Chereads / Bastard and Cold Devil / Chapter 17 - Devil 17 : Ci Manggo

Chapter 17 - Devil 17 : Ci Manggo

Selamat membaca!!! Kalau ada kesalahan bilang yaa

"Apa? Menikah?"

Valerie menganggukkan kepalanya pelan. Dia membuang ingusnya ke tisu sedangkan Annabelle sibuk berdiri di samping ranjang dengan mata melotot dan mulut terbuka lebar.

"Kau bercanda??"

Valerie menggelengkan kepalanya. "Ini permintaan Mr. Damian. Aku tidak dapat menolaknya, apalagi dalam kondisi seperti ini."

"Kau gila, Valerie!"

"Ya, aku tahu. Apalagi, si brengsek iblis itu tidak menginginkan bayi dariku."

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, dia tidak ingin aku mengandung anaknya. Dia bahkan menyuruhku menggugurkan bayiku jika aku terlanjur hamil."

"Shit!"

"Jangan mengumpat, Anna. Kau sedang mengandung."

"Dia sangat brengsek!"

"Anna! Kau mengumpat lagi!"

"Jangan mau menikah dengannya, Vale. Kau bisa menolak Mr. Damian. Jika tidak, kau bisa mengatakan kebusukan Alarick." Kata Annabelle tanpa mempedulikan ucapan Valerie.

Valerie menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak. Aku sudah membaca di internet jika seseorang yang memiliki penyakit jantung, jangan membuatnya kaget, marah berlebihan, dan sedih berlebihan. Jika aku menolak dan mengatakan kebusukan Alarick, Mr. Damian mungkin akan serangan jantung lagi. Atau bahkan lebih bahaya dari itu."

Annabelle menghela napasnya dan menggelengkan kepala seolah tidak habis pikir. "Jangan hanya memikirkan Mr. Damian, Vale. Hidupmu bahkan lebih penting. Kau mungkin memang membuat Mr. Damian bahagia. Namun, bagaimana dengan kebahagiaanmu nanti? Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dibuat main-main, Vale. Kau akan terikat dengannya."

"Kebahagiaanku adalah melihat Mr. Damian sehat, Anna." Kata Valerie tegas. "Kau tahu? Aku sudah hidup susah selama ini. Tapi apa? Aku masih dapat berdiri tegak, kan? Aku masih bisa menjalani hidupku seperti biasa. Dan menurutmu itu karena siapa? Karena kau, dan Mr. Damian. Jika diibaratkan, kalian adalah penopangku. Tulang kakiku. Jika aku kehilangan salah satu dari kalian, aku pincang. Aku akan  berjalan terseok, aku akan menderita dan aku akan jatuh berkali-kali." Katanya.

"Tapi Val—"

"Aku akan baik-baik saja, sungguh."

Annabelle akhirnya menghela napas panjang. Dia kembali duduk di ranjang di samping Valerie, dan menggenggam tangan sahabatnya itu. "Kalau begitu, berjanjilah padaku. Saat kau tak kuat, saat kau merasa menderita, jangan teruskan dan larilah padaku. Mengerti?"

Valerie tersenyum dan mengangguk. "Mengerti."

Annabelle ikut tersenyum dan mengulurkan jari kelingkingnya pada Valerie. "Pinky promise."

Valerie terkekeh pelan. "Kita bukan anak kecil lagi, Anna."

Annabelle memelototi Valerie, dan Valerie tertawa. Dia kemudian mengulurkan tangannya dan mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Annabelle. "Pingky promise." Kata Valerie.

Mereka berdua kompak medengus geli. Annabelle kemudian menghela napas dan menampakkan wajah sedih. "Padahal, aku masih ingin menjodohkanmu dengan Alex-ku." Kata Annabelle.

Valerie kembali tertawa. "Oh iya, untuk apa Tuan Darren kemari?" tanyanya.

Annabelle mengedikan bahunya sejenak. "Merindukanku, mungkin?"

"Come on. Aku tahu dia orangnya seperti apa. Kau tidak ingin cerita padaku, Anna?"

"Nanti saja."

"Anna..."

Annabelle mendengus keras, lalu menangkup pipi Valerie dan menekannya hingga bibir Valerie manyun. "Nanti, Vale... Kau tahu sekarang kau sedang dilanda masalah. Dan kau ingin mendengarkan ceritaku? Kau akan stress nanti!!!"

Valerie terkekeh. "Kau berlebihan!" serunya sambil melepaskan tangan Annabelle dari pipinya. Valerie menghela napas panjang. "Pria-pria itu, bagaimana jika kita meninggalkan mereka sejenak?"

"Apa maksudmu?"

***

Alarick menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Matanya menatap lurus pada jalanan yang dilaluinya. Dia mencengkram roda stir mobilnya, kemudian menggeram. "Aku tahu kalian sahabatku. Hanya saja, haruskah kalian mengikutiku seperti ini???" tanyanya geram pada ketiga orang lain yang menghuni mobil. "Sial, kenapa juga kalian berada si basement tadi??? Dapat informasi dari mana jika aku akan menemui Valerie??"

Makiel yang duduk di kursi belakang menepuk pundak Alarick dengan pelan. "Kau tahu? Aku pernah membaca, saat teman sudah mandi bersama dan saling memperlihatkan kemaluan saat pipis bersama, saat itulah kita terhubung dan memiliki telepati secara tidak sadar. Perasaanku ini nih. Perasaan persahabatanku ini yang membuatku tahu jika kau akan menemui—"

"Kakek Dami yang memberitahukannya." Potong Darren.

"Kakek sialan." Geram Alarick.

Makiel segera menjitak kepala Darren dan membuat pria dingin itu mengaduh. "Kenapa kau selalu mengangguku, sih?? Kemarin kau mengalihkan topik saat aku meminta Kakek Dami memberitahukan rahasianya. Dan sekarang??? Kau memotong omonganku?? Kau benar-benar teman yang menyebalkan!"

Darren menatap Makiel tidak percaya. Dia tertawa hambar sejenak sebelum menatap Makiel tajam. "Apa kau baru saja menjitak kepalaku??"

"Apa hah? Kenapa memangnya??"

"Kau menjitak kepalaku!"

"Iya! Memangnya kenapa??"

"Kau baru saja memukulkan kepalan tanganmu ke kepalaku, Brengsek!!"

"Ya, aku melakukannya!! Ingin kuulangi??"

"Kepalaku, Brengsek!! Kau menjitak kepalaku sialan!!"

"Lalu apa? Kau ingin menghajarku?? Hajar sini hajar!!"

"Berani-beraninya kau!!!"

"DIAM!!!!" teriak Alarick kesal. Napasnya berembus kencang menatap Darren dan Makiel. "Darren, kenapa kau tumben-tumbenan meladeni Makiel?"

"Dia menjitak kepalaku, Alarick!"

"Benarkah? Makiel, kenapa kau memukul kepala Darren? Jangan nakal ya kamu. Nanti aku lempar dari sini."

"Tapi Daddy, dia yang memukulku duluan!" kata Makiel sambil cemberut.

Alarick melirik Makiel dengan matanya yang melotot. "Siapa yang kau panggil Daddy, Brengsek??? Aku tidak sudi punya anak semacam kau!"

"Kau duluan yang memarahiku seolah aku anak kecil."

Felix yang sedari tadi memainkan ponsel, terkekeh mendengarnya. "Daripada seorang Ayah, cara memarahimu seperti seorang Ibu pada anaknya, Alarick."

"Oh Felix, Makiel tadi menjitak kepala Darren." Kata Alarick.

Felix langsung melotot kaget. "Benarkah?? Anak pintar! Teruskan ya!!" serunya sambil mengusap dagu Makiel seolah Makiel adalah kucing.

Darren mendengus. "Menijikan."

"Ya. Kita memang menjijikan. Termasuk kau, Darren. Kita adalah kembar siam." Kata Alarick.

Darren membuang napas panjang guna mengumpulkan kesabaran.

"Kita sampai!" kata Alarick.

"Woah, Valerie tinggal di motel?" tanya Makiel.

"Bukan. Itu apartemen." Jawab Darren.

"Kau bercanda! Mana ada apartemen sekecil ini??" tanya Felix dengan wajah mengernyit. "Calon istrimu tinggal di tempat kumuh?"

"Ya, begitulah. Valerie menikah denganku adalah suatu berkah di hidupnya. Aku bisa membelikannya sesuatu yang mewah. Makanya, penolakan Valerie hanyalah suatu sandiwara agar menarikku. Kalian tidak tahu saja jika sebenarnya dia mendambakanku. Mana ada wanita yang bisa menolak kekayaanku?" sombong Alarick.

"Ada." Kata ketiga temannya, serempak.

"Siapa?" tanya Alarick heran.

"Valerie." Jawab mereka kompak lagi.

Alarick mendelik dan berdecak. "Sudah kubilang, itu hanya sandi—"

"Aku turun duluan." Kata Darren, lalu membuka pintu mobil dan keluar.

"Terima saja Alarick, Valerie sudah menolakmu." Timpal Felix dan menyusul Darren keluar.

"Ini yang membuat Valerie muak padamu. Sudah tahu ditolak, masih saja menyombongkan diri. Cih." Kata Makiel kejam, dan menyusul kedua temannya keluar.

Alarick mengerjapkan matanya dengan syok dan tidak menyangka. "Aku serius, tahu!! Valerie pernah berkata jika pesonaku sulit untuk ditolak!!"

***

"Apa? Pergi?" tanya keempat orang itu dengan kaget.

Barusan saat Darren memberitahukan unit apartemen yang ditempati Annabelle dan Valere, mereka bersahutan memanggil 2 penghuni rumah itu, dan tiba-tiba seorang remaja perempuan yang tinggal di unit sebelah memberitahukan mereka dengan bahasa Inggris jika Valerie pergi.

"Ke mana?" tanya Alarick kemudian.

"Ke Bandung."

"Bandung? Negara apa itu?"

"Itu kota. Bandung masih berada di Indonesia." Kata Felix. "Kalau boleh tahu, ke mana tepatnya mereka pergi?" tanyanya pada remaja itu.

"Katanya, ke Cimanggu."

"Ci manggo? Taman buah mangga?" tanya Alarick, sok tahu.

"Bukan. Itu tempat berenang." Jawab remaja itu. "Bukan Ci manggo, tapi Cimanggu."

"Ya. Ci manggo."

"Ya. Terserahlah." Kata remaja itu sambil mendelik kesal.

"Hmm, kalau begitu, boleh tunjukkan tempatnya?" tanya Alarick.

"Mana bisa??? Tempatnya jauh dari Jakarta!"

"Kalau begitu, boleh tunjukkan titik lokasinya? Atau koordinat tempatnya? Jika ada, tunjukkan lapang landasan helikopter atau helimini. Aku akan memberikanmu uang dollar yang harganya 15ribu rupiah perdollarnya." Kata Alarick.

Remaja itu mengangkat sebelah alisnya dengan sinis.

"Kami banyak uang." Tambah Makiel.

"Kami kaya." Tambah Felix.

Darren mendelik. "Aku baru saja bangkrut. Dan aku bukan bagian dari kata "kami" yang mereka ucapkan."

Remaja itu menghela napas panjang. "Maaf ya Om, tapi gue juga kaya! Dasar brengsek!" umpatnya dalam bahasa Indonesia. Dia masuk dan membanting pintunya dengan keras.

"Hei, kau mau ke mana??? Felix, apa yang dia katakan barusan?" tanya Alarick.

"Dia menolak dan mengatai kita brengsek. Katanya, dia juga kaya."

Alarick menampakkan wajah kaget yang dibuat-buat. "Benarkah??? Lalu, kenapa dia tinggal di gedung kumuh seperti ini??"

Felix mengedikan bahunya sebagai tanda tidak tahu. Sedetik kemudian, pintu di depan mereka kembali terbuka dan remaja itu menyodorkan note kecil pada Alarick.

"Ini yang kau minta. Semuanya lengkap. Koordinat, nama lokasi, titik lokasi, dan landasan helikopter di daerah situ. Aku meminta 100 dollar untuk usaha kerasku ini." Kata remaja itu panjang lebar.

Ya, pada akhirnya, tidak ada yang bisa menolak dollar.

***

Valerie dan Annabelle sedang beristirahat dari kegiatan renang mereka. Air yang hangat membuat tubuh keduanya terasa segar, apalagi ditambah dengan tempat yang sejuk yang membuat pikiran mereka jernih. Valerie dan Annabelle berdiri di samping pedagang jagung bakar sambil memakan jagung masing-masing.

"Woah, aku tidak menyangka, satu hari tanpa Alarick membuat pikiranku menjadi menyenangkan seperti ini." Kata Valerie.

Annabelle terkekeh saat sedang meniupi jagung panasnya. "Benarkah? Bukannya, saat LDR kau merindukannya?"

"LDR?? Kapan aku berhubungan dengannya???"

"Hahaha, pipimu memerah."

"Haha, mungkin karena blush on."

"Haha, kita habis berenang dan blush on-mu sudah menghilang."

"Haha, mungkin sisanya."

"Haha, mungkin kau sedang salah tingkah."

Valerie menggeram kesal. "Anna! Kita sedang dalam masa bebas! Hentikan sikap menyebalkanmu!"

Annabelle terkekeh kembali. "Baiklah, baiklah. Aku takkan mengganggumu lagi."

Valerie cemberut. Dia kemudian merendahkan tubuhnya dan menghadapkan wajahnya pada perut Annabelle. "Kid, jangan ikuti sifat Mommy kalian ini ya? Menyebalkan dan tidak punya perasaan. Cerewet, dan menyebalkan juga. Aku tahu kau anak yang baik dan pintar." Kata Valerie pada bayi yang ada dalam kandungan Annabelle.

Annabelle tertawa kencang. "Vale, kamu berbicara pada siapa?"

Valerie menegapkan tubuhnya dan melipat tangan di depan dada. "Tentu saja berbicara dengan anakmu." Katanya.

"Kau salah, Aunty. Kau seharusnya memanggil anakku dengan kata: kalian, bukan kata: kau."

Valerie melotot ke arah Annabelle. "Mereka... Kembar?"

Annabelle tersenyum lebar dan mengangguk. "Ya."

Valerie melotot antusias, dan refleks membungkuk sambil memegangi perut Annabelle. "Aaa, kalian sangat pintar! Kalian mengerti ya jika Mommy kalian sedang kesusahan dan butuh liburan?? Kalian tidak membuat Mommy kalian muntah-muntah di pagi ini. Kalian sangat pintar! Saat besar nanti, kalian harus jaga Mommy kalian ya? Aunty tahu kalian akan menjadi anak yang berbakti saat besar nanti."

Annabelle lagi-lagi dibuat tertawa oleh kelakuan Valerie. "Vale, mereka bahkan belum lahir."

Valerie yang masih membungkuk ikut tertawa bersama Annabelle.

"Valerie!"

Panggilan itu membuat Valerie dan Annabelle otomatis menoleh.

TBC

JANGAN LUPA POWER STONE DAN KOMENTAR POSITIF NYA YAAA BIAR SEMANGAT UPDATE