Bagian awal ini , Ina akan menjelaskan kronologi Alva bisa masuk ke rumah Diego. Kalian pasti bertanya-tanya kan kenapa Alva tiba-tiba bisa masuk dan ketemu Irene dikamar? Hehe, baca yang teliti ya!!
-
Beberapa jam yang lalu....
Flashback on,
Alvaro Samuel tersenyum kecil ketika mobilnya berhenti di tempat tujuannya. Dia berada di salah satu kawasan elite di Berlin dan memarkirkan mobilnya di sebelah pagar tinggi salah satu rumah disana.
Di balik pagar tinggi itu sebuah rumah mewah bergaya modern Eropa-Amerika berdiri tegap. Besar dan mewah, tapi Alva tetap saja menganggap rumah itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan rumahnya. Well, si tikus itu... Diego Alvaro pasti sedang tidak ada di rumah mengingat Lovelyn yang mengatakan jika lelaki itu sedang menghadiri rapat penting yang lokasinya sangat jauh dari Berlin. Ini merupakan kesempatan emas baginya, karena saat ini.... Dia pasti bisa menemui Irene, kekasihnya.
"Balkon kamar Diego ada disebelah barat."
Ucapan Lovelyn yang terdengar dari earphone kecil yang terpasang di telinga kanannya membuat Alva tersenyum.
"Oke, thank's Lovelyn. Aku akan kesana."
"Karena aku sudah memberitahumu semuanya kau tidak boleh gagal! Aku mempertaruhkan nyawaku untuk ini!" teriak Lovelyn dengan kesal di seberang sana.
Alva terkekeh, matanya menerawang ke atas melihat pemandangan rumah megah didepannya.
"Tenanglah, Lovelyn. Kau ini masih saja meragukan keahlian ku ya?"
"Aku hanya takut jika orang-orang Diego menangkapmu, bodoh!"
"Well, jika itu terjadi aku akan menyeretmu ke dalam masalahku." kata Alva sembari tersenyum miring.
"Aish! Dasar bedebah!"
Lalu sambungan pun terputus, Alva mematikan earphonenya--merasa jengah dengan ketidakpercayaan Lovelyn dengan kemampuannya. Tidak mungkin kan jika ia masuk dengan membuka pagar utama rumah ini? karena itu Alva lebih memilih untuk memanjat salah satu pohon besar di sebelah pagar itu untuk bisa meloncat dan mendarat di halaman belakang rumah dengan mulus bagaikan ninja.
Beruntungnya ia, ternyata disini tidak ada penjaga. Hanya ada saung kecil--mirip seperti stan penjaga. Kosong. Tidak ada orang didalamnya. Kenyataan ini membuat Alva senang sampai-sampai dia terkekeh sendiri, tapi tak lama kekehannya langsung berhenti begitu mendengar suara langkah kaki sedang terarah ke tempatnya. Err... pasti itu penjaga!
Alva langsung bergerak memanjat pohon di sebelah balkon kamar Diego. Dan tepat setelah Alva mejejakkan kakinya disana dia bisa melihat dua orang penjaga sudah sampai ditempatnya tadi. Dan tak lama kemudian, setelah kedua penjaga itu memeriksa tempatnya, akhirnya mereka kembali berpatroli.
Tidak mau membuang waktu, Alva segera bergerak membuka pintu balkon kamar Diego. Dan beruntungnya lagi... ternyata pintunya tidak terkunci. Haha, bagus sekali. Kali ini dia pasti berhasil, Irene-nya pasti ada di dalam. Alva merindukannya!
Terangnya kamar membuat Alva bisa melihat keseluruhan dari kamar tersebut. Hell, dimana Irene? Apa suara percikan air yang berasal dari kamar mandi itu ada Irene di dalamnya?
Baik. Alva tersenyum, jika benar maka pasti akan mengasikkan jika dia bersembunyi di pintu balkon ini dan langsung mengagetkan Irene ketika gadis itu keluar. Well, pertemuan yang menyenangkan.
Flashback off.
***
At ALVAROS Building. Berlin - German | 04:00 PM.
"Nona Irene baru saja pergi dari mansion, tuan. Dia berjalan terseok-seok sambil menangis, dia tampaknya kesakitan, tuan muda."
Diego langsung menghentikan langkahnya dan menoleh pada Christian mendengar apa yang lelaki itu katakan. Demi Tuhan! Diego bahkan baru masuk kedalam mobil Lambhorgini-nya, tapi kenapa sedari tadi rasanya semua orang tidak ada yang membiarkannya tenang!
"Lalu? Untuk apa kau memberitahuku?"
"Saya pikir-"
"Kau pikir aku peduli?" potong Diego cepat, merasa jengah dengan apa yang Christian katakan. Christian sendiri langsung menundukkan kepala sementara Diego melanjutkan langkahnya untuk duduk di kursinya.
Diego juga langsung menyalakan mobilnya dan menginjak pedal gas keras-keras. Mobilnya melaju cepat, menembus jalanan kota Berlin di sore hari. Diego menonaktifkan ponselnya dan membuang benda itu ke jok belakang. Dia butuh ketenangan, dan sepertinya jika dia pergi ke taman, suasana hatinya akan sedikit membaik--tapi yang sebenarnya Diego berusaha mengalihkan perhatiannya dari kabar tentang kepergian Irene tadi. Ayolah... Nyatanya rasa kesalnya ini masih begitu dalam ia dapatkan dari sosok fiksi bernama Bae Irene. Persetan dengan dia. Sekalipun dia nanti sengsara entah bagaimana atau pergi ke ujung dunia sekalipun... Diego tidak akan mencarinya! DIEGO TIDAK SUDI!
Diego keluar dari mobilnya begitu dia sampai di taman kota. Udaranya terasa sejuk, Diego lantas memjamkan matanya. Segar, damai, hening. Diego menyukainya, apalagi pemandangan alam yang hijau ini terasa begitu indah dan dalam. Membuatnya serasa menyatu dengan alam. Diego pun melangkah menuju bangku yang kosong, lalu ia duduk disana.
Diego terus menatap pemandangan taman didepannya, yang entah kenapa tiba-tiba saja sanggup membuatnya mengantuk. Padahal awalnya Diego tertarik untuk menatap pohon-pohon rindang itu, namun mungkin itu yang akhirnya membuat pikiran Diego teralihkan. Membuat mata Diego perlahan terpejam, bahkan beberapa saat selanjutnya Diego sudah benar-benar tertidur.
Tidur pertamanya sejak beberapa waktu terakhir.
Tapi... Tiba-tiba di dalam mimpinya Irene muncul.
Irene yang tertawa. Irene yang tersenyum kepadanya. Irene yang mengatakan mencintainya. Semua kebersamaan mereka. Pelukan pertama mereka... ciuman mereka... bahkan ingatan ketika mereka tengah bercinta untuk pertama kali. Semuanya terputar di dalam mimpi Diego.
"This Devil! Pergilah.... Aku mau mandi!"
"Eh, eh, eh! Diego! Untuk apa kau buka baju disini?!"
"Aku... aku mencintaimu. Ya, aku mencintaimu, Diego."
Dan semua itu memang terlihat benar-benar sempurna, membuat Diego tersenyum dalam tidurnya.
Tapi sayangnya senyuman Diego tidak bertahan lama, karena beberapa saat kemudian Diego malah sudah meringis bersamaan dengan keningnya yang mengeluarkan peluh dingin. Ini mengerikan... mendapati jika tiba-tiba saja semua bayangan Irene yang terlihat bahagia tadi lenyap. Senyum Irene... tawanya... semuanya hilang. Tergantikan dengan tangis, pandangan pedih hingga tatapan kecewa Irene padanya.
"Diego.... Aku pergi."
Namun dari semuanya, kata-kata yang Irene katakan ketika wanita itu menyerah akannya menjadi hal yang paling membuat Diego tersiksa. Mata coklatnya yang berkaca-kaca, tatapan sendunya... Salahnya. Ya, Diego tahu semua itu ulahnya.
Tapi... kenapa? bahkan hanya dengan melihat tangis Irene di mimpi saja, dada Diego kembali berdenyut sakit? Diego tidak suka! Diego tidak suka Irene menangis. Semua ini benar-benar mimpi buruk. Membuat Diego akan lebih memilih tidak bisa tidur sama sekali dibanding mendapat mimpi buruk seperti ini.
Namun sepertinya mimpi buruk Diego juga tidak berakhir disana. Karena setelah itu... dalam mimpinya, terlihat dia sedang mencambuk tubuh Irene hingga wanita itu menangis diam-diam, menjerit tertahan, meringis pilu.... Semuanya terputar di mimpi Diego. Dan sialnya, tangis Irene di mimpinya itu membuat Diego sama sekali tidak menyukainya.
Tidak. Ini bukan hanya sekedar tidak suka. Diego membencinya! Tidak sepatutnya Irene menangis ketika bersamanya. Selama Diego ada, Diego sendiri yang akan selalu memastikan Irene akan selalu bahagia! Bukankah Diego dulu juga berjanji jika dia akan selalu ada untuk memeluk Irene dan membuatnya tertawa?! Diego tidak akan membiarkannya terluka.
Deg!!
Sialan.
Jantung Diego langsung berdetak cepat sementara peluhnya juga sudah merembesi keningnya beberapa saat setelah dia terjaga.
Ya, seseorang memang membangunkan Diego setelah dia mendapati Diego meracau tidak jelas dalam tidurnya. Dan sekarang... ketika Diego memang sudah benar-benar terjaga, mimpi-mimpi yang Diego sempat lihat tadi masih saja berputar di kepalanya. Dan itu membuat Diego bergetar, menyadari jika ternyata... dia mungkin sudah melakukan kesalahan yang besar.
Dia salah. Dia bersalah! Bagaimana bisa dia melepas satu-satunya wanita yang memiliki nilai yang sama dengan harga nyawanya?!
"Kenapa kau tidak mengerti?! Irene selalu memilihmu! Dari dulu, sekarang dan bahkan mungkin di masa depan, dia hanya akan selalu memilihmu, bodoh!"
Rasa takut Diego semakin besar saja ketika kenangan dimana dialah pria pertama Irene juga semakin membuat Diego dipenuhi rasa... bersalah. Oh God! Bagaimana bisa kecemburuan dan kemarahannya membuat Diego bisa sebodoh ini?
Diego menyesal. Sangat menyesal. Entah Irene selingkuh dengan Alva atau Irene tidak berselingkuh sama sekali--dia seharusnya tidak pergi. Dia seharusnya tetap disini. Bersama Diego. She's his soul mate. Kenapa bisa-bisanya Diego menyuruhnya pergi?
"Nak, Apa kau baik-baik saja?" tanya seorang kakek yang memakai sweater putih sembari memberikan sebotol air putih pada Diego, membuat Diego langsung menerima dan meneguknya cepat. Berusaha menetralkan rasa takutnya.
Masih ada waktu. Masih ada waktu! Diego masih bisa mengejar belahan jiwanya lagi!
"Terimakasih, kakek." ucap Diego langsung begitu dia menyelesaikan minumnya. "Ini uang untukmu."
Kakek itu langsung menganga. Seriously? Hanya memberikan sebotol air lelaki itu langsung memberikannya uang seratus dollar? Wow, keberuntungan yang langka. Dia dapat jackpot!
"Terimakasih, Nak! Semoga kau selalu bahagia!" teriaknya, harapan sang Kakek ketika memanggil Diego yang sudah berjalan pergi meninggalkannya membuat lelaki itu menoleh. Diego tersenyum, lalu membalasnya ucapannya.
"Tentu saja! Aku pasti bisa mendapatkan kebahagiaanku!" dan aku akan mendapatkanmu kembali, Irene. lanjut Diego dalam hati setelah teriakannya itu, lalu dia masuk ke dalam mobilnya.
Diego pergi dari sana.
To be continued.
HAHA😆
Yg Ina jelaskan kenapa Alva bisa masuk ke rumah Diego itu karena Lovelyn yang ngasih tau kan? Well, siapa sih Lovelyn ini?
Lovelyn Mikhailova alias Mi Lover atau....
Lovelyn D'Mikhailova alias Lily??
HOYOLOH! tebak dong gais wkwkwkwk🤣