk wajahku.

"Dengarkan baik-baik Lita, mulai sekarang gue sudah bukan sahabat loe lagi. Gue ogah berteman dengan cewek munafik dan suka nusuk dari belakang kayak loe," ucap Chacha sengit dan berlalu pergi meninggalkanku, Serli dan Ratu.

"Astagfirulloh,, kenapa jadi kayak gini sih," aku terduduk di kursi dengan tangisku karena jujur saja hatiku begitu sakit mendapat hinaan seperti itu dari bibir sahabatku sendiri.

"Loe yang sabar yah Tha," Serli mengusap pundakku.

***