"Dari mana saja kamu?" Sigmund bertanya dengan marah.
Sebelum aku bisa menjawab, Pangeran Maximilian berbicara lebih dulu, "Tenang, Bung! Aku hanya membawa Rosanne— "
"Siapa Rosanne?"Sigmund menyela, kebingungn terlukis di wajahnya.
"Maksudku Putri Mirabelle," Pangeran Maximilian buru-buru mengoreksi dirinya sendiri, "Aku hanya membawa Putri Mirabelle untuk berkeliling kota."
"Apakah dia mengatakan yang sebenarnya?" Sigmund bertanya padaku.
Pertanyaannya membuat darah Pangeran Maximilian mendidih. "Jadi, kau menuduhku berbohong?"
"Bisakah kau tidak memotong ucapanku sepanjang waktu? Aku ingin mendengar jawaban Putri Mirabelle," geram Sigmund.
Pangeran vampir itu mendengus kesal, tetapi tidak mengatakan apa-apa.
"Jadi? Apakah kamu akan menjawabku atau tidak, Putri?" Sigmund bertanya dengan tidak sabar.
"Pangeran Maximilian benar. Kami hanya berkeliling kota," akhirnya aku menjawab.
"Apakah Raja Bellamy tahu bahwa kamu pergi dengan Pangeran Maximilian?" Dia menyipitkan matanya dengan curiga.
"Tentu saja, beliau tahu," Pangeran Maximilian menjawab untukku, "Aku telah meminta izin Raja Bellamy untuk membawa cucunya jalan-jalan keluar."
"Aku tidak bertanya padamu, jadi diamlah!" Sigmund berbicara dengan kasar kepada Pangeran Maximilian.
Pangeran Maximilian tampaknya ingin membalas dengan tajam, tetapi aku menggelengkan kepalaku padanya, diam-diam memberitahunya untuk tidak melakukannya. Sungguh melegakan, pangeran vampir itu mau mendengarkanku.
"Seperti yang Pangeran Maximilian katakan, kami telah meminta izin kepada kakekku, dan Kakek telah mengizinkan kami berdua pergi," aku menjelaskan.
"Meskipun kamu sudah meminta izin dari Raja Bellamy, kamu seharusnya memberitahuku juga jika kamu ingin keluar dari istana, Putri, sehingga aku bisa melindungimu. Kau tahu, sangat berbahaya bagimu untuk berkeliaran di daerah yang penuh dengan vampir sendirian," Sigmund memarahi aku.
"Tapi aku tidak pergi sendirian," aku membela diri, "Aku pergi dengan calon suamiku dan pengawalnya, Jasper."
"Tapi itu masih berbahaya. Aku tidak percaya pangeran vampir manja ini dan pengawalnya dapat melindungimu." Dia menunjuk ke arah Pangeran Maximilian.
Pangeran vampir itu memelototinya.
"Kamu beruntung tidak ada yang mencoba menyerangmu," lanjut Sigmund, "sehingga kamu bisa pulang dengan selamat dan sehat. Tapi lain kali jika kamu ingin pergi keluar, kamu harus memberitahuku dulu, dan aku harus pergi bersamamu. Apakah kamu mengerti?"
"Ya," gumamku.
"Kau seharusnya tidak terlalu protektif terhadap Putri Mirabelle, Sigmund. Dia bukan matemu," kata Maximilian dengan sengit.
"Dia juga bukan matemu," Sigmund mengejeknya.
"Belum," kata Pangeran Maximilian dengan gigi terkatup, "Tapi kami akan segera menikah, jadi Putri Mirabelle akan secara resmi menjadi mateku."
Sigmund mengepalkan tangannya dengan marah.
Sebelum dia bisa membalas, Pangeran Maximilian memegang tanganku dan membawaku pergi dari tempat itu.
"Maximilian?" Aku menarik lengan bajunya untuk menarik perhatiannya.
Dia berhenti berjalan dan berbalik untuk menatapku. "Iya?"
"Aku bingung. Kakekku dan kamu mengatakan bahwa aku adalah matemu, tetapi mengapa Sigmund mengatakan bahwa aku bukan matemu?" aku bertanya karena penasaran.
"Jangan perhatikan apa yang dia katakan!" Maximilian menjawab dengan tegas, "Dia mengatakan itu hanya karena dia iri padaku."
Aku mengerutkan kening. "Mengapa menurutmu dia iri padamu?"
"Karena aku punya seorang mate, sedangkan dia belum menemukan matenya," jawab Maximilian.
Aku tertawa geli. Aku pikir itu sangat lucu. Sigmund yang mengaku lebih tua daripada anggota keluarga tertuaku yang masih hidup rupanya masih lajang. Oh, betapa kasihannya dia!
"Apa yang lucu?" tanya Maximilian.
"Oh, tidak ada," jawabku. Sebelum Maximilian dapat mengajukan pertanyaan lain, aku memutuskan untuk mengubah topik pembicaraan. "Ngomong-ngomong, ada apa dengan kalian berdua? Mengapa kamu dan Sigmund tampaknya tidak saling menyukai? "
Pangeran Maximilian menghela nafas. "Ceritanya panjang. Mungkin aku akan menceritakannya kepadamu nanti, oke?"
Aku masih penasaran, tetapi aku tidak ingin memaksanya, jadi aku hanya menganggukkan kepala.
"Ayo kita pergi ke kamarmu sekarang! Kamu pasti kelelahan,"ajaknya.
"Oke," jawabku.
Akhirnya, kami berjalan ke kamarku. Para penjaga yang berdiri di depan kamarku membuka pintu untuk kami, dan kami segera masuk.
Kuperhatikan semua tas belanjaanku sudah ada di atas tempat tidurku, tetapi aku tidak melihat Jasper di manapun. Mungkin dia cepat-cepat pergi setelah meletakkannya di sini.
"Noapte bună şi vise plăcute!" ucap Pangeran Maximilian.
"Apa artinya itu?" tanyaku, tidak mengerti.
Bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman. "Itu berarti selamat malam dan semoga mimpi indah!"
"Oh begitu ya. Selamat malam, Calon Suamiku." Aku membalas senyumannya.
Akhirnya, Pangeran Maximilian keluar dari kamarku dan menutup pintu.