Hubunganku dan Dhika berjalan baik, kini bahkan sudah memasuki bulan ke enam hubungan kami. Bahkan di kampus kami mendapat gelar baru, king dan queen, karena kami terlihat cocok dan selalu romantis. Dhika benar-benar selalu memanjakanku dan memberi perhatian fullnya padaku. Dia juga selalu berusaha membuatku selalu tersenyum dan bahagia. Dia selalu melindungiku dari bullyan Amel dan Chacha, dia benar-benar menjadi malaikat tanpa sayap bagiku. Aku sangat bersyukur bisa menjalin hubungan dengan lelaki sebaik dan seperhatian Dhika.
Dan aku juga baru mengetahui kalau Ratu memasuki club renang hanya untuk berdekatan dengan kak Angga. Ternyata dia menyukai kak Angga, karena kak Angga cukup sulit untuk Ratu dekati. Aku tak menyangka gadis tomboy anti cowok seperti Ratu bisa terpikat oleh sosok kak Angga yang terlihat cuek.
Dan hari ini kami sepakat akan pergi travelling ke gunung Papandayan yang ada di kota Garut. Kami sudah menyiapkan segalanya dan Pagi ini kami sudah berkumpul untuk berangkat ke kota Garut. Kami pergi menggunakan mobil Range Rover milik Dhika, kak Daniel dan kak Angga. Di dalam mobil pertama, Dhika yang menyetir dan aku duduk manis disampingnya, di kursi penumpang belakang ada Okta dan Ratu. Di mobil kedua yang menjadi sopirnya adalah kak Daniel, dengan Serli yang duduk dikursi penumpang dan kak Dewi di belakangnya. Sedangkan di mobil ketiga, di kendarai oleh kak Angga, kak Elza, Irene dan kak Arseno. Dengan kak Angga yang menyetir.
"Ratu, loe kenapa sih? Dari kemarin gue liat loe senyum-senyum sendiri," tanyaku menengok ke belakang menatap Ratu yang tengah menatap keluar jendela.
"Gue nggak apa-apa, Tha." ujar Ratu dengan senyuman manisnya.
"Manis, kamu baru dapet lotre yah," ujar Okta disamping Ratu.
"Jangan panggil gue manis, kenapa sih bandel banget" ujar Ratu kesal.
"Kan kamu memang manis, masa aku harus bilang asem sih," goda Okta tersenyum membuatku terkikik.
"Tau ah" jawab Ratu kesal.
"Hati-hati lho Tu, jangan sampe kena rayuannya si gator. Mematikan lho rayuannya," ujar Dhika sambil fokus menyetir.
"Iya mematikan, kan cinta aku itu sampai mati sama kamu. Manis," ujar Okta lagi membuat aku semakin tertawa mendengar gombalan Okta.
"Yang ada juga, gue mati loe hidup bahagia," jawab Ratu asal
"Manis pinter deh," kekeh Okta.
"Lagian mana ada sih yang mau mati karena cinta, itu cuma ada di cerita novel-novel yang sering gue baca," timpalku karena setauku memang seperti itu.
"Ada lho yank, contohnya cinta aku sama kamu. Aku bersedia mati demi kamu," ujar Dhika spontan membuatku berhenti terkekeh dan menatap Dhika tak percaya dengan ucapannya barusan.
"Baper gue ikut mobil sini," celetuk Okta membuyarkan lamunanku yang masih tercekat oleh ucapan Dhika. "gak ada yang bener, di mobil ini gue harus baper, di mobil si Daniel ada si metromini dan di mobil si Angga ada si kaleng rombeng. Tau gini gue mending bawa mobil sendiri, bisa berduaankan sama si manis," gerutu Okta membuat Ratu mencibir.
"Makanya jangan cuma baper karena ngeliat orang lain, loe coba cari cewek buat loe seriusin, jangan cuma berpetualang mulu," ujar Dhika.
"Berpetualang itu mengasikan, Dhik. Lagian si manis belum nerima gue. Gimana manis, kamu mau kan jadi Ratu di hati ku dan Ratu di kerajaanku?" ujar Okta terus menggoda Ratu membuatnya semakin cemberut, aku semakin terkikik mendengarnya.
"Lebay loe," Dhika melempari Okta dengan tempat tissue. Aku semakin tertawa puas dan Ratu ikut terkekeh disampingnya.
Tanpa terasa mobil kami sudah memasuki gapura di kecamatan Cisurupan Kab Garut menuju gunung papandayan. Tak lama mobil Dhika berhenti di parkiran pendakian ini. kami semua menuruni mobil dan berkumpul.
"Dengar !! Jangan ada yang terpisah, terutama buat cewek-cewek. kita harus selalu bersama-sama. Soalnya di atas sana terkadang kabut datang tiba-tiba. Kalau bisa kalian saling berpegangan tangan, biar tidak terpisah," ujar Dhika memberi pengarahan.
"Cewek disini ada 6 orang, dan bagaimanapun kita sebagai laki-laki yang harus jadi tameng buat mereka," ujar kak Daniel
"Buar gue saja yang di belakang bareng Seno" ujar kak Angga dan kak Senopun mengangguk.
"Gue di tengah saja deh, bareng si manis" ujar Okta menyenggol Ratu, membuatnya mencibir lucu.
"Ratu sama gue" ujar kak Angga membuatku tersenyum senang, sepertinya kak Angga juga menyukai Ratu.
"Oke guys, masing-masing harus bawa kompas dan alat komunikasi, kalau ada yang tidak kuat atau capek langsung bilang yah biar nggak ketinggalan sama yang lain. Jaga ucapan dan perbuatan kalian, perhatikan langkah kalian dan hati-hati jangan sentuh apapun yang gak kalian ketahui. Ayo kita berdoa sebelum berangkat" ujar Dhika memberi pengarahan sebelum mulai mendaki dan semuanya berdoa menurut kepercayaan masing-masing. "Oke, selesai" ujarnya lagi
"Ayo lets go guys" teriak Okta antusias. Kami semua mulai mendaki gunung papandayan dengan semangat tinggi sesuai arahan kak Daniel. Kebetulan kak Daniellah yang lebih berpengalaman dalam hal pendakian.
Selama pendakian, kami semua disuguhkan dengan pemandangan yang indah. Banyak bebatuan dan pohon yang kering akibat letusan gunung papandayan beberapa tahun lalu. Okta selalu membawa camera digital kesayangannya dan membidik pemandangan yang menurutnya indah. Kadang Okta membidik kami yang terlihat bahagia dan antusias.
Bruk... aku terpekik saat melihat Ratu terpeleset dan hampir terjatuh kalau saja lengannya tidak ditarik oleh kak Angga.
"Ratu loe nggak apa-apa?" Tanya Serli
"Gue gak apa-apa, untung kak Angga nyelametin gue" ujar Ratu terlihat grogi karena Angga masih memegang lengannya. Padahal Ratu sudah berdiri tegak.
"Kaki loe sakit gak?" Tanyaku mendekati Ratu, dan kak Angga terlihat melepaskan pegangan tangannya.
"Kaki gue gak apa-apa Lita, gue cuma kaget saja karena kepeleset," jawab Ratu
"Syukurlah, loe hati-hati dong" ujarku
"Manis, kamu jangan khawatirin aku. Aku ada disini di samping kamu, jadi kamu fokus saja jalannya" ujar Okta dengan percaya dirinya.
"Dih ge'er loe, Gator" ujar kak Elza
"Ya sudah kita lanjutkan lagi, sebentar lagi kita sampai di check point pertama. Kita bisa istirahat disana," ujar Daniel membuat yang lain mengangguk dan melanjutkan pendakian mereka.
Tak lama kamipun sampai di check point pertama, kami beristirahat sejenak untuk menjaga kondisi tubuh kami terutama para perempuan. "Untuk mencapai check point kedua, medan pendakiannya semakin terjal dan sulit. Jadi jaga kondisi dan stamina kalian, terutama para cewek" jelas kak Daniel.
Setelah beristirahat 10 menit, kami kembali melanjutkan pendakian. Meskipun medan pendakian semakin terjal dan mulai memasuki hutan yang tumbuhannya cukup lebat tidak seperti sebelumnya yang jarang sekali ada pohon, hanya satu atau dua pohon kering yang tumbuh. Dibeberapa titik yang sulit dan terjal, membuat para cowok dengan sigap membantu kami para cewek. Tak lama kami sampai di check point kedua setelah sekitar 45 menit pendakian. Mereka semua beristirahat sekitar 15 menit dan kembali melanjutkan pendakian. Medan yang semakin terjal membuat kami sedikit melambat dalam pendakian. Alampun terlihat semakin liar dan sulit di daki. "Masih jauh yah, Yank" ujarku sangat kecapean.
"Sebentar lagi kita sampai di check point ke tiga, kamu kuat yah sayang," Dhika mengusap peluh di sekitar keningku dengan senyuman khasnya.
Kamipun kembali melanjutkan pendakian kami hingga sampai di check point ketiga setelah sekitar 90 menit kami mendaki. "ini sudah di check point ketiga, ini tandanya kita udah setengah perjalanan" ujar kak Daniel saat semuanya duduk sambil selonjoran.
"Baru setengah perjalanan?" ujar Irene yang tengah bersandar dibahu kak Seno.
"Jauh amat" keluh kak Dewi.
"Kawah papandayan memang jauh, tapi capek kalian nanti akan terobati sama pemandangan indah disana" ujar kak Daniel.
"Mana makin sulit lagi jalannya," keluhku sambil memijit kakiku yang terasa pegal.
"Kamu tidak apa-apa kan, Yank? Masih kuat nggak untuk melanjutkan?" Tanya Dhika membuatku tersenyum kecil. "Sini aku pijitin biar tidak pegal," Dhika mengambil kedua kakiku dan menyimpannya diatas pahanya, aku hanya bisa bersandar dibatang pohon di belakangku. Aku tersenyum menatap Dhika yang sangat telaten memijit kakiku yang terasa sangat nyaman. "kenapa liatin aku kayak gitu?" Tanya Dhika heran saat dia melirik ke arahku.
"Tidak apa-apa, kamu memang tidak cape, Yank?" Tanyaku.
"Aku sudah biasa, Sayang." jawab Dhika masih memijit kakiku.
"Kamu gak apa-apa, Ser? Kuat gak kalau dilanjut? Medannya habis ini pasti lebih parah dan sulit" ujar kak Daniel kepada Serli yang tengah menyandarkan tubuhnya ke bahu kak Daniel.
"Aku gak apa-apa, hanya butuh istirahat saja," ujar Serli meminum air yang diberikan kak Daniel.
"Manis, kamu cape nggak? Gue baper deh liatin ketiga pasangan itu" gerutu Okta.
"Makanya nyari pacar sono," ujar kak Dewi yang tengah bersandar di punggung kak Angga.
"Loe baperan," ujar Elza yang duduk di atas batang pohon yang tumbang bersama Ratu.
"Ya elah Mamake, gue kan punya hati yang lembut. Jadi wajar dong kalau dikit-dikit baper" ujar Okta yang duduk di tanah disamping kaki Elza.
"Bilang saja hati loe itu hello kitty" ujar kak Seno membuatku dan yang lain terkikik.
"Apa jangan-jangan loe gabungan dari perkumpulan LGBT lagi" ujar kak Angga
"Enak saja, akikah normal kellesss" ujar Okta membuat semuanya tertawa dengan gaya bancinya. Okta memang bisa membuat yang lain terhibur dengan tingkah lakunya yang kadang menyebalkan dan humoris. Aku juga bisa dengan mudah akrab dengannya.
Kak Angga terlihat mengguyur kepalanya dengan sebotol air dan mengibaskan rambutnya sedikit untuk menghilangkan air di rambutnya."hahhh.... Lumayan segerr" ujar kak Angga, dan aku melihat pandangan Ratu tak lepas dari kak Angga. Aku tersenyum melihatnya, aku sangat senang. Akhirnya sahabat tomboyku itu bisa membuka hati buat seorang lelaki. Aku berharap sahabat tomboyku itu, bisa bahagia dengan cintanya.
"Yuk lanjut.... Biar gak kemaleman entar turunnya," ujar Daniel membantu Serli berdiri. Dhika membantuku berdiri disusul yang lain. Kami semua mulai melanjutkan pendakian kami melewati sungai, air terjun dan jalan yang terjal.
"Kata orang air belerang ini bagus lho buat badan kita," ujar kak Daniel saat melewati sungai yang airnya sangat jernih tetapi panas dan mengepulkan asap.
"Panas keles" ujar Elza
"Bukan panas, tapi anget. Gak bakalan apa-apa kok" ujar Daniel memasukan kedua tangannya ke dalam air.
"Iya, anget" ujar Irene.
Aku hendak berjongkong untuk menyentuh air tetapi batu yang aku injak licin, membuatku hampir terjatuh ke dalam sungai. Tetapi sepasang tangan kekar memegang kedua pundakku dan menahannya. Syukurlah Dhika menahanku, aku menengok dan kaget saat bertemu dengan mata hijau cerah milik kak Angga. Dia menatapku dengan lekat, aku bahkan sulit bergerak karena kedua tangannya memegang kedua lenganku.
"Kamu tidak apa-apa kan, Sayang?" Tanya Dhika membuyarkan lamunan kak Angga dan syukurlah kak Angga akhirnya melepaskan pegangannya pada kedua lenganku. Aku merasa tak enak dengan tatapan Ratu, aku langsung saja merangkul lengan Dhika yang berada disamping kananku.
"Aku tidak apa-apa kok, Yank." aku tersenyum ke arah Dhika. "makasih yah kak Angga" ujarku
"Sama-sama, Lita" jawab kak Angga.
Kami semua kembali melanjutkan perjalanan kami menuju kawah gunung papandayan. Kini kami melewati pohon-pohon yang hangus karena kebakaran hutan di gunung ini, warna kuning keemasan tanah yang kami injak. Semangat kami kembali muncul lagi saat sudah mendekati kawah gunung. Banyak asap putih yang keluar dari tanah bahkan dari air belerang yang ada disana. Hingga akhirnya kami sampai di kawah papandayan.
"WOW... Amazing" ujar Okta kagum, aku menatap keindahan alam ini.
"Indah banget" gumamku sangat kagum melihat pemandangan dihadapanku
"Kamu sangat menyukainya?" Tanya Dhika merangkulku.
"Iya, yank. Indah banget serius" jawabku antusias
"Keren gila,, huh !!!" ujar kak Seno
"Cape kita ke ganti sama pemandangan seindah ini," ujar Serli semangat 45
"Indah banget kan sayang" kak Daniel terkekeh sambil mengusap kepala Serli.
Kami semua sangat mengagumi pemandangan indah dihadapan kami, sungguh ciptaan tuhan yang sangat indah. Selanjutnya kami mengambil gambar dan berfoto bersama.
***