Suara burung gagak dan embusan angin di padang pasir seolah berdengung di telinga keempat orang dengan jas formal itu. Mereka berdiri di samping pintu masuk yang terdapat gubuk kecil di sampingnya. Seolah magnet yang memiliki daya tarik yang kuat, semua penghuni kolam berenang Cimanggu menoleh pada keempat orang itu. Mereka tampak mencolok dengan jas formal yang melekat di tubuh mereka, sedangkan penghuni kolam sudah sangat basah dengan baju yang kucel.
Keempat orang itu masih diam di tempatnya tanpa berani melangkah lebih jauh.
"Err, sudah kuduga ini akan sangat tidak elegan." Kata Makiel.
Alarick masih bergeming di tempatnya, syok karena kolam itu berisi orang-orang yang sangat tidak elegan. "Ya. Sudah kuduga. Aku membayar 100 dollar, namun mereka memberikan kembalian lebih dari 50 dollar padaku." Kata Alarick.
"Benarkah??"
"Ya. Harga tiket masuk ke tempat berenang ini lebih murah dari harga kaos kakiku." Kata Alarick sambil menghela napas panjang.
Felix menampakkan wajah syok yang berlebihan. "Benarkah??? Ini bahaya. Bagaimana jika kulit kita gatal-gatal???"
"Ew. Aku tak berencana memasuki kolam ini." Ucap Alarick.
"Tapi itu terlihat hangat." Kata Makiel.
"Kawan, aku ingin pulang." Ucap Darren, yang sukses membuat ketiga orang di sana menatap Darren dengan heran sekaligus terkejut. Tubuh Darren merinding sejenak. "Lebih dari itu, apa kalian tidak melihat tatapan mesum dari para ibu dan perempuan di sini? Bahkan, nenek-nenek di ujung sana tersenyum cabul menatapku!"
Ketiga kepala itu refleks mengikuti arah jari telunjuk Darren dan benar saja. Seorang nenek terlihat malu-malu saat ditatap mereka dan nenek itu bahkan menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga dengan mata yang tidak lepas dari keempatnya. Tubuh 4 pria berjas formal itu bergidik ngeri.
"Ujang."
"AAAHHH!" teriak keempatnya saat ada seorang wanita paruh baya yang memanggilnya.
"Dia menyentuh dadaku! Dia menyentuh dadaku!!" seru Makiel histeris sambil lompat dan naik ke gendongan Felix.
"Dia menyentuh dadamu??" tanya Felix, ikut histeris.
Alarick dan Darren langsung menjauh dari wanita paruh baya itu dan bersembunyi di belakang Felix.
"Ya! Ya! Dia menyentuh dadaku!! Tepat pada dadaku Felix."
"Apa???"
"Dia sangat mesum!! Jauhkan!! Jauhkan!!!"
"Alarick, aku ingin pulang!!" seru Darren dengan wajah panik.
"Aku menyerah, Alarick!! Mereka cabul!! Bawa aku pergi dari sini!!" kali ini, Felix yang berseru.
"Tenanglah! Kalian ini pria! Bersikaplah seperti pria sejati!!" seru Alarick.
"Kalau begitu, maju ke depan dan bukannya sembunyi di belakang tubuhku!!! Lindungi kami seperti pria sejati, sialan!!"
"Dia menyentuhku!!!"
"Aku ingin pulang!!"
"Naha kunaon ai ujang? Meni ciga nu gelo."
"AAAHH!"
Kejadian itu membuat keempatnya menjadi tontonan seluruh penghuni kolam berenang. Hanya mereka yang bergerak, dan yang lainnya menonton seolah keempat orang itu memang sedang melawak.
***
Annabelle dan Valerie yang melihatnya hanya menghela napas panjang. Keempat itu masih berteriak histeris dengan bahasa Inggris sedangkan ibu-ibu yang berada di sana hanya bergeming dengan wajah bingung karena tidak mengerti ucapan keempat pria itu.
"Sepertinya, liburan kita tidak berjalan lancar." Kata Valerie. Dia menoleh pada Annabelle. "Bagaimana ini, Anna? Bukannya mendapat ketenangan, kita malah dibuat susah lagi oleh The Devils itu."
Annabelle terkekeh pelan. "Aku tidak apa-apa, Vale. Mereka malah menghiburku dengan cara mereka sendiri."
Valerie kali ini melipat tangannya di depan dada dan menatap Annabelle dengan mata memincing. "Aku tidak tahu jika kau berteman dengan Alarick." Katanya.
Annabelle tersenyum. "Kalau aku beritahu, apa kau masih akan tetap mengungkapkan keluh kesahmu? Apa kau masih berani menghinanya dan mengumpatinya di depanku?"
"Tentu saja. Malah aku akan semakin menghinanya."
Annabelle tertawa. "Sifatmu memang benar-benar berbanding terbalik denganku." Katanya. Annabelle kembali menatap komplotan The Devils itu. "Ayo kita bantu mereka."
Valerie menghela napas panjang. Dengan terpaksa, dia berjalan dengan Annabelle menghampiri komplotan The Devils yang terlihat akan menangis sebentar lagi jika tidak ditolong.
"Aku ingin pulang!!"
"Dia menyentuh tepat pada itu!! Dia menyentuh tepar pada putingku!! Putingku, sialan!! Puting dadaku!!!"
"Dia sangat cabul, Alarick!! Aku tidak kuat!!"
"Diamlah, Felix!! Kau membuatku terlihat olehnya!! Jangan terus merengek seperti lelaki cengeng!! Jadilah lelaki sejati!!"
"Kalau begitu, Anda juga tidak seharusnya bersembunyi di belakang punggung teman Anda, Sir." Kata Valerie, yang membuat komplotan The Devils itu terdiam seketika dan menatap Valerie.
Valerie menghampiri wanita paruh baya yang tadi menyentuh dada Makiel. "Bade naon, Bu?"
"Oh, henteu neng. Ieu ibu bade nawarkeun acuk gentos bisi hoyong digentos acukna."
"Oh kitu? Sumuhun atuh abdi ngke ka ruko ibu nya? Palih mana rukona?"
"Palih ditu tuh. Mun bade ayeuna yu, sareng ibu ka rukona."
"Oh nya. Sae atuh mun kitu mah."
"Valerie benar-benar pemberani." Kata Makiel yang masih dalam gendongan Felix. "Dia berbicara dengan manusia cabul."
"Ya. Sifat Valerie berbanding terbalik dengan sifat Alarick yang penakut." Kata Felix.
"Err, harusnya kalian tidak menujukan ucapan itu padaku. Lihatlah pria di belakangku ini."
Setelah mendengar ucapan Alarick, Makiel dan Felix menoleh pada Darren yang berdiri kaku dengan wajah pucat dan tubuh bergetar. Di sampingnya, ada Annabelle yang mengibaskan tangan di depan wajah Darren. Namun tatapan Darren tetap kosong seolah dia baru saja melihat hantu.
"Tidak apa. Dia masih muda. Itu dimaklumi." Kata Makiel. Dia kembali menatap Alarick. "Tapi kau! Kau yang lebih tua tapi kau yang paling penakut! Apa kau tidak malu pada umurmu???"
"Katakan itu pada dirimu sendiri. Lihatlah bagaimana histerisnya kau saat dicabuli padahal kau sendiri sering mencabuli wanita."
"Itu lain hal!"
"Dan jangan lupakan jika kau sekarang berada di gendongan sahabat gay mu itu."
Makiel tersadar seketika. Dirinya saat ini sedang digendong oleh Felix dengan gaya bridal style. Dengan secepat kilat, Makiel turun dari gendongan Felix. "Kenapa kau menggendongku???" tanya Makiel.
"Kau yang melompat padaku lebih dulu!!"
"Tapi tidak seharusnya kau menggendongku dengan sangat romantis seperti itu!!"
"Tuan-tuan." Kata Valerie lagi, membuat semua atensi teralih padanya. Valerie menatap keempat pria di sana dnegan jenuh. "Ikuti saya." Katanya, lalu berjalan berdampingan dengan wanita paruh baya tadi.
"Apa maksudnya??? Kita harus mengikuti Valerie dengan wanita cabul di sebelahnya??" tanya Makiel histeris.
"Sial, Valerie terlalu berani." Kata Felix.
"Aku harus menyelamatkannya." Kata Alarick kemudian menoleh pada Felix. "Felix, kau jalan duluan."
"Hei, kenapa harus aku???"
"Karena kau yang paling tua! Apa itu tidak cukup menjawab pertanyaanmu???"
"Kau pun berbeda 1 tahun di bawahku!!"
"Tetap saja kau yang paling tua!!"
"Dan kau seharusnya berjalan di depanku, Anak Muda."
"Mana ada yang begitu?? Saat datang bencana, yang didahulukan adalah lansia."
"Apa kau baru saja menyebutku lansia???"
"Ya! Kau tua!!"
"Sialan kau!!"
"DIAM!" teriak Annabelle sambil melotot. "Apa kalian tidak malu menjadi tontonan penghuni kolam, hah?? Sudah sama-sama tua tapi bertingah seperti bocah. Dasar pengecut! Aku saja yang jalan duluan!" katanya sambil menggerutu saat berjalan menyusul Valerie. "Seharusnya, mereka malu pada kejantanan mereka."
"Dia seksi." Kata Makiel sambil menatap punggung Annabelle dengan antusias. "Darren, jika kau tidak menginginkan Annabelle, kau boleh memberikannya padaku. Aku akan menerimanya dengan senang hati." Katanya sambil mengikuti Annabelle dari belakang.
Darren segera berlari dan menghadang Makiel dan mendorongnya ke belakang. "20 meter!!!" seru Darren kencang.
"Nah, sekarang giliranku." Kata Felix pada Alarick. "Dan kau pria penakut yang gengsinya setinggi langit, tetaplah berdiri di belakangku dan aku akan berdiri di belakang Valerie untuk melindunginya."
"Apa kau bilang???"
"Kau mendengarnya." Kata Felix, dan melangkah cepat menjauhi Alarick.
"Felix!! Menjauh darinya!! Kuperingatkan kau!! Dia adalah calon istriku!! Calon istriku!!"
"Tidak akan terjadi jika aku mengatakan yang sebenarnya padanya."
"BERANI LAKUKAN ITU, DAN AKU AKAN MEMBUNUHMU!!" teriak Alarick sambil menyusul Felix yang berlari sambil tertawa.
"AKU AKAN MELAKUKANNYA SEBELUM KAU MEMBUNUHKU!! AAA VALERIE TOLONG AKU!!"
Felix mempercepat larinya saat Alarick berlari cepat seolah ingin menerjangnya.
***
"Ini untuk Anda, ini untuk Anda, ini untuk Anda, dan yang terakhir untuk Anda, Sir." Kata Valerie sambil memberikan 4 kaos beserta 4 boxer pada 4 pria personil The Devils. Tidak lupa dengan se-box celana dalam yang ia berikan pada Alarick.
Alarick menatap pakaiannya, pakaian Valerie, dan pakaian Felix. Ia lalu menatap Valerie. "Kenapa kau memberikan aku warna hijau??? Sedangkan kau memberikan Felix warna yang sama dengan pakaian renang yang kau pakai???"
Valerie mengangkat sebelah alisnya dengan bingung. "Karena saya tahu jika Anda menyukai warna hijau. Sedangkan saya tidak tahu Tuan Felix menyukai warna apa jadi saya memberikan warna netral padanya." Jawabnya. Valerie menatap pedagang ruko. "Janten saberaha, Bu?"
"Janten 180 neng." Kata pedagang tersebut.
Valerie mengeluarkan 2 lembar uang berwarna merah dari dompetnya dan memberikannya pada pedagang tersebut.
"Apaan?? Kau memberikanku barang yang nominal seluruhnya seharga 2 ratus ribu??? Kau memberikan barang yang harganya lebih murah dari kaos kakiku???" tanya Alarick syok. Lalu terdengar kesiap syok lainnya.
Valerie mendelik. "Di sini tidak ada baju kaos yang seharga 100 dollar. Terima saja yang ada."
"Tapi bagaimana jika ini adalah kaos bekas??? Bagaimana jika kulitku gatal-gatal setelah memakainya?? Bagaimana jika kaos ini disimpan di tempat yang tidak steril?? Kau akan bertanggung jawab jika aku kena penyakit kulit???"
Valerie menghela napas panjang, mencoba bersabar dengan kelakuan Alarick.
"Neng, ieu angsulan na." Kata pedagang tersebut sambil memberikan uang 20 ribu pada Valerie.
Alarick menatap uang yang disodorkan itu sekilas, lalu kembali menatap Valerie. "Apa itu??? Kau bahkan menerima kembalian dari uang 200 ribu mu itu??? Seberapa murah kau membeli kaos dan celana dalamku??"
Valerie mengambil kembalian itu, berterimakasih sejenak, lalu menatap Alarick tajam. "Lalu bagaimana lagi??? Anda ingin saya terbang ke LA dan kembali lagi hanya untuk membelikan Anda sebuah kaos??"
"Kau meninggikan suara padaku??"
"Karena kau sudah sangat mengangguku, Alarick!!" seru Valerie, tanpa sadar sudah tidak lagi berucap formal pada Alarick.
Sontak segalanya menjadi hening. Alarick maupun Valerie saling menatap dengan tajam. Valerie dengan tatapan marah, dan Alarick tentang tatapannya yang menggelap dan rahang yang mengeras.
Sial, wajahnya membuatku bergairah. Dan untuk pertama kalinya aku mendengar dia mengucapkan namaku langsung membuatku semakin bergairah. Alabird, sabarkan dirimu!! Aku tahu sudah lama kita tidak berperang, namun tahanlah selama 6 hari, oke?? Sial, kenapa angka 6 terasa sangat banyak sekarang. Batin Alarick menggeram.
Alarick menatap Valerie tajam. "Baiklah, untuk kenyamananmu, aku akan menggunakannya. Sebaliknya, saat kita pulang dari sini, kau harus memberikanku hadiah." Katanya lalu mengedar ke sekitar. "Di sini banyak pepohonan dan terlihat sepi. Saat malam pasti akan lebih sepi. Kebetulan, aku pernah berfantasi melakukan kegiatan panas di alam terbuka. Baiklah, kita lakukan saja sebelum pulang."
"Apa?" tanya Valerie heran. "Apa maksud Anda?"
"Tidak ada. Dan mulai saat ini, jangan panggil aku dengan formal. Jika kau ingin, kau dapat memanggil namaku langsung. Aku ganti baju dulu."
Alarick lalu merangkul ketiga temannya yang lain agar mengikuti langkahnya.
"Alarick, kau serius akan menggunakan pakaian seharga kurang dari 10 dollar ini??" tanya Makiel. "Aku tidak ingin gatal-gatal!!"
"Aku juga, Alarick. Aku tidak mau menggunakan ini!" kata Felix.
"Begitu? Yasudah, kalian pulang sendiri saja. Kebetulan, hanya aku yang dapat memberi perintah agar helikopter datang menjemput."
"Al! Kau serius??" tanya Makiel panik.
"Shit, Alarick! Kau takkan mungkin melakukan itu pada kami!" kata Felix.
"Ah! Dan apa kebetulan juga kalian tidak bawa uang?? Kudengar, tadi ada yang meminta dibayarkan olehku."
"Baik! Baik! Kita akan memakainya!" kata Felix.
"Aku cukup tahu saja, Al. Kau lebih memilih dia daripada aku!" seru Makiel kesal.
Sedangkan Darren tetap diam dan mengikuti bagaimana alur cerita ini berjalan.
Dan Valerie hanya melongo di tempatnya, bingung dengan ucapan Alarick.
"Vale, ayo!" kata Annabelle dan dituruti oleh Valerie.
Valerie berjalan berdampingan dengan Annabelle dan dengan keempat personil The Devils di depan mereka.
TBC
JANGAN LUPA POWER STONE DAN KOMENTAR POSITIF NYA YAAA BIAR SEMANGAT UPDATE