Meninggalkan mal, Pangeran Maximilian bertanya kepada beberapa orang yang kami temui dalam perjalanan tentang restoran terbaik di Brasov. Sementara itu, aku harus menunggu di mobil bersama Jasper.
Aku berpikir untuk melarikan diri karena sang pangeran tidak ada di dalam mobil, dan Jasper tampak terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, jadi aku yakin dia tidak akan memperhatikan jika aku menyelinap keluar dari mobil. Tapi aku kelaparan sekarang, jadi aku memutuskan untuk kabur setelah makan malam dulu.
Sesudah bertanya pada banyak orang, pangeran vampir itu akhirnya kembali ke mobil. Dia mengatakan kepadaku beberapa restoran yang direkomendasikan orang-orang kepadanya dan memintaku untuk memutuskan di mana kami akan makan malam. Aku akhirnya memilih restoran lokal bernama Sergiana. Karena kebanyakan orang yang dimintai pendapat oleh Pangeran Maximilian merekomendasikan restoran itu, aku pikir itu pasti salah satu restoran paling favorit di Brasov. Itulah sebabnya aku ingin kami makan di sana.
Terletak di Strada Muresenilor 28, Sergiana adalah restoran ruang bawah tanah dengan kubah bata terbuka dan panel kayu. Ruangan itu dilengkapi dengan meja dan kursi kayu. Foto-foto kota di masa lalu menghiasi dinding.
Seorang pelayan restoran berpakaian tradisional mendekati dan menyambut kami dengan hangat, "Bună seara! (Selamat malam!)"
"Bună seara! (Selamat malam!)" Pangeran Maximilian dan Jasper merespons pada saat bersamaan.
Sementara itu, aku tidak mengatakan apa-apa karena aku tidak bisa berbicara bahasa Rumania.
"O masă pentru trei persoane, vă rog (Tolong meja untuk tiga orang)," kata Jasper pada pelayan restoran.
"Urmăriți-mă, domnule! (Tolong ikuti aku, Tuan!)" Pelayanan restoran itu membawa kami ke sebuah meja kosong di tengah ruangan.
Pangeran Maximilian dan Jasper duduk berdampingan, sementara itu aku duduk di seberang mereka.
"Aş putea săvăd meniul vă rog? (Bisakah aku melihat menunya?)" Pangeran Maximilian bertanya.
"Imediat (segera)," jawab sang pelayan restoran. Dia kemudian meninggalkan kami, tetapi kembali sesaat kemudian dengan tiga buah buku menu.
"Poftiţi meniul vărog (Ini menunya!)" kata pelayan restoranitu sambil memberi kami masing-masing satu buah buku menu.
"Terima kasih."
"Mulţumesc (terima kasih)."
Kami bertiga mengatakan pada saat yang sama dan kemudian kami melihat buku menu.
Aku mengerutkan kening ketika melihat bahwa menu itu ditulis dalam bahasa Rumania.
"Apakah kamu punya menu dalam bahasa Inggris?" tanyaku pada si pelayan restoran.
Dia tampak bingung. Mungkin karena dia tidak bisa berbicara bahasa Inggris.
"Aveţi un meniu în limba engleză?" Pangeran Maximilian akhirnya menerjemahkan apa yang baru saja aku katakan sehingga pelayan restoran tersebut bisa mengerti.
"Da. Imediat (Ya. Segera)." Dia pergi lagi dan tidak lama setelah itu kembali dengan buku menu lain.
"Poftiţi meniul vărog (Ini dia menunya!)" Pelayan restoran itu memberiku buku menu sambil tersenyum.
"Terima kasih," ucapku dan kemudian mulai membaca menunya lagi.
"Aş putea săiau comkamu acum? (Bolehkah aku mencatat pesanan kalian sekarang?)" pelayanan restoran itu bertanya.
"Da (Iya)," jawab Pangeran Maximilian, "Voi servi ciorba ardeleneasca (Aku memesan ciorba ardeleneasca = Sup asam transylvania dengan tarragon)."
"Voi servi ciolan fasole (Aku memesan ciolan cu fasole)," kata Jasper.
"Dan apa yang ingin kau pesan, Putri?" Pangeran Maximilian bertanya kepadaku.
"Aku ingin sup ayam," jawabku.
Mengangguk, Pangeran Maximilian kemudian menerjemahkannya ke si pelayan restoran, "Pentru ea, Supă de pui, vog (untuknya, tolong sup ayam)."
Pelayan restoran itu menuliskan pesanan kami di buku catatannya, dan kemudian bertanya lagi, "Ce aţi dori să beţi? (Kalian mau minum apa?)"
"O Ursus bere, vog (Tolong bir Ursus!)," Jawab Jasper.
"Un pahar de vin roşu vă rog (Tolong, segelas anggur merah!)" kata Pangeran Maximilian. "Dan apa yang ingin kamu minum, Putri?"
"Tolong, aku mau teh lemon," kataku, dan Pangeran Maximilian segera menafsirkannya, "Un ceai cu lămâie, vog."
Pelayan restoran tersebut menuliskan pesanan kami di buku catatannya lagi. "Mai doriţi cevadomnule? (Apakah kalian ingin sesuatu yang lain?)"
"Nu, asta etot, mulţumesc (Tidak, itu saja, terima kasih)," kata Pangeran Maximilian.
"Te rog asteapta un moment! Voi reveni imediat cu comkamu ta (Harap tunggu sebentar! Saya akan segera kembali bersama dengan pesanan kalian)." Pelayan restoran itu akhirnya pamit undur diri dan pergi ke dapur untuk mengambil pesanan kami
"Aku tidak tahu bahwa kalian, para vampir bisa makan makanan manusia," aku berbisik.
"Hanya karena kami tidak makan makanan manusia bukan berarti kami tidak bisa, Putri," ucap Pangeran Maximilian dengan pelan.
"Benar," Jasper menambahkan dengan nada berbisik, "Kami masih bisa makan makanan manusia jika makanan itu mengandung darah, Putri."
"Aku mengerti." Aku mengangguk. "Tapi tunggu! Bagaimana kalian bisa mendapatkan darah di sini? Jangan bilang kalian akan menggigitku! "
Pangeran Maximilian terkekeh. "Tenang, Putri! Kami tidak membutuhkan darahmu karena kami selalu membawa persediaan darah kami ke mana-mana." Dia mengeluarkan sebotol kecil darah dari sakunya dan menunjukkannya kepadaku.
"Yuck! Ini menjijikkan!" aku berkomentar.
Dua orang di depanku menertawakanku.
Beberapa menit kemudian, pelayan kembali dengan pesanan kami.
"Poftiţi ciorba ardeleneas ca, ciolan cu fasole, supai de pui! (Ini ciorba ardeleneasca kamu, ciolan cu fasole, dan supă de pui!)" katanya sambil meletakkan makanan kami di atas meja.
"Poftiţi Ursus bere, vin roşu, ceai cu lămâie! (Inilah Ursus bere, vin roşu, ceai cu lămâie!)" ujarnya, meletakkan minuman kami di samping piring kami.
"Mulţumesc (terima kasih)," ucap Pangeran Maximilian.
"Cu plăcere! Poftă bună! (Dengan senang hati! Nikmati makanan kamu!)" Pelayan restoran itu akhirnya meninggalkan meja kami.
Aku menyendok sup ayam dan membawanya ke mulutku. Sup ini terasa sangat lezat di perut kosongku.
Pangeran Maximilian dan Jasper juga mulai makan. Tentu saja setelah mereka diam-diam menambahkan beberapa tetes darah ke dalam makanan mereka.
Kami makan dalam keheningan total. Setelah kami selesai makan, Pangeran Maximilian berkata, "Ayo kita pulang sekarang! Sudah hampir tengah malam nih."
"Oke," kataku, tapi kemudian aku menambahkan dalam pikiranku, "Ya, kita akan pulang. Kamu akan kembali ke istana. Sementara itu, aku akan pergi ke Kedutaan Inggris sehingga aku bisa pulang ke London secepat mungkin."
Aku mencoba untuk menyembunyikan kegembiraanku sebaik mungkin sehingga Pangeran Maximilian dan Jasper tidak akan curiga terhadapku.
"Ospatar! Nota de plată, vog rog! (Pelayan! Tolong tagihannya!)" Pangeran Maximilian berteriak.
Seorang pelayan restoran segera mendekati kami dan menyerahkan tagihan kepada Pangeran Maximilian.
Sang pangeran melihat tagihan itu dan kemudian bertanya, "Pot să plătesc -cu cardul de credit? (Bisakah aku membayar dengan kartu kredit?)"
"Da (iya)," jawab pelayan itu.
Pangeran Maximilian mengeluarkan kartu kredit dari dompetnya dan memberikannya kepada sang pelayan. Setelah itu, pelayan restoran tersebut bergegas ke kasir untuk membayar tagihan kami.
Ketika Pangeran Maximilian sedang menunggu kartu kreditnya, aku pikir ini adalah waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana pelarianku.
"Calon suamiku, aku perlu ke kamar mandi. Aku permisi dulu." Aku berdiri dari kursi dan hendak pergi. Tetapi Pangeran Maximilian menghentikanku.
"Tunggu!" katanya.
Aku menelan ludah. "Jangan bilang dia sudah tahu aku akan kabur!" batinku.
"Y—ya?" ucapku dengan gugup.
"Apakah kamu tahu di mana kamar mandinya?" tanya Maximilian.
Aku diam-diam menghembuskan nafas lega. "Syukurlah dia tidak mencurigai aku."
"Aku tidak tahu," jawabku, menggelengkan kepala.
"Tunggu! Biarkan aku bertanya kepada pelayan!" seru Maximilian.
"Ospatar! (Pelayan!)" dia memanggil pelayan yang lewat.
Pelayanrestoran itu segera mendekati kami.
"Spuneţi-mi, vog, unde este baia? (Bisakah kamu memberi tahuku di mana kamar mandinya?)" Pangeran Maximilian bertanya kepada sang pelayan restoran.
"Baia este acolo (Kamar mandi ada di sana)." Pelayan restoran itu menunjuk ke lorong di seberang kami.
"Dia mengatakan bahwa kamar mandinya ada di sebelah sana." Pangeran Maximilian juga menunjuk ke arah yang sebelumnya ditunjukkan oleh pelayan wanita itu.
"Baik. Terima kasih," aku berkata kepada pelayan wanita itu.
Dia mengangguk sebelum berjalan menjauh dari kami.
"Permisi." Aku berniat untuk berjalan, tetapi tiba-tiba Pangeran Maximilian bangkit dari kursinya.
"Aku akan ikut denganmu," katanya.
"Tentu saja dia ingin mengikutiku ke kamar mandi. Pangeran vampir ini tentu tidak akan membiarkanku melarikan diri dengan mudah," aku mendumel dalam hati dengan kesal.
"Aku bukan anak kecil, Maximilian. Kamu tidak harus ikut denganku ke kamar mandi," aku memarahinya.
"Aku mengerti, Putri. Tapi aku hanya takut dengan keselamatanmu," ujarnya terdengar khawatir.
"Demi Tuhan, aku hanya ingin pergi ke kamar mandi, Maximilian. Di mana salahnya?" gerutuku.
Dia mengangkat tangannya tanda menyerah. "Baiklah, Putri. Kamu bisa pergi ke kamar mandi sendirian. Berteriaklah jika kamu merasa sedang dalam bahaya, oke?"
"Terserah," kataku sambil berjalan menuju kamar mandi.
"Pangeran vampir itu sangat menyebalkan. Aku senang aku akan segera meninggalkannya," pikirku.