Chereads / Posesif Bos / Chapter 28 - Cemburu!

Chapter 28 - Cemburu!

Embun pagi hari memang terlihat sangat sejuk dan dingin. Awan putih di tutupi oleh bukit pegunungan pun tidak menampakan diri kasatmata. Bryan dan Helen pergi ke salah satu tempat pusat pasar ada di Berastagi namanya pasar buah di penuhi beberapa buah di sana.

Ada juga sayuran hijau di pasar tersebut. Untuk Bryan ya mungkin sudah tidak asing dengan warna hijau pada mata kepalanya sendiri. Tentu bau itu tetap menyengat di hidungnya, tetap saja Bryan tidak akan membuat Helen cemas akan keadaannya ini.

Bryan membawa masker untuk menutup hidungnya agar bau yang dirasakannya tidak mengundang perut yang terisi sarapan di hotel tadi harus terbuang sia-sia. Selain buah-buahan, sayur-mayur, jarang ada potong daging di sini. Karena tempat ini di penuhi kebun sayur. Makanya alam hijau ini menyegarkan. Tidak heran bagi Helen menyukai sayuran.

Helen sambil tawar-menawar pada penjualnya si inang bahasa mereka cukup tinggi dan kasar. Jadi tidak untuk Helen yang sudah lama tidak menggunakan logat bataknya dalam bahasa Indonesia.

"Sekilo berapa?" tanya Helen dipegang buah kesemek.

"Dua puluh lima ribu saja, sekilo, manis dijamin mantap!" jawab penjual itu.

"Kuranglah, masa dua puluh lima ribu, sih!" ucap Helen merayu penjualnya.

Bryan yang berdiri disebelah Helen cuma mendengar perdebatan mereka berdua. Bryan kagum sama istrinya selain jago masak, jago tawar - menawar. Waktu pertama ikut dirinya ke pasar pusat kota Jakarta, Helen sendiri menawar sayuran pada pedagang itu.

"Lima belas ribu, aku ambil sekilo tambah salak itu juga! Aku sudah ambil banyak masa kau tidak kurangi!" balas Helen masih tetap menawar

"Tidak bisa, aku ambil saja sudah sepuluh ribu! Masa kurang bisa-bisa rugi aku?!"

Datang pelanggan lain tanya harga buah lain di sini. Helen masih melihat buah lain sampai di testing manis apa tidak, Bryan sampai melotot Helen tidak takut marahkah si penjual buahnya dibuka tepat di depannya.

"Sayang, nanti di marahi, loh," ucap Bryan mengingatkan.

"Tidak apa-apa, malahan di sini kalau mau beli harus testing. Percaya atau tidaknya tetap harus mencicipi pertama. Selain itu harus pintar menawar, tidak mungkin harga begitu mahal. Terkecuali di pusat pasar ambil dari pegunungan itu baru mahal. Semua dari perkebunan sendiri, keuntungan memang kecil aslinya jamin tidak terkalahkan." Helen menjelaskan panjang lebar pada Bryan. Bryan sih mangut-mangut saja. Anggap itu benar semua untuk istri tercintanya.

*****

Sesudah habis tawar menawar di tempat berbeda, akhirnya terbeli juga. Helen masih saja makan jeruk di tangannya, sedangkan Bryan menenteng belanjaan istrinya. Bukan ringan tapi berat loh begini kalau perempuan sudah belanja di pasar belanjaannya bisa satu karung.

Katanya sih untuk dibawa pulang oleh-oleh ke kampungnya. Nah, kampungnya Helen ini di mana? Tapi karena liburan bulan madu ya sama saja bohong. Bagi Bryan apa sih untuk istrinya, semua dia turuti asal jatah malam tetap harus. Meskipun tidak sering amat.

"Yang, baju ini bagus enggak?" tanya Helen. Sekarang tidak panggil embel "Pak" lagi sudah panggilan "Sayang" romantik banget mereka.

"Bagus, kok, kamu mau?" jawab Bryan lalu bertanya kembali.

"Beli untuk ayah, ibu, Deon sama Nina. Pasti mereka suka."

"Ya, terserah saja asal kamu senang."

Helen masuk ke dalam menanyakan harga lagi, Bryan tidak mengerti bahasa logat batak yang diucapkan oleh istrinya. Yang penting dia menawarkan harga lebih murah itu saja. Baju yang dibeli sampai harga dua puluh ribu menjadi sepuluh ribu terjual oleh Helen sendiri.

Sudah semua terbeli, mereka bersiap untuk kembali ke hotel, namun saat akan masuk ke dalam mobil. Helen di kejutkan oleh seseorang di sana. Tentu Bryan yang ada di sebelahnya turut kejut juga.

"Hei!" sapa seseorang pada Helen.

Helen menoleh dan melirih seseorang yang tinggi setara dengan suaminya.

"Fino?" Sebut Helen kaget bukan main.

Mereka berpelukan membuat Bryan terlihat tidak suka, Helen lupa diri saat bertemu sahabat baiknya disini.

"Apa kabar dirimu?! Makin cantik saja, ya, kamu! Kerja dimana sekarang. Kamu tahu setelah lulus sekolah aku cari kamu, tahu. Kata emakmu, kalau dirimu sedang kerja di Jakarta! tega kamu tinggali aku sendirian di kampung!" celoteh Fino sambil mengacak rambut Helen.

"Kasih pertanyaan satu - satu dulu. Aku harus jawab yang mana dulu nih? Kamu juga makin tinggi. Setahu aku, kamu ini masih di telingaku," balas Helen senyum menandai jarak tingginya.

Bryan sepertinya diceuki sama istrinya, istrinya lupa diri. Sabar Bryan ini cobaan, itu cowok lebih ganteng dari kamu.- batin Bryan dalam hati terus menatap dua isan didepannya.

Helen sampai lupa kalau dia tidak sendiri, suaminya dari tadi diam. Helen jadi salah pada dirinya.

"Eh, Fin ... kenali suamiku, Bryan namanya. Sampai lupa aku kenali pantasan dari tadi kok aneh."

Helen mulai mendekati suaminya, tangan Helen menyipitkan lengan Bryan. Bryan jadi tenang kalau istrinya masih mengingat ia ada disini. Fino mengulurkan tangannya pada Bryan, Fino senyum lebar pada Bryan.

Bryan tentu menyambut tangannya, namun ditarik kembali oleh Fino sendiri. Helen sih sudah tahu sifat Fino suka kerjai orang yang tidak dikenal. Bryan sambil malu sendiri kalau ia ditipu sama sahabatnya Helen.

Rasa kesal pasti ada untuk Bryan, rasa marah tentu ada dong, tapi ditahan kalau, tidak, mungkin wajah cowok itu sudah babak belur dibuat Bryan. Karena ia masih jaga image di depan istrinya.

"Jangan dimasukan ke hati, sayang. Dia memang seperti itu. Tapi, aku yakin dia orangnya enak kok diajak bercanda," ucap Helen memberitahukan pada Bryan.

"Kalau begitu aku balik dulu, Len. Kamu masih lama kan di sini?"

"Masih kok, iya sudah, sampai jumpa."

Helen melambaikan tangan pada Fino yang sudah pergi jauh dari hadapan mereka berdua. Bryan mengembus napasnya kasar, Helen lirih Bryan. Helen tahu Bryan sedang cemburu sama Fino.

Sampai di hotel, Bryan melemparkan tubuhnya di atas tempat tidur. Sedangkan Helen menyusun belanjaannya untuk di packing nanti saat kembali ke kampung halamannya. Bryan menatap istrinya dari belakang, ia pun bangun dan memeluk istrinya dari belakang.

Helen senyum lihat tingkah suaminya ini makin hari makin manja saja. Bryan takut kehilangan istrinya, entah kenapa saat melihat itu cowok temui Helen perasaan Bryan makin kacau saja. Walaupun ia tidak kenal siapa cowok itu yang begitu akrab dengan istrinya.

"Yang, yang tadi siapa? Kok sok banget acak rambut istriku." Bryan mulai bertanya

"Dia itu Fino Sebastian, campuran Australia. Ibunya orang Indonesia, ayahnya orang Australia. Dia itu sahabat kecilku dari kampung. Setiap hari main sama dia. Saat dia pindah dari negara ayahnya ke Indonesia. Dia itu anak yang amat pendiam, sampai - sampai di bully. Hingga remaja sekolah, dia pernah nyatai cinta sama aku. Tapi, aku tolak karena sudah aku anggap dia itu adikku sendiri. Meskipun ditolak sepuluh kali dia tetap berjuang. Hingga akhirnya aku lulus kuliah dan kerja di Jakarta, aku hilang komunikasi dengannya. Kabar dari tetangga sih katanya dia sudah kembali ke asal negara ayahnya mengurus usaha di sana. Nah sekarang malah jumpa dia, anehnya dia masih ingat aku. Jelas-jelas aku sudah lupa sama wajahnya," cerita Helen pada Bryan.

"Tapi, kan tetap saja aku cemburu kalau kamu bicaranya leluasa begitu. Kenapa sama aku tidak pernah seperti itu?" Bryan melonggarkan peluk dari Helen.

Helen memutar tubuh berhadapan dengan suaminya, lalu membenarkan baju Bryan yang terbuka itu.

"Karena suamiku itu terlalu menyebalkan selalu saja memotong pembicaraan istrinya setiap ingin menjawab pertanyaan dari suaminya. Belum lagi otaknya itu terlalu mesum!" jawab Helen mencium sekilas bibir suaminya.

Bryan terdiam sebentar lalu melirih istrinya masuk ke kamar mandi, Bryan sadar diri. Masuk ke dalam membuat Helen terkejut bukan main.

BRYAAANN!!!