Aku tidak ingat tertidur sampai aku bangun keesokan paginya. Sebenarnya, ini hampir siang karena jam digital di meja samping tempat tidur bertuliskan 11:30 A.M..
Wow! Aku pasti sangat kelelahan tadi malam sampai aku ketiduran. Yah bagaimana mungkin aku tidak lelah karena selama dua hari terakhir aku telah melalui banyak hal? Pertama, aku diculik, kemudian aku tahu bahwa penculikku adalah vampir. Setelah itu, aku dibawa ke kerajaan vampir hanya untuk mengetahui bahwa raja vampir adalah kakekku. Terakhir tetapi tidak kalah pentingnya, mereka membuatku kelaparan karena aku tidak ingin mengkonsumsi darah.
Sambil melemparkan selimut, aku melompat dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu. Aku mencoba membuka pintu itu, tetapi ternyata dikunci.
"Sigmund?" aku berseru, tetapi tidak ada jawaban.
Aku mengetuk pintu. "Lupita?"
Sekali lagi, aku tidak mendapat balasan.
"Apa ada orang di sana?" aku berteriak frustrasi.
Namun hanya kesunyian yang menanggapiku.
Menghela nafas, aku berjalan menuju jendela dan membuka tirai. Aku terkesiap melihat pemandangan di luar jendela. Tempat ini dikelilingi oleh hutan yang luas. Tidak ada rumah atau bangunan lain sejauh mata memandang; hanya pohon dan lebih banyak pohon lagi di setiap arah.
"Ya Tuhan, aku berada jauh dari mana-mana sekarang. Bagaimana aku bisa melarikan diri dari sini?" pikirku.
Aku mendengar langkah kaki mendekat, dan tidak lama setelah itu, pintu terbuka.
"Tuan Putri, maksudku Rosanne, ada yang bisa saya bantu?" suara akrab Lupita menyambutku.
Aku berbalik dan melihat Lupita berdiri di ambang pintu dengan seragam pelayannya yang biasa. Tapi ada yang tidak beres dengannya. Dia melindungi wajahnya menggunakan lekukan lengannya.
"Rosanne, maukah kau menutup tirainya?"
"Ada apa?" tanyaku bingung.
"Matahari," adalah satu-satunya jawaban Lupita.
Aku mengerti apa yang dia maksud dan langsung menutup tirai dengan tergesa-gesa. Lupita meletakkan lengannya dan menghembuskan napas lega.
Aku menahan sebuah seringaian. "Jadi apa yang dikatakan orang tentang vampir terbakar di bawah sinar matahari itu benar? Hmm... mungkin aku bisa memanfaatkannya untuk keuntunganku suatu hari nanti."
Lupita mendekatiku dan berkata, "Terima kasih, Rosanne."
Aku tersenyum. "Tak masalah."
"Ngomong-omong, apa yang bisa aku lakukan untukmu, Rosanne?" Lupita bertanya.
"Lupita, aku lapar. Bisakah kamu memberiku sesuatu untuk dimakan? Sesuatu yang tidak terbuat dari darah tentu saja," pintaku.
"Maafkan aku, Rosanne," ucap Lupita, "tapi aku tidak bisa memberimu apapun untuk dimakan tanpa izin dari Lord Sigmund."
"Kalau begitu biarkan aku bicara dengannya!" tuntutku.
"Kamu tidak dapat berbicara dengan Lord Sigmund karena beliau masih tidur sekarang," ujar Lupita.
Mulutku menganga. "Dia masih tidur jam segini? Maksudku ini hampir siang, kan?"
"Kau tahu, vampir tidur di siang hari," Lupita menjelaskan.
"Oh ya aku lupa semua orang di sini adalah vampir," gerutuku.
"Tapi tunggu! Jika semua vampir tidur di siang hari, mengapa kamu tidak tidur sekarang?" tanyaku.
"Sebenarnya, aku sedang tidur sampai kudengar kau memanggil namaku," jawab Lupita.
"Oh maaf aku sudah membangunkanmu, Lupita," aku meminta maaf.
Dia menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Rosanne. Adalah tugasku untuk melayani kamu."
"Lupita, bisakah kau membangunkan Sigmund?" aku meminta bantuannya.
"A—aku minta maaf, Rosanne. Aku—aku tidak berani membangunkan Lord Sigmund karena itu hanya akan membuatnya marah," dia tergagap.
Lupita tampaknya sangat takut pada Sigmund. Itu sebabnya aku memutuskan untuk tidak mendesaknya membangunkan Sigmund lagi.
"Baiklah. Jadi kapan dia akan bangun?" aku bertanya.
"Tak lama setelah matahari terbenam," jawabnya.
Aku mendengus kesal. "Oke. Aku rasa makanan bisa menunggu. Setidaknya bisakah kamu memberiku sesuatu untuk diminum? Entahlah, mungkin secangkir cokelat panas, teh, kopi, susu, jus, atau hanya air putih itu tidak masalah."
"Tapi Lord Sigmund—"
"Sigmund tidak perlu tahu," aku memotong ucapannya, "Aku berjanji aku tidak akan memberitahunya. Dan jika kamu tutup mulut, kamu tidak akan mendapat masalah."
"Tapi ..." Lupita terdiam.
"Tolong...!" Aku memohon, "Aku sangat haus. Tidakkah kamu ingin memberi gadis malang ini air, Lupita?"
Lupita menghela nafas panjang. "Baiklah. Aku akan melihat apa yang bisa aku dapatkan untukmu. Kenapa kamu tidak mandi saja dulu sekarang?"
Aku memeluknya dengan gembira. "Terima kasih, Lupita. Kamu baik sekali."
Dengan ragu-ragu, dia memelukku balik dan menepuk punggungku dengan lembut.
Setelah beberapa saat, aku melepaskan pelukan kami.
"Aku akan segera kembali," kata Lupita dan aku mengangguk.
Dia keluar dari kamar ini dan mengunci pintu setelahnya.
Sesudah Lupita pergi, aku memasuki kamar mandi dan mandi sebentar. Lalu aku berjalan ke walk-in closet dan mengambil gaun paling sederhana yang bisa kutemukan di lemari pakaian ini. Aku memakainya dengan cepat dan akhirnya kembali ke kamarku.
Beberapa menit kemudian, Lupita kembali dengan sebuah cangkir di atas nampan perak.
"Maafkan aku, Rosanne. Yang bisa aku dapatkan untuk kamu hanyalah teh ini," tutur Lupita sambil memberiku secangkir teh.
"Tidak apa-apa, Lupita. Ini sudah cukup buatku," ucapku seraya tersenyum.
Aku duduk di tepi tempat tidur dan menyesap tehku dengan hati-hati. Perutku tidak merasa kenyang, tapi setidaknya sekarang tidak kosong. Ketika semua tehnya sudah habis, aku mengembalikan cangkir kosong itu kepada Lupita.
"Terima kasih sekali lagi, Lupita," aku menuturkan dengan penuh rasa syukur.
"Tidak masalah," jawab Lupita. "Aku harus pergi sekarang sebelum seseorang melihatku memberimu teh ini."
"Oke." Aku mengangguk.
Lupita bergegas keluar dari kamarku dan mengunci pintu lagi.