Matahari akhirnya terbenam. Itu berarti sudah waktunya bagi semua vampir untuk bangun, termasuk raja vampir.
Aku duduk dari tempat tidur dan berjalan perlahan menuju pintu, siap melakukan rencanaku.
Aku mengetuk pintu. "Lupita, aku tahu kamu di luar sana. Bisakah kamu membuka pintu ini sebentar?"
"Maaf, Tuan Putri, tetapi anda tidak diizinkan meninggalkan kamar anda," ucap Lupita dari balik pintu.
"Aku tidak bermaksud meninggalkan kamarku. Aku hanya ingin kamu membuka pintu ini. Tolonglah, aku perlu berbicara denganmu! Ini mendesak," aku memohon.
Lupita akhirnya membuka pintu, memasuki kamarku, dan dengan cepat menutup pintu kembali.
"Ada apa, Yang Mulia?" tanyanya.
"Lupita, bisakah kau memanggilku Rosanne saja saat kita sendirian?" pintaku.
Lupita menghela nafas. "Oke Rosanne, ada apa?"
"Lupita, tolong biarkan aku keluar dari kamar ini! Aku ingin bertemu dengan raja," pintaku.
"Rosanne, sudah kubilang, kau tidak diizinkan meninggalkan kamar ini atau Lord Sigmund akan menghukum kami semua," dia mencoba menjelaskan.
"Aku tahu. Tetapi aku perlu berbicara dengan raja sekarang. Jadi tolong biarkan aku pergi menemuinya!" Aku memohon.
"Oke, jika kamu ingin berbicara dengan Yang Mulia Raja, aku akan memberi tahu Lord Sigmund sekarang, dan kemudian beliau akan memutuskan apakah kamu bisa berbicara dengan raja atau tidak," ujar Lupita.
Sebelum aku bisa mengatakan apa-apa, Lupita telah keluar dari kamarku dan mengunci pintu lagi.
"Lupita?" aku berteriak dengan frustrasi.
"Mohon tunggu sebentar, Tuan putri! Saya akan segera kembali," Lupita menjawab dari sisi lain pintu.
Beberapa menit kemudian, pintu terbuka lagi. Tapi kali ini Sigmund yang masuk ke dalam kamarku.
"Ayo Putri, Yang Mulia Raja sudah menunggumu." Sigmund mengulurkan tangannya padaku.
Dengan ragu-ragu, aku meraih tangannya. Dan kemudian dia membawaku keluar dari kamar dan menuju ke ruang singgasana untuk bertemu dengan sang raja vampir.
"Yang Mulia, Putri Mirabelle ada di sini," Sigmund mengumumkan.
"Terima kasih, Sigmund. Kau dapat meninggalkan kami berdua sekarang," perintah raja.
Sigmund tampak terkejut, tetapi dia mengangguk. "Berperilakulah yang baik!" bisiknya ke telingaku sebelum akhirnya meninggalkan ruang singgasana.
Raja vampir bangkit dari singgasananya dan mendekati aku yang berdiri di tengah ruangan.
"Mirabelle, aku dengar kau ingin berbicara denganku. Ada apa?" Raja Bellamy bertanya.
"Aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku akan mencoba memercayai apa yang kau katakan padaku," ucapku dengan sebuah senyuman palsu.
"Kau hanya akan mencoba mempercayainya?" Raja Bellamy mengejekku.
Aku memutar bola mataku kesal. "Baiklah. Aku percaya bahwa kau adalah kakek kandungku. Puas?"
"Aku tahu kamu pada akhirnya akan menerimaku sebagai kakekmu." Sang raja tiba-tiba memelukku.
"Oke, kau bisa melepaskan aku sekarang, Kakek. Aku tidak bisa bernafas," kataku.
"Maaf," gumam Raja Bellamy dan akhirnya melepaskan pelukannya.
"Karena kamu telah menerimaku sebagai kakekmu, mulai sekarang, kamu akan tinggal di sini bersamaku, kan Mirabelle?" tanya sang raja dengan penuh harap.
"Tentu saja, aku akan tinggal di sini jika kau ingin aku tinggal, Kakek. Tapi ... " aku menggantung kalimatku.
Raja mengerutkan kening. "Tapi apa?"
"Hanya untuk beberapa hari," aku melanjutkan, "Setelah itu, aku ingin kembali ke rumahku, teman-temanku, dan keluargaku."
"Keluarga angkat," Raja Bellamy mengoreksi.
"Ya, terserahlah. Aku hanya ingin kembali ke kehidupan lamaku, oke? Tapi jangan khawatir, Kakek. Aku tidak akan melupakanmu. Aku akan mengunjungi kakek di sini setahun sekali, tidak, maksudku sebulan. Kita berdua sama-sama mendapatkan yang kami inginkan. Itu adil, bukan?" aku membujuknya.
"Tidak, itu tidak mungkin. Kamu tidak akan pergi ke mana-mana, Mirabelle," sang raja bersikeras.
"Dengar! Bahkan jika kau adalah kakek biologisku, kau tidak bisa memaksa aku untuk tinggal di sini. Aku berhak memilih di mana aku ingin tinggal. Dan aku lebih suka tinggal bersama keluarga angkatku daripada tinggal di sini bersama kakek kandungku. Paham?" kataku dengan marah.
"Aku tidak mengizinkanmu pergi," serunya dengan tegas.
"Aku tidak meminta izinmu; aku memberitahukan keputusanku kepadamu," teriakku.
"Aku adalah seorang raja. Aku satu-satunya orang yang bisa memutuskan segalanya di sini," Raja Bellamy berteriak balik.
"Tapi aku tidak ingin tinggal di kastil ini seperti tahanan sepanjang waktu. Aku ingin pulang dan kembali ke kehidupan normalku. Aku ingin bebas," pekikku
"Cukup, Mirabelle! Jika kamu tetap bersikeras untuk meninggalkanku, aku akan meminta orang-orangku untuk membunuh keluarga angkat dan teman-temanmu," Raja Bellamy mengancam.
"Tidak! Tolong jangan sakiti mereka!" aku memohon.
"Jangan pernah berpikir untuk melarikan diri dariku lagi atau keluarga angkat dan teman-temanmu akan membayar harganya!" Sang raja mengancam aku lagi.
"Aku membencimu," aku berteriak. Mataku berkaca-kaca.
Tanpa menunggu tanggapan dari sang raja, aku berlari keluar dari ruang singgasana.
Sigmund yang sedang menunggu di depan ruangan itu segera mengejarku.
"Tidak secepat itu, Putri!" serunya sambil meraih tanganku.
"Lepaskan aku!" Aku mencoba melepaskan cengkeramannya tetapi dia mengencangkan genggamannya.
"Apakah kamu mau mencoba melarikan diri lagi, Putri?" tanya Sigmund dengan marah.
"Aku tidak berusaha melarikan diri. Aku hanya ingin kembali ke kamarku," jawabku.
"Tapi kamu salah jalan. Kamar tidurmu ada di sebelah sana." Dia menunjuk ke arah yang berlawanan.
"Bagaimana aku bisa tahu? Aku bahkan tidak tahu di mana kamar tidurku," dalihku.
Sigmund menghela nafas panjang. Dia melepaskan lenganku dan memegang tanganku sebagai gantinya.
"Ayo, mari kita kembali ke kamarmu sekarang," ucapnya dengan lembut.
Sigmund dan aku berbalik dan akhirnya berjalan menuju ke kamarku bersama-sama.