"Cok tesekurler (terima kasih banyak)!" ujar Burcu sembari menggenggam erat tangan Thalita.
"Bir sey degil (ini bukan apa- apa)." Thaliat tersenyum menyambut uluran tangan Burcu. Ia merasa canggung.
Thalita bertemu dengan Burcu dan Thalita ternyata sangat nyambung dengan Burcu. Burcu pun sangat senang dengan Thalita. Thalita juga menuruti apa saja yang diinginkan Burcu.
Furkan hanya tersenyum sembari menyeruput tehnya dari sebrang sofa yang didudukinya sementara Thalita bersua dengan Ibundanya.
Thalita berusaha sebisa mungkin untuk sopan dan patuh terhadap Burcu. Sebenarnya ini bukanlah jiwa Thalita dimana Thalita sendiri sebenarnya bukanlah jiwa pemberontak. Ia hanya tak ingin membuat Furkan kecewa karena telah membayar dirinya untuk berakting untuk menjadi calon pilihan Burcu.
Furkan menyuruh Thalita berbohong nantinya kepada Zubeyde jika Ia adalah anak dari salah satu konglomerat di asal Jakarta. Thalita pun memutar otaknya dan Ia pun menemukan ide jika Ia adalah anak dari gubernur Jakarta, Bapak Dian Assegaf. Ini benar- benar kebetulan dimana nama marga Thalita sama dengan Gubernur DKI Jakarta yang kini tengah menjabat.
Thalita pun akhirnya dipeluk erat oleh Burcu. "Thalita, aku akan memberikanmu kompensasi lebih, berapapun yang Furkan berikan akan kuberikan lagi yang lebih."
Thalita hanya tersenyum memaksa mndengar tawaran Burcu.
Batin Thalita. Ini satu keluarga aneh banget deh, ya kali nyampe bayar ornag buat pura- pura jadi calon istri anak pewaris kekayaan keluarganya. Aneh banget, otak gue ga nyampe, suwer. Kalo karena ga kepepet mana mungkin gue mau ambil.
Thalita menyadari betapa megahnya rumah Furkan. Tentu dengan rumah seluas dan semewah ini uang yang diberikan Furkan lewat cek tadi tak ada harganya bagi Furkan. Ia tak habis pikir orang kaya sperti bosnya ini mungkin sudah kehabisan cara bagaimana menghabiskan uangnya sehingga melakukan cara seperti ini yang mana di luar rasional menyewa orang untuk menjadi calon istrinya.
Thalita pun akhirnya selesai berurusan dengan Furkan dan Burcu sehingga Ia hendak keluar dari rumah Furkan yang teramat megah tersebut. Ia melirik jamnya yang sduah menunjukan pukul 10 lewat 15 menit. Itu artinya sekitaran 20 menitan lagi Ia akan sholat tarawih. Ia memang berencana langsung sholat saja begitu pulang dari rumah Furkan.
"Thalita, mau aku antar?" tanya Furkan.
Thalita menggeleng. "Tesekurlar (terima kasih) tapi tidak uah repot- repot Tuan," tolak Tthalita halus.
"TIDAK, Tidak merepotkan kok!"
"Tuan, ta... tapi..." Thalita berusaha menolak Furkan halus lagi.
"Iya aku mengerti jika kau takut seandainya aku bisa membuatmu tak nyaman."
Akhirnya Thalita pun pulang sendiri tanpa Furkan.
**
Dilla sangat bersemangat saat menyambut kedatangan kedua orang tuanya.
"Mom, Dad..." Dilla emmeluk kedua orang tuanya.
"Dilla, aku sangat senang karena akhirnya aku bisa bertemu denganmu sayang...." Fetimah memeluk erat anak bungsunya tersebut.
"Mom, I miss you so much."
"Mommy too baby..."
"My baby girl, Dad really want to give you big hug."
Ayah Dilla, Gareth bisa memeluk Putrinya tersebut dengan badannya yang tinggi besar. Gareth memiliki wajah khas orang wales, dengan kulit putih pucatnya dan juga bola matanya yan berwarna coklat, dan rambut yang pirang yang sudah hampir beruban semua.
"Dad, I'd have waited for this moment. I wanna hug you, my Papa bear." Dilla tersenyum dan pindah ke dekapan sang Ayah dari yang tadinya dipeluk Sang Ibu.
Dilla pun memperkenalkan Sang Sahabat siapa lagi kalau bukan Dilraba Azimova.
"Nice to meet you, Mr and Mrs Murray." Dilraba pun menatap dan memberi salam sopan dengan menundukan kepalanya sedikit kepada orang tua Dilla.
"Dilraba, thankyou yu want to befriend with our daughter in this big city." Tampak Gareth tersenyum bahagia karena sang Putri memiliki sahabat yang sangat baik dan dapat membantunya di Istanbul ini."
"Itu bukan aa- apa Tuan. Saya dan Dilla sudah sangat dekat."
"Dilraba, kau menumpang tinggal di apartemen Dilla selama di Istanbul?" tanya Fetimah langsung straight to the point.
"A..." Dilraba gugup. Ia pun cepat- cepat mengangguk. "Tamam.." Ia membenarkannya.
Dilla pun langsung mengalihkan pembicaraan. "Mom, Dad, let's we eat first. I'm sure you're so hungry now. Kalian kan pasti belum buka puasa dengan menu yang proper kan?"
Dilla dan Dilraba pun pergi menggunakan taksi dengan kedua orang tua Dilla.
Mereka makan di sebuah restoran Baklava yang ada di distrik besiktas. Sang Ayah dan Ibu Dilla sudah memesan hotel selama 3 hari untuk tinggal di Istanbul sebelum berlabuh ke Konya.
"Tenang Dilla, Mom dan Dad tak akan mengganggumu tinggal di apartemenmu, apalagi disana juga sduah tinggal Dilraba, jadi Mom dan Dad lebih baik tinggal di hotel 3 hari ini." Fetimah menjelaskan alasannya memilih tak tinggal di apartemen Dilla karena Dilla sebelumnya sudah menawarkan kedua orang tuanya untuk tinggal di apartemennnya namun akhirnya mereka menolak.
"Oh ya Dila, Kau punya referendi dimana membeli mobil?" tanya Sang Ayah.
"Dad, do you wanna buy car here?" Tampak Dilla terkejut.
"Yah!" ujar Gareth dengan wajah serius.
"Kau bisa ke showroom mobil Beklem. Akan aku antar Dad kesana."
"Wah... tesekkurlar... tapi tidak udah, biar Dad cari sendiri saja," tolak Gareth.
"Dilla, Ibu ingin kau bertemu dengan Pria yang dimaksud, jodoh yang dipilihkan kakekmu." Ibu Dilla memang orang yang selalu straight to the pint sehingga jarang berbasa- basi. "Mom yakin kau akan menyukai calon suamimu ini."
Dilla hanya terdiam. Batinnya. Lagi- lagi... Ia hanya bisa menarik nafas dalam secara perlahan.
Dilraba memperhaaikan kegelisahan Dilla. Ia menepuk pundak Dilla diam- diam, berusaha membuatnya rileks.
Dilla pun berusaha memutar otak supaya Ia tak jadi dijodohkan.
**
Thalita baru berjalan keluar dari rumah Furkan. Ia hendak berjalan ke halte bus untuk pulang ke rumahnya, Ia merasa waktunya tak akan cukup jika Ia sholat tarawih sekarang.
Tak lama, sebuah mobil berhenti tepat di gerbang rumah Furkan.
Thalita pun menunggu mobil tersebut masuk ke dalam rumah Furkan.
Pria yang mengendarai mobil tersebut pun menurunkan kaca jendela mobilnya.
"Anda siapa?" tanya sang Pria dalam bahasa Inggris.
Thalita pun melihat ke belakangnya, tak ada orang lagi. "Kau bertanya kepada saya?" Ia menunjuk dirinya sendiri.
"Tentu, siapa lagi!"
"Saya... Saya ada urusan dengan Furkan Bay." Thalita menjawab sembari menyipitkan matanya. "Anda siapa tapi?"
Sang Pria tersenyum lebar. "Nona, anda apakah kekasih dari Furkan Abi?" tanyanya langsung tanpa tendeng aling- aling.
Thalita lantas mengelak. "Tentu bukan!"
Sang Pria tersebut pun bernafas lega. "Sykurlah saya kira Anda pacar Furkan Abi."
Lalu pria tersebut pun mengegas mobilnya dan masuk ke dalam rumah urkan.
Batin Thalita. Ya ampun mas, ganteng- ganteng sakit apa? Ya kali nuduh gue pacarnya Tuan Furkan. Tapi siapa sih cowok itu? Kepo banget!
**