Aku berjalan menuju toilet wanita yang terletak di belakang restoran. Sesekali, aku melirik ke belakang untuk memastikan bahwa Pangeran Maximilian atau Jasper tidak membuntutiku. Sejauh ini, aku tidak melihat mereka, jadi itu berarti aku aman, untuk saat ini.
Aku akan memasuki toilet wanita tetapi berhenti ketika aku melihat tanda di dinding yang bertuliskan 'EXIT' dengan simbol panah di bawahnya. Aku melihat ke sekeliling untuk memastikan bahwa aku sendirian sebelum mengikuti tanda menuju pintu keluar tersebut.
Aku melompat kegirangan ketika akhirnya menemukan jalan keluar. Aku mencoba membuka pintu itu. Sungguh mengejutkan, pintunya tidak dikunci. Mendorong pintu hingga terbuka, aku melangkah keluar. Bagian belakang restoran ini diterangi oleh cahaya bulan. Dengan cepat, aku lari dari restoran itu tanpa menoleh ke belakang.
"Yes, akhirnya aku bebas!" seruku dengan gembira.
Namun, kemenanganku berumur pendek karena setelah hanya beberapa meter dari restoran, tiba-tiba aku menabrak dada seseorang.
"Mencoba melarikan diri, Tuan Putri?" tanya orang itu.
Aku membeku. "Aku kenal suara ini."
Dengan takut, aku mendongak. Dugaanku benar. Pria yang berdiri di depanku adalah Jasper.
"Ja—Jasper?" aku tergagap.
Jasper mengulurkan tangannya padaku. "Mari kita kembali, Putri! Pangeran Maximilian sedang menunggu anda."
"Kamu berjalan duluan saja," aku bersikeras.
Sambil menarik tangannya, dia menghela nafas. "Ikuti aku!"
Jasper mulai berjalan melewatiku. Pada awalnya, aku mengikutinya. Tapi kemudian, secepat kilat, aku membalikkan badan dan berlari ke salah satu gang redup di belakang restoran.
"Putri?!" teriaknya.
Mengabaikannya, aku terus berlari secepat kakiku bisa membawaku. Tapi ini aneh, aku tidak mendengar langkah kaki mengikutiku.
"Dia vampir, Rosanne. Mengapa dia harus mengejarmu jika dia tahu dia bisa berlari lebih cepat darimu?"kata batinku.
"Diam! Setidaknya aku harus mencoba, kan?"balasku.
Aku terus berlari. Karena sudah hampir tengah malam, tidak ada orang lain di sekitar sini. Jadi aku tidak bisa meminta bantuan. Yah, bahkan jika ada seseorang di sini, aku tidak yakin mereka bisa menolongku karena orang yang sedang mengejarku adalah seorang vampir.
Setelah berlari lebih dari lima belas menit tanpa istirahat, aku mulai kehabisan nafas, jadi aku dengan terpaksa harus berhenti untuk mengambil nafas.
Begitu aku bisa menarik napas dengan lancar kembali, aku menoleh ke belakang untuk memastikan apakah aku kehilangan Jasper atau tidak. Aku menghembuskan nafas lega ketika tidak melihatnya di manapun.
Namun, ketika aku berbalik lagi, aku menjerit ketakutan karena tiba-tiba, Jasper sudah berdiri di depanku dengan tangan terlipat di dadanya.
"Sudah selesai mencoba melarikan dirinya, Putri?" tanyanya dengan nada mengejek.
Mengabaikan pertanyaannya, aku mencoba lari lagi. Tapi Jasper melingkarkan salah satu lengannya di pinggangku dan yang lain menutupi mataku.
"Apa yang kamu lakukan?" aku memprotes sambil mencoba dengan sia-sia untuk menyingkirkan tangannya dari mataku.
Ketika Jasper akhirnya melepaskan tangannya dari mataku, aku terperangah. Tadi kami masih berada di gang dengan cahaya remang-remang di belakang restoran, tapi sekarang kami sudah berada di tempat parkir restoran.
"Terima kasih, Jasper. Aku tahu kekuatan teleportasimu akan sangat berguna," ucap Pangeran Maximilian yang bersandar pada mobilnya.
"Dengan senang hati, Yang Mulia," jawab Jasper sambil melepaskan tangannya dari pinggangku.
Mulutku menganga. "Apa?! Teleportasi?"
"Kekuatan vampir. Itu keren, bukan, Putri?" Jasper mengedipkan matanya padaku.
Aku memutar bola mataku dengan jengah.
Pangeran Maximilian tiba-tiba meraih tanganku dan kemudian mendorongku ke mobil.
"Kenapa kamu mencoba melarikan diri, Putri? Kau tahu, Raja Bellamy akan mengulitiku hidup-hidup jika aku tidak kembali ke istana bersamamu," dia memarahi aku.
"Kamu tidak mengerti, Maximilian. Raja Bellamy telah mmenculiku dan membawa aku ke sini di luar kehendakku. Jadi aku hanya ingin pulang ke keluargaku di London," balasku.
"Dengar, Mirabelle!" ujar Maximilian, "Aku—"
"Jangan pernah memanggilku dengan nama itu lagi! Namaku bukan Mirabelle," aku berteriak, memotong ucapannya.
Pangeran Maximilian menatapku dengan bingung. "Tapi Raja Bellamy mengatakan bahwa namamu Mirabelle, mengapa kamu mengatakan sebaliknya?"
"Aku sudah memberitahumu bahwa namaku bukan Mirabelle," aku bersikeras.
Maximilian menghela nafas. "Baiklah kalau begitu, jika kamu tidak ingin dipanggil Mirabelle, aku harus memanggilmu apa?"
"Panggil aku Rosanne — kependekan dari Rosangela, Rosangela Sinclair," jawabku.
"Baik. Rosanne, kan? "Maximilian ingin memastikan.
Aku mengangguk. "Iya."
"Rosanne," katanya dengan lembut, "aku mengerti bahwa kamu ada di sini di luar kehendakmu. Tapi tidak peduli apapun yang terjadi, kamu harus kembali ke istana bersamaku sekarang atau Raja Bellamy akan marah. Dan aku yakin Yang Mulia tidak akan pernah membiarkan kamu keluar dari istana lagi jika beliau tahu kamu mencoba melarikan diri. Apakah kamu ingin itu terjadi? "
Aku menggelengkan kepala. "Tidak."
"Makanya kamu harus kembali bersamaku dengan sukarela, oke? Aku berjanji tidak akan memberitahu raja bahwa kamu mencoba melarikan diri. Dan aku akan membawa kamu keluar dari istana lebih sering sehingga kamu bisa merasakan sedikit kebebasan. Bagaimana menurutmu?"
Aku mendengus. "Baiklah. Ayo kita kembali sekarang!"
"Itu baru namanya gadis yang baik!" Pangeran Maximilian mengacak-acak rambutku dengan gemas.
"Hentikan, Maximilian! Kau merusak tatanan rambutku," keluhku sembari mendorong tangannya.
Pangeran Maximilian dan Jasper menertawakan aku, tetapi aku berhasil membungkam mereka dengan sebuah tatapan tajam.
"Ayo kita pergi sekarang, oke?" Pangeran Maximilian menyarankan dengan sebuah seringaian yang jahil.
Tepat pada waktunya, Jasper membuka pintu belakang untuk kami.
Tanpa sepatah kata pun, aku naik ke kursi belakang.
Pangeran Maximilian masuk ke dalam mobil setelah aku.
Jasper lekas menutup pintu sebelum dia naik ke kursi pengemudi dan segera menyalakan mesin mobil.
"Pangeran Maximilian dan Jasper memang sangat menyebalkan. Kenapa mereka harus menggagalkan rencana pelarianku?"aku menggerutu dalam hati.
"Tenang, Rosanne!" kataku pada diri sendiri, "Mungkin kamu gagal melarikan diri sekarang, tetapi kamu masih bisa mencoba lagi nanti. Dan tidak ada yang bisa menghentikanmu, termasuk pangeran vampir yang sombong ini dan pengawalnya yang menjengkelkan."
"Kamu tidak akan pernah bisa lari lagi karena aku akan selalu mengawasimu," ujar Pangeran Maximilian dengan tenang.
Aku menoleh dan menatapnya dengan kaget. "Bagaimana dia bisa tahu apa yang aku pikirkan? Apakah aku mengatakannya dengan keras?"
"Tidak, kamu tidak mengatakannya dengan lantang. Tapi aku bisa membaca apa yang ada di dalam pikiranmu," dia menjawab pertanyaanku yang tak terucapkan.
Mataku melebar. "Ja—ja—jadi kamu seorang pembaca pikiran?" aku tergagap.
"Ya, benar," katanya dengan penuh percaya diri.
"Artinya, sejak awal, kamu sudah tahu bahwa aku akan melarikan diri?" tanyaku.
"Tentu saja!" Dia menyeringai dengan tidak menyenangkan.
"Tetapi jika kamu sudah mengetahuinya, mengapa kamu tidak mencoba menghentikanku?" aku bertanya karena penasaran.
"Karena aku ingin kamu percaya padaku," jawabnya, "Kamu bilang kamu hanya akan percaya padaku jika aku membawamu keluar dari istana malam ini, kan? Jadi aku melakukannya untukmu. Lagipula, aku tidak perlu khawatir bahwa kamu akan melarikan diri. Karena aku akan tahu apa yang kamu pikirkan sebelum kamu bahkan dapat bertindak."
"Itu tidak adil!" aku berteriak.
"Terkadang hidup memang begitu tidak adil, Putri," komentar Pangeran Maximilian.
Aku melotot padanya.
Entah bagaimana, Pangeran Maximilian justru mendapati pelototanku sangat lucu sampai dia mulai menertawakanku.
Jasper yang menyaksikan kami melalui kaca spion juga turut terkekeh.