Dentuman musik terdengar dari club malam yang baru saja Alarick masuki. Alarick tidak seperti biasanya saat tidak mendapatkan ruangan VVIP. Dia hanya masuk dan duduk di bar sambil menghela napas panjang saat menghampiri teman-temannya.
Makiel segera tertawa lebar dan merangkul Alarick. "Ow how wow, lihat teman kita saat ini. Dia yang biasanya menghina bar ini, kini duduk tanpa harus mendebat tentang kaos kakinya."
"Ck, diamlah!" kesal Alarick sambil mendorong Makiel menjauh.
Felix, kembaran Makiel yang tidak identik karna dia lebih tampan, ikut merangkul Alarick. "Oww, dude. Ada apa dengan wajah jelekmu yang mirip dengan Darren itu?" tanya Felix sambil menunjuk Darren yang hanya diam sambil minum minumannya. "Apa kau dipecat dari ahli warisan juga?"
Alarick menuangkan botol minuman ke dalam sloki sambil menghela napas lelah. "Kau dipecat dari ahli waris? Kau bukan pewaris lagi, Darren? Keluarlah dari kelompok The Devils. Kau sudah tidak kaya lagi, kan?"
Darren melirik sinis. "Sejak kapan aku masuk kelompok ini? Bukannya kalian yang selalu menempeliku?"
"Kau benar-benar dipecat dari ahli waris??? Sungguh, keluarlah dari kelompok ini. Kau menurunkan standar kita, dude!"
"Ck, diamlah! Aku hanya dipecat dari perusahaan Ayahku karena keukeuh menikahi Annabelle."
"Lalu? Bukannya kau pemilik perusahaan?"
"Tadinya. Namun ternyata masih menjadi milik Ayahku."
"Dan kau akan turun derajat jadi karyawan??"
"Ya."
Felix, Makiel dan Alarick memberikan reaksi berlebihan dengan syok sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Mata mereka melotot. "Ar-ar-are you serious?????"
Darren menggelengkan kepalanya pelan, bukan untuk menjawab pertanyaan namun karena tidak habis pikir dengan teman-temannya. "Semoga aku benar-benar keluar dari kelompok ini dan tidak ditempeli oleh orang-orang seperti mereka lagi."
"Apa maksudmu seperti kita??" kesal Makiel. "Semua pria bahkan berharap menjadi bagian dari kelompok ini."
"Tidak denganku. Pertama kali bertemu, aku sudah tahu jika kalian hanya kumpulan orang idiot."
"Hey! Kami kumpulan orang tampan." Kata Felix.
"Masih ada yang lebih tampan lagi dari kita. Kita ini hanya sekumpulan orang-orang yang memiliki jabatan tinggi dan uang. Kumpulan idiot sombong yang semacam Alarick."
"Oh Darren, itu terdengar seperti pujian untukku." Kata Alarick sambil menepuk bahu Darren. "Berkerjalah di perusahaanku sebagai CEO."
"Lalu kau? Apa yang akan kau lakukan jika Darren menjadi CEO perusahaanmu?" tanya Felix.
"Aku tidak mau." Jawab Darren langsung.
"Felix, apa kau bodoh? Aku ya pemilik perusahaan dan Darren karyawanku. Oh ya Darren, bawa CV ke kantorku besok sebagai formalitas."
"Aku tidak akan melakukannya." Kata Darren.
"Kalau aku tak ada, titipkan pada resepsionis."
"Sudah kubilang, aku tidak mau."
"Sudah, tak usah berterimakasih. Aku hanya tak ingin memiliki teman dari kaum rendahan."
"Kalau begitu, tidak usah berteman denganku! Aku tidak mau! Apa kau tuli??"
"Sudahlah terima nasib, kau sudah terlanjur menjadi temanku. Nama kita berempat sering disandingkan."
"Aku tidak mau!!"
"Ck, Ya Tuhan." Makiel tumben-tumbenan menyebut Tuhan. Dia merangkul Darren. "Kau ini, Darren. Apa kau tidak sadar jika teman kita yang gengsinya setinggi langit ini sedang mencoba membantu dan bersikap baik??"
"Aku tidak sedang bersikap baik! Aku hanya tidak ingin memiliki teman dari kasta rendahan!!"
"Err, kurang-kurangilah gengsimu itu! Gara-gara gengsi setinggi langit dan tingkat kesombongan setinggi awan, kau jadi kehilangan sekretarismu!"
Alarick melotot. Dia berdiri dan mencengkram kerah pakaian Makiel. "Kau meniduri sekretaris penggantiku?? Bagaimana kau bisa tahu??"
Makiel melepaskan tangan Alarick dari kerah kemejanya. "Aku tidak tidur dengan sekretaris penggantimu. Apa kau gila?? Dia sudah berumur sebaya almarhum Nenekku!"
"Lalu?? Darimana kau tahu??"
"Aku tidur dengan office girl-mu."
"Kau meniduri perempuan yang sebaya almarhum ibumu???"
"Memangnya kenapa?? Dia masih memiliki ketertarikan padaku. Umurku dengan dia hanya berbeda 15 tahun."
"Kau!! Ck! Sudahlah, apa yang dia katakan?"
"Dia mendengar desas desus bahwa kau menyukai Valerie dan Valerie mengundurkan diri karena dipaksa kawin olehmu."
"Apa??? Alarick, kau memaksa kawin dengan sekretarismu??" seru Felix heboh.
"Ck, aku tahu si idiot ini akan berbuat makin gila." Timpal Darren.
"Aku tidak menyukainya!!" balas Alarick salah sambung.
Felix menyentuh bahu Makiel. "Apa lagi yang dikatakan wanita yang kau tiduri yang berumur 15 tahun lebih tua darimu itu?"
"Hanya sebatas itu saja. Saat aku menanyakan di mana rumor itu berasal, wanita yang aku tiduri yang berumur 15 tahun lebih tua dariku itu mengatakan jika setelah Valerie keluar, Alarick mencari Valerie dan wajahnya terlihat seperti pria yang ditolak wanita."
"Aku tidak menyukai Valerie!!" timpal Alarick, salah sambung lagi.
Felix tertawa. "Chill, dude. Apa kau begini karena belum menemukannya?"
Alarick mendengus kesal, lalu kembali duduk di kursinya. "Sudah."
"Benarkah??" tanya ketiga sahabatnya, kaget. Alarick hanya menganggukan kepalanya.
"Lalu kenapa kau masih di sini??" tanya Felix.
"Ya! Apa kau benar-benar ditolak dan tidak berani menampakkan wajah memalukanmu di depannya?" tanya Makiel.
"Di mana dia sekarang?" tanya Darren, normal.
Alarick menghela napas panjang dan menuangkan minumannya lagi ke gelas seloki. "Dia di Indonesia. Hanya saja..." Alarick menjeda ucapannya dan teman-temannya terdiam menahan napas, menunggu Alarick melanjutkan ucapannya. "Hanya saja..."
"HANYA SAJA APA?? LANJUTKAN UCAPANMU!!" seru teman-temannya, emosi.
Alarick berjengit kaget sampai gelasnya tumpah-tumpah. "Hanya saja..." teman-temannya melotot. "Hanya saja aku tidak tahu apa yang akan kukatakan padanya nanti!! Dan apa alasanku untuk menampakkan wajah di depannya!! God damn it! Dia hanya wanita biasa!! Dia hanya salah satu karyawanku yang mengundurkan diri!! Apa masuk akal bagi kalian, seorang CEO sekaligus pemilik perusahaan terbesar se-Eropa menyusul karyawannya yang mengundurkan diri?? Katakan padaku, apa masuk akal?? Aku tidak menyukainya!"
Hening sejenak. Alarick yang emosi menatap teman-temannya yang menatap Alarick dengan amat sangat serius. Suara jangkrik di malam hari seolah mengalahkan dentuman suara DJ dan terasa bersuara tepat di telinga Alarick saking heningnya.
"Masuk akal." Darren yang pertama menjawab.
"Ya. Kau benar. Itu masuk akal." Timpal Felix.
"Ck, itu masuk akal karena kau bukan hanya menyukainya, tapi sangat menyukainya, dude." Tambah Makiel.
"Sudah kukatakan, AKU TIDAK MENYUKAINYA!!!"
"Ck, dia tidak mau mengakuinya sampai akhir."
"Ya. Gengsinya setinggi langit."
"Makan tuh gengsi, Pria Brengsek!"
***
"Selamat siang!!"
Valerie menoleh mendengan sebuah sapaan ceria dari temannya. Annabelle melambaikan tangannya dengan sebuah senyum lebar. "Anna! Kau darimana saja?" tanya Valerie.
Annabelle tertawa riang dan duduk di samping Valerie yang sebelumnya sedang duduk di halaman panti asuhan sambil melamun sendirian. "Kudengar, kau sudah berada di Indonesia sejak malam kemarin. Kenapa kau tidak menghubungiku? Dan kenapa kau berada di Indonesia? Kau sedang cuti?"
Valerie menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. "Aku mengundurkan diri."
"Itu sebabnya kau melamun? Apa yang kau lamunkan?"
Valerie terdiam. Dia menundukkan kepalanya pelan. "Gajiku." Katanya.
"Kau tidak mendapat pesangon???"
"Aku mengundurkan diri, Anna. Jangan bodoh di saat-saat terpenting."
"Hahaha, maaf aku hanya mencoba menghiburmu. Aku tahu gaji di sana sangat besar. Dan yang paling penting adalah menggunakan dollar."
"Kau benar. Makanya, seharusnya sekitar 5 hari lagi aku mendapatkan gajiku. Tapi, si brengsek itu membuatku harus mengunudurkan diri."
"Dan kau menjadi pengangguran."
"Anna!!"
"Hahaha, aku bercanda, sayang. Jangan terlalu serius begitu."
Valerie berdecak kesal.
"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" tanya Annabelle.
Valerie menghela napas panjang. "Sepertinya, aku akan melamar kembali di perusahaan Mr. Damian. Semoga dia masih menerimaku."
"Ah, ya, Kakek yang sangat menyukai orang sunda itu, bukan?"
"Ya."
"Dia terlihat menyukaimu. Dia pasti akan menerimamu. Dan waktu itu juga bukan kau yang menginginkan peralihan begitu, bukan? Dia yang menyuruhmu."
Valerie tersenyum tipis. "Ya... Sepertinya dia akan melakukannya. Hanya saja, ada kemungkinan aku akan bertemu cucunya. Walaupun aku merindukannya, tapi aku tidak ingin bertemu dengannya."
Annabelle tersenyum lebar dan merentangkan tangannya ke samping. "Butuh pelukan?"
Valerie berdiri dari duduknya. "Tidak. Yang kubutuhkan adalah pekerjaan." Katanya, lalu berlalu pergi dengan tawa Annabelle yang menggema.
"Aku tahu kau galau!! Kau akan membutuhkan pelukanku untuk waktu yang lama!!" Teriak Annabelle.
"Diamlah, Ibu Hamil!!"
***
Dua hari setelahnya...
Alarick segera berdiri dari duduknya saat mendengar perkataan Kakeknya dari sebrang sana. "Apa?? Valerie berkerja di tempatmu lagi??"
"Aku sudah mengatakannya. Apa kau tuli??"
Alarick segera menutup sambungan telfonnya lalu mengembuskan napas panjang. "Aku tidak menyukainya, aku tidak menyukainya, aku tidak menyukainya." Gumam Alarick tanpa henti. Dia kemudian menggeram kesal. "Ini urusan bisnis, Alarick. Ya, kau ke negara itu hanya untuk urusan bisnis. Persetan dengan Valerie! MISS GERALDINE!! APA KITA ADA BISNIS DI INDONESIA??" tanya Alarick sambil berteriak dari dslam kantornya.
"TIDAK, SIR. DAN SAYA MOHON JANGAN BERTERIAK! SAYA TUA TAPI TIDAK TULI!"
"KAU PUN BERTERIAK, NYONYA!! AH TERSERAHLAH, POKOKNYA BUATLAH JANJI TEMU DI INDONESIA. HARI INI JUGA!!"
Di lain tempat, Makiel dan Felix sedang memakan steak di salah satu kafe sambil membahas Alarick.
"Aku taruhan, si Alarick itu tak akan tahan jika tidak bertemu Valerie sebulan. Kau tahu? Alarick terlihat sekali menyukai sekretarisnya." Kata Felix.
"Ya. Sangat menyukai sekretarisnya hingga tidak tahan seminggu." Timpal Makiel.
"Menurutku sebulan."
"Kau tidak pernah mendengar kalimat the power of love? Dia tidak akan tahan selama itu."
"Baik, kalau begitu. Yang kalah harus mencium kaos kaki Alarick."
"Tidak. Yang kalah harus menyobeknya."
"Setuju!"
"Deal."
Felix dan Makiel tertawa kemudian.
"Kupikir, aku punya taruhan yang lebih bagus." Kata Felix sambil tersenyum miring.
Makiel mengerutkan kening. "Apa itu?"
"Yang menang, cium bibir Valerie. Di depan Alarick." Kata Felix.
"Okay. Dan yang kalah, harus rela jadi tameng saat yang menang mencium bibir Valerie. Di depan Alarick."
"Setuju!"
"Deal."
Mereka memang kembar tidak identik karena Felix lebih tampan.
TBC