Setelah menghabiskan beberapa hari di kamar, akhirnya aku bisa keluar dari kastil ini. Ini adalah pertama kalinya aku bisa melihat kastil ini dengan lebih baik, karena ketika aku tiba di sini, mataku ditutup. Kastil ini ternyata lebih besar dari yang aku kira. Sebagian besar bangunan ini terbuat dari batu. Ada empat menara tinggi. Istana ini dipagari dengan tembok bata. Pepohonan mengelilingi seluruh area kastil ini.
Diparkir di depan istana adalah sebuah mobil mahal. Seorang pria tampan, tinggi, dan berotot dengan rambut pirang dan mata hijau berdiri di samping mobil.
Ketika kami mendekati mobil, pria berambut pirang itu menyambut kami, "Selamat malam, Pangeran Maximilian dan Putri Mirabelle."
Aku benci setiap kali orang memanggilku Putri Mirabelle. Namaku Rosangela demi Tuhan. Namun, aku menahan amarahku. Aku tidak ingin menggagalkan upaya kaburku. Jadi aku menjawab dengan sopan, "Selamat malam." Sementara itu, Pangeran Maximilian hanya menanggapi dengan anggukan singkat.
Setelah itu, pria itu membuka pintu kursi belakang.
"Kamu duluan, Putri!" Pangeran Maximilian mengisyaratkan aku untuk masuk ke dalam mobil.
"Tunggu! Siapa pria tampan ini?" Aku menunjuk ke pria dengan rambut pirang dan mata hijau itu.
"Beraninya kau memanggil pria lain tampan di depan calon suamimu!" Maximilian terdengar marah.
"Aku serius, Pangeran Maximilian. Siapa dia?" Aku mulai kesal.
Pangeran Maximilian kemudian memperkenalkannya kepadaku. "Putri, izinkan aku memperkenalkan kamu pada Jasper. Dia akan menjadi sopir kita malam ini."
Aku mengerutkan kening. "Sopir?"
Maximilian mengangguk. "Ya."
"Calon suamiku, kupikir kita perlu bicara," ujarku.
"Baik. Bicara saja!" katanya dengan tenang.
"Berdua saja," aku menekankan.
"Oh, oke." Maximilian mulai berjalan meninggalkan Jasper dan aku mengikutinya.
"Kenapa kamu butuh sopir? Tidak bisakah kamu menyetir sendiri?" aku komplain.
"Tentu saja aku bisa. Tetapi sebagai seorang pangeran, apakah aku perlu melakukannya sendiri?" Pangeran Maximilian menjawab dengan angkuh.
"Fiuh! Pangeran yang begitu sombong!" pikirku.
"Tenangkan dirimu, Rosanne! Jika kamu marah, kamu akan kehilangan satu-satunya kesempatan untuk keluar dari sini," aku mengingatkan diriku sendiri.
"Calon Suamiku..." Aku memaksakan sebuah senyuman. "Jika kamu tidak ingin mengemudi, aku akan menyetir untuk kamu, oke?"
"Tidak, tidak mungkin," dia menolak, "Bagaimana aku bisa membiarkan seorang gadis mengemudi untukku?"
"Jadi kamu yang menyetir untukku!"
"Tidak, aku tidak akan mengemudi."
"Kalau begitu aku yang akan menyetir untukmu."
"Tapi—"
"Tidak ada tapi-tapian," sergahku, "Kita tidak butuh sopir. Jadi katakan padanya untuk pergi sekarang! "
"Tidak, aku tidak akan menyuruhnya pergi. Jasper akan ikut bersama kita," Maximilian bersikeras.
"Mengapa kamu ingin dia pergibersama kita? Bukankah aku sudah katakan bahwa aku ingin pergi dengan kamu berdua saja? Hanya kamu dan aku, mengerti?" tanyaku dengan marah.
"Ya, aku tahu kamu mengatakan kepadamu bahwa kamu hanya ingin pergi bersamaku," Maximilian mengakui, "Namun aku ingin Jasper ikut bersamaku."
Aku mengangkat alis. "Mengapa?"
"Untuk menjamin keselamatanku," jawabnya dengan santai.
"Untuk apa?!" aku berteriak kaget. "Oh, aku tahu itu. Jadi dia adalah pengawalmu, bukan sopir?!"
"Faktanya adalah dia sopir sekaligus pengawalku," Maximilian menjelaskan.
"KAU! Aku kan sudah mengatakan padamu kalau aku tidak ingin diikuti oleh pengawal," aku mengomelinya.
"Tapi Jasper bukan pengawalmu, melainkan pengawalku. Kamu hanya memberitahu aku bahwa kamu tidak ingin pergi dengan pengawalmu, bukan? Tetapi kamu tidak pernah mengatakan bahwa aku juga tidak bisa pergi dengan pengawalku," dalihnya.
"Dia sangat menyebalkan!" gerutuku dalam hati.
"Bukankah kamu seorang pria dewasa? Kamu tidak membutuhkan pengawal untuk menjagamu," ujarku.
"Yah, karena aku adalah seorang pangeran dan kamu adalah seorang putri, kita membutuhkan seseorang untuk melindungi kita. Karena kita tidak pernah tahu kapan ancaman akan datang kepada kita," tutur Maximilian.
"Untuk melindungi kita atau memastikan aku tidak akan bisa melarikan diri?" tanyaku dengan geram.
Maximilian mengangkat bahu.
Dia lalu berjalan ke mobil dan bersandar di pintu belakang. "Jadi, kamu mau pergi atau tidak?"
"Apa yang harus aku lakukan? Jika pengawalnya ada di sekitar kami, bagaimana aku bisa menemukan cara untuk melarikan diri?" aku bertanya pada diri sendiri.
"Ayolah, Putri. Kita tidak punya banyak waktu," ujar Maximilian dengan tidak sabar.
"Haruskah aku membatalkan kencan kami malam ini?" Aku merasa bingung.
"Tunggu! Tidak, tidak." Aku menggelengkan kepala. "Apapun yang terjadi, aku harus keluar dari istana ini malam ini juga. Mungkin ini satu-satunya kesempatanku untuk melarikan diri, jadi aku seharusnya tidak membiarkan kesempatan emas ini lolos dari genggamanku."
"Kalau begitu aku pergi dulu ya." Pangeran Maximilian naik ke kursi belakang.
"Tunggu! Aku ikut." Aku berlari ke arah mobil, lalu masuk, dan duduk di samping sang pangeran.
Jasper menutup pintu dan kemudian pergi ke kursi pengemudi.
"Jalan!" perintah Pangeran Maximilian.
Jasper mengangguk dan menyalakan mesin mobil.
Ketika mobil mulai menjauh dari kastil, aku berkata dalam hati, "Oke. Ini hanya seorang pengawal, Rosanne. Satu pengawal tidak ada bandingannya dengan sepuluh pengawal. Jika aku bisa membohongi sang pangeran, tentunya aku juga bisa membodohi pengawalnya. Benar, kan?"