"Di Indonesia, tempat yang sering dikunjungi para turis maupun dalam negeri adalah Jakarta, Bali, dan..."
"Dan apakah kau yakin jika aku memintamu menemaniku benar-benar hanya untuk urusan bisnis?" Alatick memotong ucapan Valerie. Mereka berdua saat ini sedang berada di dalam mobil dalam perjalanan entah kemana. Alarick menatap malas pada Valerie. "Kenapa kau mengundurkan diri, Valerie?"
Valerie menatap Alarick dengan tenang. "Anda sudah tahu alasannya. Tuan Felix sudah menerjemahkannya untuk Anda."
"Jadi, maksudmu kau benar-benar mengundurkan diri karena aku dungu, tolol tak tertolong, sombong, dan memiliki kejantanan yang kecil??? The fuck! Kau bahkan sudah melihat Alabird!!"
"Tuan Felix mengatakan seperti itu?"
"Ya! Dan aku amat sangat tersinggung atas ucapanmu yang sangat jauh dari fakta!!! Tapi intinya, kenapa kau mengundurkam diri dari perusahaanku sesangkan gajiku berupa dollar dan bernilai 14 ribu rupiah per-dollar nya!!!"
Valerie menghela napas panjang mendengar ucapan Alarick. Valerie memberanikan diri dengan menatap langsung mata Alarick. "Memangnya kenapa? Bukannya saya hanya salah satu karyawan yang mengundurkan diri dari perusahaan Anda? Saya yakin, setiap tahunnya pasti akan ada beberapa pegawai yang mengundurkan diri. Dan apakah Anda selalu menyusul mereka ke tempat mereka berada hanya untuk meminta penjelasan?"
"Ya. Aku memang berpikir seperti itu tadinya. Namun, aku kembali mengingat jika kau adalah sekretarisku yang amat sangat kompeten dan selain itu, aku yang menginginkanmu berkerja padaku yang mana tak pernah aku lakukan pada pegawai lain!!"
Alasan yang masuk akal, dan Valerie mengangguk untuk itu. "Kalau begitu, saya ingin bertanya. Apa Anda lupa perlakuan terakhir Anda pada saya?"
"Ya. Mengapa kau menanyakannya?"
"Apakah Anda ingat tentang mengapa Anda memperlakukan saya seperti itu?"
Alis Alarick mengernyit bingung. "Apa kau marah karena aku menyobek rokmu?"
Valerie menghela napas panjang dan mengabaikan ucapan Alarick. "Anda marah karena saya berkencan menggunakan rok pendek. Hal itu di luar kerjaan dan Anda menghukum saya di hari libur saya."
"Kau menggundurkan diri karena itu?? Gara-gara si Alex???"
Valerie menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan. Karena Anda menghukum saya."
"Karena aku menampar bokongmu???"
"Bukan!!" bentak Valerie kesal. "Itu karena Anda menghukum saya seolah-olah saya adalah budak Anda dan Anda memperlakukan saya seperti jalang!!"
Alarick membuka mulutnya lebar, kaget dengan ucapan Valerie. "Itu tidak benar!!" bantahnya.
"Itu benar, Tuan Alarick Damian yang terhormat! Anda tahu bagaimana perasaan saya saat Anda pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun seolah Anda sudah selesai meniduri jalang Anda??"
"Itu karna..."
"Karna Anda memang biasa seperti itu? Meninggalkan teman tidur Anda seolah-olah mereka adalah sampah."
"Tidak padamu! Aku meninggalkanmu sendiri karna..."
"Apa? Karna apa? Sudahlah. Saya tahu bagaimana tabiat Anda. Saya pun mengerti jika Anda memperlakukan saya seperti jalang—umph."
Kalimat Valerie terhenti saat Alarick menarik tengkuk Valerie dan mencium bibir Valerie dengan tergesa. Melumat dan menghisap bibir Valerie seolah kehausan. Alarick menarik tubuh Valerie sehingga berada di pangkuannya. Bibir Alarick meraup dengan ganas dan menggigiti bibir bawah dan atas Valerie. Alarick menggeram dan memeluk tubuh Valerie erat saat Valerie membalas ciumannya. Alarick memasukkan lidahnya ke dalam mulut Valerie dan menjilat keras lidah Valerie. Lidah mereka saling membelit dan bermain di dalam mulut Valerie. Alarick menghentikan ciuman keduanya saat Valerie kehabisan napas. Ia memberikan kecupan terakhir dan menatap Valerie dengan mata yang menggelap.
"I miss you." Kata Alarick. Valerie menatapnya kaget. Tangan Alarick kemudian membelai kepala Valerie. "Aku pergi saat itu bukan karena aku selesai menggunakanmu. Kau menangis dan aku tidak mungkin berada di sana lebih lama lagi."
Kedua tangan Valerie meremas bahu Alarick pelan. Valerie menelan saliva dengan susah payah. "Kenapa?" tanyanya.
Alarick meraih satu tangan Valerie yang berada di bahunya dan menuntun tangan Valerie menuju kejantanannya yang tertutupi celana. "Kau merasakannya? Alabird terbangun bahkan saat kita hanya berciuman. Menurutmu, sebesar apa gairahku saat itu? Aku bisa saja memperkosamu saat kau tengah menangis." Jelasnya panjang lebar dan menggeram saat Valerie mengelus kejantanannya dengan lembut.
"Eh? Maaf!" kata Valerie sambil menjauhkan tangannya dari kejantanan Alarick.
"Sial, menyingkirlah! Kau membuatku makin sesak. Dan mengingat jika kita di mobil membuatku ingin mengulangi adegan saat kau yang memimpin."
Valerie segera menyingkir dari atas tubuh Alarick. "Sir, jadi kita akan ke mana sekarang? Kota Bandung juga saat ini sering dikunjungi turis karena—"
"Valerie! Aku yakin kau mendengar ucapanku tadi. Aku ke sini bukan untuk berbisnis."
"Lalu?"
"Untuk menidurimu. Setidaknya, aku pernah merasakanmu untuk meredakan rasa penasaranku."
"Saya tidak akan menyerahkan diri saya, Sir."
"Kau masih menganut no sex before marriage?"
"Ya."
Alarick mendelik. "Ck, makhluk Indonesia memang selalu berlebihan tentang sex. Si Abimayu juga masih perjaka karena penganut hal yang sama. Pokoknya, aku akan menidurimu dengan atau tanpa persetujuanmu. Kau tahu aku bisa melakukannya dengan kekayaanku."
"Anda mulai melantur lagi, Sir. Sebaiknya Anda beristirahat terlebih dahulu."
"Aku tidak melantur! Aku benar-benar akan melakukannya!"
Valerie menelan ludahnya. Dia menatap Alarick dengan berani. "Saya mohon jangan, Sir. Lebih baik Anda menduri wanita lain saja daripada saya."
"Tidak mau."
"Kalau begitu, nikahi saya."
"Apa?"
"Nikahi saya." Kata Valerie mengulangi dan Alarick terdiam. Valerie tersenyum tipis. "Kalau Anda tidak mau, yasudah jangan mencoba menyentuh saya." Katanya sambil menghela napas panjang dan menyenderkan punggungnya pada kursi. Senyuman Valerie melebar saat Alarick tak kunjung menjawab. "Saya yakin, Anda takkan mau melakukannya karena..."
"Baiklah."
"Hah?"
"Aku akan menikahimu."
"Apa??? Sir, saya..."
"Oh dan untuk catatan: kaulah yang melamarku dan aku menjawab ya. Kau senang bukan?"
Valerie membuka mulutnya dengan lebar. "Sir, Anda bercanda bukan?"
Alarick mengangkat alisnya. "Memangnya kenapa? Aku hanya menjawab lamaranmu."
"Tapi..."
Alarick beralih menatap supir mobilnya. "Pak, kita kembali ke hotel."
***
Datang ke hotel, Alarick disambut oleh kedua temannya. Felix dan Makiel mengangkat tangannya dengan semangat. "Alarick!! Valerie!!" sapanya.
Alarick hanya berdecak malas dan Valerie menganggukkan kepalanya sekali.
"Kau darimana saja?? Kami menunggumu sangat lama, kau tahu?? Kakekmu menendang kami keluar hanya karena kami mengganggu karyawannya." Ujar Makiel panjang lebar.
Felix menatap Makiel dengan kesal. "Tepatnya, kau yang menggodanya! Aku hanyalah korban yang teraniyaya yang kebetulan sedang menemanimu menggoda karyawan Kakek Dami. Gunakanlah kata yang baik dan benar! Kau harusnya tidak membawa-bawaku dalam kata kami di kalimatmu!!"
"Kau sendiri yang mengatakan tentang kembar siam! Kita adalah satu kesatuan. Kau ingat?"
"Tidak! Aku amnesia karena jetlag."
"Kau selalu begitu!! Melupakan yang kau janjikan dan kau ucapkan!! Mana janjimu yang akan menjadi tamengku hah??? Kau bahkan mendorongku ke singa liar!!"
"Kau terdengar seperti wanita galau." Kata Felix kejam.
"Singa liar? Apa itu aku?" tanya Alarick kemudian.
Makiel tidak mendengarkan Alarick dan langsung mendorong bahu Felix dengan kencang. "Kau menyebutlu Wanita Galau??? Screw you! Kau benar-benar teman idiot tidak punya hati!! Bahkan Darren dan Alarick yang bersifat iblis lebih baik darimu!!"
"Bersifat iblis???" pekik Alarick.
Felix mendelik. Dia menatap Alarick. "Dia benar-benar galau. Aku tak heran jika dia menangis nantinya. Ini hari tersialnya. Dia bahkan dihukum Kakekmu membersihkan toilet dan tanaman kaktusnya."
"Dan tebak itu ulah siapa!!! Ya, itu ulah temanmu yang bernama Felix, Alarick!! Oh, aku bahkan benar-benar ingin menangis sekarang! Hey! Kalian mau ke mana??? Kalian benar-benar ingin meninggalkanku?? Apa kalian bahkan bisa kusebut teman??? Apa itu yang namanya teman?? Hey! Dasar iblis!!"
Sementara Makiel berteriak-teriak, Alarick dan Felix sudah berjalan menjauhi Makiel yang ditemani Valerie. Hanya Valerie yang setia mendengarkan keluh kesah Makiel.
Felix melipat tangan di depan dada. "Well, Alarick, Valerie mirip sekali dengan Felicia, adikku. Jadi, apakah karena kemiripan itu kau terobsesi padanya?" tanya Felix dengan senyum bermain di bibirnya.
Alarick menghentikan langkahnya dan menatap Felix tanpa suara.
Felix mengangguk seolah mengerti. "Kau masih belum bisa melupakan adikku? Kau masih mencintainya sedalam ini? Alarick, kau seharusnya meneruskan hidupmu dan tidak terpaku pada masa lalumu hingga tak dapat melupakamnya sampai sekarang."
"Kau tak mengerti yang kurasakan."
"Jadi, kau benar-benar terobsesi pada Valerie karena itu? Karena dia benar-benar mirip dengan adikku?"
Alarick diam.
Felix menghela napas panjang. "Kau bisa membuat Valerie menaruh harap padamu, Alarick. Perlakuanmu bisa saja membuat Valerie mencintaimu seperti wanita lainnya yang kau tiduri. Dan bagaimana jika adikku benar-benar kembali? Apa yang akan kau lakukan pada Valerie?"
Alarick terlihat berpikir sejenak. Dia menghela napas panjang dan menyentuh bahu Felix lalu mencengkramnya. "Kau tahu jawabannya. Valerie sama seperti wanita lainnya yang kutiduri. Dan jika adikmu kembali, aku akan tetap mencintainya dan akan kembali padanya. Kau tahu aku akan menunggu Feli hingga dia kembali walaupun itu berarti aku akan tetap menunggunya hingga akhir hayatku." Katanya dan melepaskan tangannya dari bahu Felix. Dia kemudian berjalan meninggalkan Felix yang menatap punggungnya dari belakang.
Felix tersenyum. "Kau terdengar seperti menyakinkan dirimu sendiri, Alarick." bisiknya.
Sedangkan di lain sisi, Alarick memegangi dada kirinya yang terasa berdenyut menyesakkan. Dia menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya saat bayangan ia yang meninggalkan Valerie muncul di benaknya.
TBC
Bisa dibilang, ini udah seperempat konflik.
JANGAN LUPA POWER STONE DAN KOMENTAR POSITIF NYA YAAA BIAR SEMANGAT UPDATE