Chereads / Posesif Bos / Chapter 22 - Melamar Helen

Chapter 22 - Melamar Helen

Helen akhirnya mengumpulkan mutiara gelang yang terjatuh, saat bangun dari tempat itu. Helen tidak sadar kalau Bryan sudah memperhatikan dirinya.

"Setan!" umpat Helen kemudian

Untung mutiara gelang tidak terjatuh kembali. Bryan langsung memeluknya, Helen terpaku diam kenapa lagi si Bos sinting ini.

"Pak, Pak, sesak Pak!" ucap Helen bersuara.

Bryan melepaskannya kemudian mengecup bibirnya. Helen makin dibingungkan sama Bryan-nya ini.

"Saya pikir kamu menghilang, ya sudah kita bersiap - siap dulu. Ada yang mau saya tunjuki ke kamu," kata Bryan berjalan keluar.

Namun Helen teringat pertemuan Mr. Adam dari Malaysia. Bryan menoleh arah Helen kenapa dia berhenti.

"Tunggu! Bukannya hari ini pertemuan dengan Mr. Adam?"

"Sudah selesai," jawab Bryan singkat dan jelas. Helen melongo.

"Hah? Yang benar, kapan? Tapi ini, kan sudah jam ..." Jarum jam pukul 12.30 siang

'Hah? masa sudah siang? Jadi aku pungut mutiara tadi??' Helen melirih Bryan. Bryan mengangkat dua alisnya mengode ikut dengannya.

****

Pada saat keluar dari ruangannya, Helen mendapatkan bunga mawar dari Nina-divisi marketing. Helen tentu heran dong, padahal bukan hari Valentine kenapa dikasih bunga, Helen berpikir. Tetap saja Helen terima. Selanjutnya dari divisi lain seterusnya.

Helen menatap Bryan, Bryan sih sibuk sama ponselnya. Mungkin bunga yang ada di tangan Helen sudah mencapai sepuluh tapi ini belum semua masih ada lagi.

Di dalam lift ada beberapa bunga di sana untuk meminta Helen mengambilnya. Helen sih turuti, sebenarnya ada apa sih sampai ambil bunga segala.

"Sebenarnya ini ada acara apa sih? Sampai disuruh pegang bunga? Memang ada yang mau menikah?" Helen bertanya pada Bryan.

"Mungkin," jawab Bryan singkat.

Lift berdenting terbuka lebar, masih ada lagi bunga berikan pada Helen. Ya Tuhan Helen benaran mimpi apa nih.

"Sebenarnya bapak mau bawa saya kemana?" tanya Helen, Bryan masih berdiam tidak memberi respons.

Helen jadi sebal sama Bryan lama-lama. Kok makin aneh saja sih dirinya. Pikir Helen.

"Pak, saya mau tanya satu hal. Tapi, bapak jujur sama saya, ya," Helen mulai bersuara ini sedikit aneh saja sih sama dirinya.

"Apa itu?"

"Bapak punya kencan buta berapa?" pertanyaan itu lagi membuat Bryan berhenti mendadak tepat ada lampu merah di depan.

"Saya sudah bilang, tidak ada kencan buta," jawab Bryan tegas.

"Terus, kalau tidak ada, itu kertas kenapa tertulis untuk Bryan-ku dari kencan buta!" Helen melirihnya tajam.

"Oke, kencan buta— saya— ada tiga. Indri, Tasya, sama Lisa. Tapi mereka semua masa lalu. Sekarang tidak ada lagi kencan buta. Jadi kamu jangan terlalu cemburu, ya. Saya dan kamu, kan, sudah sering bersama-sama. Jadi mana mungkin saya pergi tanpa sepengetahuan kamu," jujur Bryan menjawab

"Terus kenapa dia bisa kirim paket tiba-tiba? Bisa saja, kan, itu orang diam-diam punya rasa pada Bapak?" Helen memang cemburu. Cemburu buta yang tidak terlihat.

Bryan menghela napas, kemudian mengelus pipi Helen yang mulus itu.

"Nanti saya kasih tahu semua ke kamu. Sekarang kita cari makan dulu. Kamu mau makan apa?" Bryan mulai menjalankan mobilnya.

"Terserah, Bapak saja. Saya turuti," jawab Helen kemudian.

****

Tempat restoran Jepang, tempat yang sederhana. Tapi romantis, menurut Bryan. Memang dari kemarin ingin ajak Helen kesini cuma kadang mood-nya suka berubah-ubah.

Helen turun, tentu disambut sama kekasihnya si Bryan, selalu pegang tangan. Helen sih sudah biasa tidak mengherankan lagi sama sikap Bryan.

Saat masuk ke dalam ramai banget, tapi Bryan sudah memesan tempatnya karena dia tahu tempat ini selalu di penuhi pelanggan. Helen mendengar musik melow saat dirinya dan Bryan masuk disalah satu tempat yang mungkin terpisah dari pelanggan lain.

Boleh dikatakan VIP khusus ruangan untuk mereka. Helen sudah menduga ini ulah Bryan. Paling suka tempat romantis begini.

"Tadi katanya ini acara pernikahan, kok, kita ada disini? Apa yang bapak rencanakan sih?" tanya Helen benar-benar penasaran banget sama Bos sinting ini.

"Nanti juga kamu tahu sendiri. Sudah makan saja dulu," jawab Bryan melanjutkan makanan.

Helen dan Bryan makan dalam diam, tidak untuk Helen saat ini. Otaknya masih penuh pertanyaan, sebenarnya apa yang direncanakan oleh Bryan. Rasanya aneh suasana disini. Apa perasaanku saja, ya? - batin Helen dalam hati bertanya-tanya.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara musik instrumen ulang tahun. Helen sih tidak memedulikan musik itu. Ya mungkin saja ada yang sedang ulang tahun merayakan di sini, bisa saja kan. Tapi, yang anehnya Bryan tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya. Membuat Helen penasaran banget.

"Bapak mau kemana?" tanya Helen tumbenan ditanya seperti ini.

"Sebentar saya mau ke kamar kecil, lanjutkan saja makannya," jawab Bryan keluar dari sana.

Helen sih tidak curiga amat, lagu ulang tahunnya masih berlangsung terdengar. Cukup lama sih Helen menunggu si Bos sintingnya kembali dari kamar kecil.

Kedua bola mata Helen terbuka lebar dengan penglihatannya di depan. Sebuah kotak kecil diisi oleh benda yang amat cantik berkilau bagai mutiara. Helen langsung mendongak kepala ke belakang disana Bryan senyum menatapnya.

"Happy birthday, My Love." Bryan mengucapkan selamat ulang tahun kepada Helen. Helen sendiri juga lupa dengan ulang tahunnya sekarang.

Bagaimana bisa Bryan tahu ulang tahunnya. Ya tentu dari HRD data karyawan. Helen berdiri menatap Bryan lekat-lekat. Nah, sekarang Bryan mulai memosisikan untuk melamar Helen.

Helen sendiri masih diam tidak berkutik, pertanyaan masih tertempel diotaknya. Bryan mulai mengucapkan sesuatu mungkin Helen akan sedikit terpaku.

"Maaf, selama ini membuat kamu terlihat kesal, marah, jengkel, segalanya. Saya Bryan Edzard Gunadhya ingin melamar seorang wanita yang sudah membuat diriku jatuh cinta oleh pandangan pertama. Dari sikap, sopan santun, disiplin. Helen Jovanka Kimberly maukah kamu menjadi istri serta pendamping hidupku. Will You Marry Me?"

Suara terdengar dari luar hingga ke dalam ruang tertutup kembali terbuka lebar, Helen sontak kaget bukan main. Kejutan para teman, sahabat, semuanya ada disini. Bryan menunggu jawaban dari Helen. Helen menggerakkan kepalanya naik turun membuat Bryan bangkit dari posisinya kemudian memasangkan jari manisnya. Di kecupkan keningnya lama banget, suara tepuk tangan menyambut mereka.

"Tapi, ayah dan ibuku belum tahu bagaimana bisa menikah?" pertanyaan terlontarkan oleh Helen.

"Mereka sudah setuju kok," jawab Bryan pelan.

"Hah? Setuju bagaimana?"

"Kan, orang tuaku langsung terjun ke kampung kamu. Dan mungkin besok mereka datang kesini."

Helen pun jadi diam, masuk akal sih. Tapi apa ini tidak terlalu cepat banget ya? Ya yang mau Bryan bukan dia. Dia sih turuti apa saja deh. Asal sikapnya itu harus diubah.