Chereads / Diego & Irene / Chapter 2 - Chapter 2 : Penolakan Irene

Chapter 2 - Chapter 2 : Penolakan Irene

Irene mengerjapkan matanya berulang kali saat sinar matahari mengganggu penglihatan nya. Ia menguap lalu perlahan mulai bangkit.

Irene terdiam cukup lama untuk mengumpulkan kesadarannya nya. Matanya menerawang ke seluruh ruangan hingga seketika batin nya mencelos saat menyadari kalau ruang yang ia tempati berbeda dengan rumahnya.

Ruangan bernuansa gelap hingga banyak sekali lemari pakaian yang berjejer rapi. Lalu ia mengambil gelas yang berisi air putih dan langsung meminumnya.

Seketika matanya melotot, "Dimana aku?!"

Irene terkejut. Ini bukan kamarnya. Ia tidak pernah memiliki banyak lemari pakaian dan luas kamarnya tidak sebesar ini.

Ia pun meletakkan kembali gelas itu ketempat semula. Lalu ia beranjak dari kasur dan mencoba berdiri. Sekarang yang harus ia lakukan adalah keluar dari tempat ini dan segera pulang ke rumahnya.

"Kau sudah bangun?"

Deg!

Suara siapa itu? Irene tidak pernah mendengar suara ini. Dengan rasa takut, ia memberanikan diri untuk menoleh.

"K-kau si-siapa?" Irene merasakan bibir nya gemetar saat melihat sosok wanita yang memakai pakaian ketat berwarna merah.

Wanita berambut pirang sepanjang punggung dan rona merah lipstik dibibir nya itu membuat Irene bingung.

Dia tampak seperti seorang.. Jalang?

Tidak! Buru-buru Irene menggeleng, mengusir pikiran anehnya.

Wanita itu berjalan mendekati Irene yang masih berdiri dengan wajah pucat. Ia mengelus pipi Irene dengan jari nya, perlahan secara beraturan.

"Kau sangat cantik. Tapi sayangnya... kau terjebak ditempat yang menakutkan." Wanita itu mengatakan nya dengan pelan tepat didepan telinga Irene.

Wanita itu mengusung senyum saat menyadari gadis dihadapannya ini berubah kaku.

Irene berdiri dengan tegang. Pikiran nya berkecamuk. Ia mengetahui arti dari perkataan itu, namun satu hal. Wanita itu tidak berbicara bahasa Indonesia, melainkan bahasa Inggris.

Untung saja ia sudah bisa menguasai bahasa itu, tentunya dengan belajar dengan giat dan berusaha dengan keras.

"Apa maksudmu? Dan, siapa kau?" Irene bergerak mundur menjauhi wanita itu.

"Aku?" Wanita itu tertawa seraya menatap Irene dengan tatapan geli. Ia berjalan mendekati jendela besar yang berada didepan mereka.

"Aku Marry." Wanita yang bernama Marry itu kemudian menarik lengan Irene agar berdiri disampingnya.

Marry membuka gorden jendela, sedetik kemudian hembusan angin langsung menerpa wajah mereka.

"Lihatlah!" Marry menunjuk ke arah luar jendela dengan telunjuknya.

Irene pun mengikuti arah itu dan memandangi suasana dibalik jendela.

"Kota apa ini?" Irene menatap takjub melihat pemandangan kota tersebut. Banyak sekali gedung bertingkat yang menjulang tinggi dan jalan beraspal yang dipadati oleh mobil yang berlalu lalang.

"Kau berada di Kota New York."

"Apa?!" Irene menutup mulutnya karena syok.

"Bos meminta ku untuk mempersiapkan mu." Marry memegang pergelangan tangan Irene lalu menariknya menuju kamar mandi.

"Bos? Siapa yang kau bilang bos?! Aku tidak mengerti." Irene berhenti dan menahan diri dengan memegang pinggiran meja hingga Marry ikut berhenti.

Marry menoleh, "Cepatlah! Nanti bos akan marah."

Sungguh, Irene tidak mengerti dengan semua yang dikatakan oleh wanita itu. Marry bilang kalau ini adalah tempat menyeramkan, lalu bos?

"MARRY!"

Irene bisa mendengarkan suara teriakan dari bawah yang memanggil Marry. Bersamaan dengan itu, Marry tampak gelisah karena suara itu mirip dengan suara bos nya.

"Kau dengar itu?!" Marry menatap tajam pada Irene.

Irene mengangguk kecil lalu menundukkan kepalanya. Ia sampai menelan ludahnya ketika tatapan itu begitu menusuk retina matanya.

"Jika kau tidak ingin mati, cepat mandi dan ganti baju mu!"

Marry berkata dengan tegas hingga Irene merasakan tekanan disetiap katanya. Seakan meminta dirinya untuk menurut.

"Ba-baiklah."

Dengan pasrah, Irene menuruti perintah Marry dengan wajah ditekuk.

Satu jam kemudian..

Irene menatap dirinya dari dalam cermin. Ia merasa tidak nyaman dengan pakaian yang ia kenakan saat ini. Gaun berwarna hitam yang begitu pendek dan mengepress erat tubuhnya membuat lekukan ditubuhnya terlihat dengan jelas.

"Kenapa aku harus memakai gaun ini?"

Irene bertanya pada Marry yang sedari tadi terus mengawasi gerak-gerik nya dari pojok ruangan.

Marry tersenyum, "Itu sudah menjadi kewajiban bagimu."

"Aku tidak mengerti!" Irene menjerit dengan keras seraya menutup kedua telinganya.

"Kau terus mengatakan hal yang tidak aku mengerti dan kau tidak mau menjelaskan atau bicara padaku!"

Irene meninggikan suara nya dengan penuh kekesalan.

Mendengar itu, Marry terkekeh sambil berjalan mendekati Irene yang saat ini terus memandangi nya.

Marry merendahkan wajahnya lalu menarik dagu Irene hingga kedua mata mereka beradu, "Akan ku jelaskan semua nya setelah ini."

Kemudian, Marry tiba-tiba menyeret paksa Irene menuju anak tangga yang mengarah kebawah.

"Lepaskan aku, Marry!" Irene terus menerus memukul tangan Marry yang mencengkeram kuat pergelangan tangan nya.

High heelsnya yang cukup tinggi membuat ia semakin sulit menyamakan langkah Marry yang kelewat cepat.

Irene pun dibawa kedalam sebuah ruangan yang sudah dipenuhi oleh para wanita dan seorang pria yang tampak berdiri dengan congkak nya.

"Dimana gadis Asia itu?"

Langkah Irene menelan ketika suara bass milik pria terdengar samar ditelinga nya.

Marry melepaskan cengkeraman ditangannya ketika ia berhasil membawa Irene masuk kedalam.

"Ini gadis yang kau maksud bos."

"Akh.." Irene mengaduh kesakitan ketika Marry menghempaskan tubuh nya ke hadapan pria itu.

"Hiks..hiks.."

Irene mulai menangis. Lututnya terasa nyeri akibat terbentur keras dengan lantai. Dengan air mata yang berlinang, ia berusaha berdiri dengan rasa sakit dipergelangan tangannya dan juga lututnya.

Pria yang berdiri didepan Irene tampak menyunggingkan senyumnya, "Hai cantik, kau sudah membuat ku menunggu mu."



Pria itu mencondongkan wajahnya hingga begitu dekat dengan wajah Irene. Tangan nya terangkat lalu menjepit pipi Irene dan mendekatkan bibirnya.

PLAK!

"Berani sekali kau?!"

Entah kekuatan darimana, Irene kemudian menampar wajah pria itu hingga kepala nya terhuyung kebelakang.

"Shit!" Pria itu mengumpat pelan sambil memegangi sebelah pipinya.

Pria yang bernama Jackson itu menatap nyalang ke arah Irene yang saat ini menatap nya tajam. Sialan! Harga dirinya jatuh dihadapan para jalang nya saat ini. Dengan menahan panas yang menjalar dipipinya, Jackson menjawab dengan tajam.

"Kau telah melewati batas gadis kecil, kau tidak akan tau apa yang bisa aku lakukan kepada mu." Jackson mendesis diantara rahangnya yang mengetat.

"Aku tidak peduli!"

Mendengar itu berhasil membuat Jackson tergelak. Ia kagum dengan keberanian yang ditunjukkan oleh gadis didepannya, "Oh ya? Kau bahkan tidak menyadari jika kau akan dijadikan wanita penghibur didalam club ku. Termasuk... menjadi jalangku."

Irene mendongakkan kepalanya. Matanya menyorotkan kemarahan yang membeludak.

"Sampai mati pun aku tidak mau menjadi jalangmu! Lebih baik kau membunuhku sekarang juga!"

Irene menolak dengan suara nya yang nyaring hingga membuat mereka yang melihat nya memilih untuk diam. Seakan suara gadis itu dapat memecahkan gendang telinga mereka.

Jackson lagi-lagi tergelak hingga kepala nya tersentak kebelakang. Ia tidak menyangka jika reaksi gadis itu akan seberani ini.

"Wow, ternyata gadis ini berani berteriak dihadapan ku." Jackson menepuk-nepuk tangannya dengan pandangan takjub.

"Melihat kau berada disini dan pakaian mu.. " Jackson menatap Irene dari ujung kepala hingga kaki.

Irene yang melihat tatapan Jakson yang dipenuhi nafsu padanya seakan merasa jijik seketika.

Jackson menjilati bibir bawahnya, "Membenarkan fakta bahwa kau adalah seorang pelacur."

"Tidak!"

Irene membantah. Ia melangkah mundur seraya menatap mereka satu persatu dengan sorotan tajam dan penuh kebencian.

Mereka, para wanita yang sedari tadi menatap Irene dengan intens, segera menundukkan wajahnya takut dan mampu membuat mereka bergumam jika gadis itu bisa membunuh mereka hanya dengan tatapan matanya saja.

"Aku akan keluar dari tempat terkutuk ini!"

Irene berbicara dengan sekali tarikan nafas. Ia berbalik dan berjalan dengan langkah lebar menuju jalan keluar.

Dadanya benar-benar sesak setelah mengetahui semuanya. Ia tidak pernah menyangka jika orang yang menculiknya akan membawanya ke tempat pelacuran seperti ini. Club mewah? Baginya, tempat ini tidak lebih baik daripada gubuk dibawah kolong jembatan.

Irene lebih memilih mati dari pada hidup tanpa memiliki harga diri sebagai seorang wanita.

"MARTIN! cepat tangkap gadis itu!" Jakson menyuruh anak buahnya ketika Irene sudah berhasil mencapai pintu.

"Baik, bos."

Pria yang dipanggil Martin itu segera mengejar Irene. Pria itu dikenal sebagai pria yang paling kuat karena tubuhnya sangat besar, tato disekujur tubuhnya menambah daftar ketakutan bagi setiap orang yang melihatnya.

"Lepas! Lepaskan aku!"

Irene berusaha melawan, namun tangan kekar yang melingkar di pinggang nya membuat ia tidak bisa melawan. Ia terus memukul dan mencaci maki pria yang kini tengah menyeretnya kembali ketempat biadab itu.

"Bawa gadis itu kedalam kamar yang disewa Tuan besar! Sekarang!"

To be continue.