Hari "H" sudah hampir mendekati untuk Helen. Bryan di sibukkan oleh pekerjaannya. Sedangkan Helen menyiapkan beberapa undangan untuk disebarkan. Deon membantunya, sampai suatu ketika Helen datang ke kantor Bryan.
Ya karena Bryan asyik minta berjumpa, ya terpaksalah Helen datang bersama Deon. Seluruh orang-orang ada di dalam gedung ini sosok pangeran dari mana menjadi perhatian oleh kaum hawa di sini. Deon sih cuek saja tidak terlalu fokus dengan para karyawan di gedung ini. Masuk ke dalam lift, Deon baru bisa menghela napas panjang.
"Sungguh menjengkelkan," keluh Deon, Helen senyum.
"Banyak yang memerhatikan dirimu. Bersiaplah untuk di kejar oleh mereka, siapa suruh kamu tampan begini." Helen menyeledek Deon.
"Mbak ini?!" Deon ingin mencekik leher Helen, keburu lift terbuka lebar, tepat di mana Bryan berdiri di depan lift tersebut.
Bryan langsung menarik Helen keluar dari lift itu menatap Deon sengit. Deon sendiri juga dikejutkan Bryan menarik lengan mbak-nya begitu kasar.
"Siapa kamu?!" tanya Bryan sengit, rasa marah sih tentu ada.
"Situ siapa mbak aku?" Deon balas bertanya,
"Aku suaminya!" jawab Bryan menyuruh Helen bersembunyi di belakang tubuhnya. Helen sebenarnya lucu lihat sikap Bryan begitu takutnya kalau dirinya di sakiti oleh Deon.
"Loh, suami? Mbak aku belum menikah bagaimana bisa kamu mengaku suaminya?" balas Deon kembali lagi bertanya. Sekakmat untuk Bryan.
"Ya, untuk sekarang memang belum resmi suaminya, tapi tetap saja aku suaminya di hari pernikahan nanti," cela Bryan tetap harus dibenarkan.
"Tetap saja belum resmi, ayo mbak kita pulang!" Deon menarik tangan Helen dari pelindung Bryan.
Bryan tentu tidak menerimanya, saling tarik menarik membuat Helen terpaksa bersuara.
"Stop!"
Helen melirih Deon dan Bryan. Kemudian Helen menjewer telinga mereka berdua. Nina yang ada di tempat meja sekretaris tertekun lihat sikap Helen begitu garang.
"Aduh .... mbak sakit, kok dijewer sih?" protes Deon masih belum dilepas oleh Helen, Bryan sebaliknya terdiam tidak bisa berkutik.
Nina membantu membuka pintu kemudian ditutup kembali, Nina terpukau sama cowok yang tadi sedang memproteskan pada Helen. Nina terpesona sikapnya yang badboy banget.
Helen melepaskan jeweran mereka berdua terduduk di sofa bersamaan. Helen mengacak pinggang menatap mereka berdua. Bryan malah diam kalau singa betina sudah bangun dari tidurnya sulit untuk membujuk terkecuali di ium baru jinak lagi. Tapi sekarang tidak bisa mencium ada si pengganggu di sini entah siapa dia.
Deon malah mengelus telinga yang merah setelah dijewer sama Helen, Kangen sebenarnya sama jeweran Helen. Sudah berapa tahun tidak diperlakukan seperti ini. Tapi dulu tidak sepedas sekarang, makan apa si tantenya sampai telinganya berdenyut - denyut terus panas begini.
"Sekarang saya minta kalian salaman dan berbaikan! Saya tidak mau di hari pernikahan nanti ada keributan seperti tadi! Kalian pikir saya selimut tebal diperas kayak kung fu panda?!" Murka Helen bersuara, Deon dan Bryan lirih bersamaan tapi malah buang muka lagi.
"Deon, baru juga mbak bilang kemarin, mulai lagi? Pak Bryan juga! Jangan karena kamu Bos di sini bisa semena-mena perintah bawahan, jangan harap kamu dapat jatah dari saya!" lanjut Helen mengancam.
"Ya tidak bisa begitu dong! Bisa mati berdiri dong!" bantah Bryan
"Kalau begitu cepatan baikan!"
Bryan mulai menatap Deon sebaliknya Deon mereka mulai berjabat tangan dan memeluk erat.
"Maaf ya!" ucap Bryan, "Ya aku juga minta maaf."
Ekspresi Helen berubah normal, Helen ingin berbalik kembali karena sudah kelar tugasnya tapi dihalangi oleh Bryan.
"Kamu mau kemana?" tanya Bryan, lirih Deon untuk keluar dari ruangannya. Deon sih mengerti, kalau sesama pria paling tahu banget apa yang ada dipikiran tersebut.
"Deon kamu mau kemana?" tanya Helen malah mengalihkan topik pembicaraan tidak mempedulikan Bryan sedang menanyakan dirinya.
"Aku mau ajak cewek cantik makan!" jawab Deon langsung menarik lengan Nina ikut dengannya. Nina sendiri terbengong sendiri apa yang dia alami.
Bryan menutup pintu kemudian menguncinya. Helen menatap Bryan lekat, mulai aneh lagi si calon suaminya.
"Bapak mau ngapain?" tanya Helen sok polos pura-pura tidak tahu.
"Sok tidak tahu! Tadi baru saja bilang kalau tidak saling memaafkan tidak kasih itunya." Dua bola mata Bryan mulai melirih atas-turun.
Helen makin bingung dibuatnya, maksudnya apa ucapan Bryan. Helen melangkah mundur, Bryan maju selangkah hingga seterusnya, Helen terduduk di sofa. Tubuh Bryan mencondongkan ke depan sangat dekat.
"Bapak mau ap—"
Bryan sudah menyosor cium bibir calon istrinya, cukup lama diam, Helen terdiam tidak membalas. Setelah itu Bryan mulai melumat bibir Helen pelan dan lembut.
****
Nina sudah seperti robot karena apa, tangannya dipegang oleh seseorang yang tidak ia kenal. Matanya tidak berkedip, Deon tersadar lalu melepaskan tangan perempuan ada disebelahnya.
"Maaf, kalau aku tarik kamu sembarangan! Kamu tahu kan, mbak Helen dan Om sinting itu ingin mesra berdua. Begini ya kalau sudah mau dihari perdebatan sebuah pernikahan?" Deon berceloteh terus, tapi Nina tidak memberi respons. Masih posisi terdiam.
Deon melambaikan tangan tepat di depan wajahnya kemudian ditiup kedua matanya. Akhirnya Nina kembali sadar didunia nyata.
"Kamu kenapa? Kesambet?" Deon balik bertanya lagi.
"Ganteng!" gumam Nina saat menatap wajah Deon sejenak tapi lama.
"Iya, aku tahu memang ganteng. Tapi, tidak perlu lihat begitu kali. Nanti kamu naksir lagi, tidak apa-apa deh kalau naksir berarti aku normal dong," mengoceh lagi Deon.
Nina tidak salah dengar yang dilontarkan dari mulut Deon.
"Nama kamu siapa? Kalau namaku Deon Santoso." Deon menanyakan nama Nina.
"Nina...." jawab Nina pelan.
"Apa? Nina? Nama yang bagus kayak lagu saat tidur," usil Deon
Nina menunduk kepala, benar-benar ini lelaki lucu habis, terus cerewet banget. Nina benar ingin menyumpal mulutnya agar tidak sembarangan banding namanya seperti lagu saat tidur.
Bugh!
Deon terkejut, satu pukulan dari Nina diperut Deon. Membuat Deon sekujur lemas perutnya tiba-tiba terasa sangat sakit.
"Jangan pernah samain nama saya dengan lagu saat akan tidur! Ingat nama saya Aninna Purnamasari," kata Nina kemudian pergi dari tempat itu.
Deon menatap tubuh kecil tapi kekuatannya sangat luar biasa, Deon sampai sulit bangun. Ah! sial! Awas kamu, cebol! umpat Deon.
Sedangkan Bryan dan Helen malah lebih dulu berhubungan. Bryan sih tidak sabaran pengin cepat lakukan. Biar nanti hari "H" tidak perlu olahraga karena sudah lelah menyambut para tamu menghadiri acara pernikahan mereka.
Helen kembali memakai bajunya, sedangkan Bryan masih telanjang dada. Helen malu sih lakuin begini padahal belum resmi. Helen mengecup bibir Bryan yang sedang tertidur lelap. Sedangkan Helen dibagian bawahnya sedikit perih. Tidak apa-apa, dia masih ingin mengerjakan beberapa persiapan dipernikahannya.