Chereads / Remoire / Chapter 22 - Bab 20 : Persimpangan

Chapter 22 - Bab 20 : Persimpangan

Tidak ada yang lebih mengerikan dari sebuah perpisahan setelah mengucapkan janji untuk hidup bersama.

***

Pernikahan itu menjadi nyala api yang membuat dirinya mantap melangkah. Percikan kebahagiaan membuat wajahnya tampak bercahaya. Andrew yang tak mampu menyembunyikan rasa, menularkannya melalui senyuman dan sorot mata yang penuh harapan.

Semua orang semakin terpesona oleh tindak – tanduk Andrew. Tidak hanya pekerjaannya dilakukan dengan sempurna, namun perhatiannya yang juga tidak kenal lelah. Mulai dari bangsawan, pelayan hingga penduduk yang sempat berbicara dengannya di pintu gerbang istana. Semuanya Andrew perhatikan, bantu dan beri petuah kebijaksanaan. Tidak heran jika pengaruh dirinya semakin mengakar kuat di sendi – sendi kerajaan.

Namun, tidak semua berjalan sesuai harapan.

Beberapa hari pun berlalu.

Untuk pertama kali di dalam hidupnya, Andrew mendapatkan surat untuk memenuhi panggilan Sidang Agung.

Sidang Agung adalah sebuah majelis untuk membahas masalah internal kerajaan dan satu – satunya yang bisa memberikan hukuman atas tindakan Raja Krale.

Saat menerima surat itu, Andrew hanya bisa membatu.

Moravia yang membawakan surat itu juga tidak menyangka hal ini akan terjadi. Lelaki itu bertanya – tanya kesalahan apa yang telah Raja Andrew lakukan? Hanya ada satu yang mengganjal di hati kecilnya. Namun ia mencoba berprasangka baik terhadap niat persidangan tersebut.

Pada hari yang telah ditentukan, Andrew ditemani oleh Dedic dan Moravia berjalan menuju ruang persidangan.

"Anda tidak perlu khawatir, Yang Mulia. Semua akan baik-baik saja," bisik Moravia.

"Terima kasih, Kakek Moravia. Tetapi jujur, aku belum pernah setakut ini di dalam hidupku." Andrew hanya bisa menundukkan kepalanya.

Dedic tidak bisa memberikan sepatah kata pun dalam hal ini. Dia hanya diam mengikuti ke mana majikannya pergi.

Pintu gerbang pun dibuka lebar. Mereka bertiga masuk ke dalam. Namun Dedic dihentikan oleh petugas penjaga ruangan tersebut. Hanya Andrew dan Moravia saja yang boleh berjalan menuju meja bundar yang ada di tengah ruangan.

Raja Andrew pun didudukkan pada sebuah kursi yang berada di tengah meja bundar. Sementara para menteri duduk melingkari meja tersebut. Sosok yang berada di depan Andrew adalah orang yang sudah dikenal sebagai hakim yang adil, Spravedlnost.

Tanpa basa basi, Spravedlnost membuka sidang itu dengan tiga ketukan palu.

"Yang Mulia Andrew Udanost." Lelaki tua berjenggot putih yang memimpin rapat itu berdehem sebentar. "Anda dipanggil ke tempat ini karena mendapatkan tuduhan telah melakukan pengkhianatan terhadap Kerajaan Krale."

"Pengkhianatan?" protes Andrew. "Kejahatan macam apa yang telah aku perbuat hingga tindakanku dicap sebagai bentuk pengkhianatan, Wahai Spravedlnost?"

Spravedlnost mengisyaratkan kepada Raja Andrew untuk menahan emosinya.

"Kepada pelapor, silahkan tunjukkan bukti yang anda temukan," ujar Spravedlnost.

Lelaki yang berada di belakang itu pun berdiri lalu menyerahkan beberapa lembar kertas yang disertai amplop. Saat Andrew melihat wajahnya, ia tidak heran dengan apa yang terjadi.

"Menteri Kurona, apa yang kau rencanakan kali ini?"

"Anda tidak boleh menuduh saya yang bukan – bukan, Yang Mulia. Saya hanya menemukan kertas – kertas ini lalu menelitinya. Dan …." Lelaki itu menutup matanya dan menampak raut kesedihan. "Saya tidak pernah menyangka kalau Anda seperti itu, Yang Mulia."

Mata Andrew yang dapat melihat—menembus akting lelaki itu, hanya bisa menggigit bibirnya. Terlupa kalau lelaki yang berbahaya ini telah menjadi bagian dari parlemen kerajaan. Itu adalah kesalahan fatal.

"Jadi atas tuduhan apa aku dicap sebagai pengkhianat?"

Spravedlnost memakai kacamatanya dan segera melihat dengan seksama isi kertas tersebut. Ia tidak mengerti sepatah kata pun yang ada di dalamnya.

"Apa yang tertulis di dalam surat ini, Menteri Kurona?"

Menteri Kurona yang telah kembali ke kursinya, berdiri dan mulai berbicara bak penyair.

"Awalnya saya juga tidak memahaminya, Hakim Agung Spravedlnost. Namun salah satu pelayan kerajaan pernah melihat tulisan yang sejenis dengan itu. Jika Anda berkenan, lebih baik kita memanggil sang pelayan untuk menjelaskan semuanya."

"Panggil pelayan itu segera!" perintah Spravedlnost.

"Dengan senang hati." Menteri Kurona pergi keluar dan tak lama ia tiba membawa seorang wanita yang berpakaian maid.

Mata Andrew tidak bisa berkedip saat melihat sosok wanita yang dimaksud Kurona.

"Jadiz?" ucap Andrew terbata – bata.

"Benar, Yang Mulia. Jadiz yang memberitahukan kepada saya arti dari surat itu."

Jadiz pun maju dan diperintah untuk menjelaskan kronologinya.

"Awalnya saya menemukan surat ini di dalam ruang kerja Raja Andrew. Saya sangat terkejut ketika melihat bahasa yang digunakan di dalamnya. Itu seperti bahasa yang digunakan oleh Kerajaan Jeden seratus tahun yang lalu."

"Bahasa kuno? Apa maksudmu, Jadiz?" protes Andrew dengan nada yang tinggi.

"Tenangkan dirimu, Yang Mulia," sela Spravedlnost. "Silakan dilanjutkan, Jadiz."

Andrew hanya bisa kembali diam dan duduk di sana sambil mendengarkan wanita itu berbicara.

"Saya berasal dari keluarga yang suka meneliti sejarah kehancuran Jeden. Dan tidak salah lagi, kalau bahasa yang digunakan di dalam surat itu adalah bahasa bangsa Jeden seratus tahun lalu." Jadiz mengeluarkan sebuah lembaran usang, dan menunjukkannya pada semua orang. "Sama persis dengan jenis bahasa yang ada dalam peninggalan ini."

Semua yang mendengarkan penjelasan wanita itu terkejut bukan kepalang.

"Namun bagaimana mungkin Raja Andrew mengetahui bahasa tersebut?" sanggah Moravia, keras. "Dia tidak punya hubungan sama sekali dengan simpatisan Jeden!"

"Tenangkan dirimu, Moravia," sela Kurona. "Tunggu hingga Jadiz selesai memberikan penjelasannya."

Jadiz yang gemetar itu tidak berani melihat ke arah mata Andrew. Ia hanya menunduk dan menyembunyikan wajahnya.

"Silakan dilanjutkan kembali, Jadiz," pinta Spravedlnost.

"Baiklah." Jadiz mengatur napasnya. "Dan isi dari surat itu …."

Wanita itu mengambil salah satu surat dan membacakannya dengan lancar.

I love you, Annie. No matter how far you are, My love will pass through space and time to find you.

Andrew benar – benar terkejut. Pelafalan wanita yang ada di depannya benar – benar bagus. Seolah wanita itu benar – benar paham cara membacanya.

"Artinya adalah. 'Saya mencintaimu, Annie. Tidak peduli sejauh apa pun dirimu, Cintaku akan melewati ruang dan waktu untuk menemukan dirimu.' Begitulah isinya."

Semua yang ada di dalam ruangan itu terkesima saat mendengarkan kalimat romantis tersebut. Sementara Andrew malah gemetar tak percaya.

"Lalu siapakah 'Annie' yang ada di surat ini, Jadiz? Apa itu semacam kode rahasia?" tanya Spravedlnost.

"Saya menemukan sobekan kertas yang lain di dalam keranjang sampah yang ada di dalam ruang kerja Raja Andrew. Ada sebuah nama tertulis di sana." Jadiz menunjukkan sobekan itu kepada semuanya. "Tertulis di sana … Alia Krasna."

Saat mendengar nama itu semuanya menjadi tegang. Ada emosi kuat yang mulai muncul saat nama itu disebutkan.

"Maksudmu Alia Krasna Ratu dari Kralovna?"

"Saya yakin demikian, Wahai Hakim Spravedlnost."

Setelah menyelesaikan perkataannya, Jadiz tiba – tiba gemetar dan wajahnya sendu. Ia mengucapkan kata maaf kepada Andrew berulang kali. Air mata yang mengalir itu berhasil menarik simpati Spravedlnost dan para menteri.

Spravedlnost pun mempersilakan Jadiz untuk keluar dari ruangan tersebut. Setelah saksi keluar dari ruangan, sorot mata Spravedlnost yang begitu tajam dipancarkan kepada Andrew, Raja Krale.

"Wahai Raja Krale, Andrew Udanost, apakah yang wanita itu katakan benar adanya?"

Andrew tidak bisa menjawabnya. Tubuhnya terlalu gemetaran. Suaranya tidak sedikit pun bisa keluar dari tenggorokannya, seolah pita suaranya telah terkoyak – koyak.

Melihat ekspresi Raja Andrew yang begitu ketakutan, Spravedlnot bisa menarik kesimpulan akan kebenarannya. Spravedlnost mengatur napasnya. Ia melepaskan sebentar kaca matanya, membersihkannya sebentar dan memakainya kembali.

"Lalu apa hubungan Anda dengan Ratu Kralovna, Raja Andrew? Tidak mungkin surat itu hanya sebuah urusan bisnis dengan memakai bahasa kuno Jeden dan sepuitis itu."

Semua yang ada di dalam sidang itu menanti kalimat yang akan keluar dari mulut Andrew. Namun setelah lama menanti, tak sepatah kata pun terdengar.

"Jadi itu benar kalau Anda telah mengkhianati Kerajaan Krale?" teriak Koruna memanaskan situasi.

"Bukan!" sela Andrew, berdiri. "Aku tidak pernah mengkhianati Kerajaan Krale!"

"Lalu apa maksud dari surat rahasiamu dengan Ratu Kralovna?" teriak menteri yang lain.

"Itu ... sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan dengan benar saat ini." Andrew terduduk lesu.

Spravedlnost tidak merasakan adanya kebohongan tentang kesetiaan Andrew. Namun seperti yang ia duga, ada sesuatu di antara mereka.

"Apakah Anda memiliki hubungan tertentu dengan Ratu Kralovna, Raja Andrew?" tanya Spravedlnost lagi.

"Aku ... tidak bisa menjawabnya."

Kurona tersenyum licik dan mengusulkan sebuah proposal kepada Spravedlnost.

"Wahai Hakim, saya punya usulan untuk membuktikan apakah Raja Andrew masih benar – benar setia atau tidak terhadap kerajaan ini."

"Apa usulan yang Anda maksud, Menteri Koruna?"

"Saya mendapatkan kabar kalau Tambang Branda telah diambil alih oleh Kerajaan Kralovna."

"Apa?!" Semua yang ada di dalam ruangan terkejut bukan main.

"Mengapa engkau tidak beritahu secepatnya!" teriak Menteri Moravia.

"Kabar ini baru saja sampai pagi tadi." Kurona berjalan mendekati Raja Andrew. "Maka saya meminta kepada Raja Andrew untuk membuktikan kesetiaannya kepada Krale. Dengan mengambil kembali Tambang Branda dari genggaman Kralovna."

Lelaki licik itu menghempaskan laporan itu ke pangkuan Raja Andrew.

"Bagaimana dengan usulan saya, Wahai Spravedlnost?"

"Saya menerimanya, Menteri Kurona." Spravedlnost pun mengetukkan palu itu sekali.

"Raja Andrew Udanost. Anda memiliki tugas untuk membuktikan kesetiaan Anda terhadap negeri ini. Kami semua, segenap bangsawan dan rakyat Krale mengharapkan pendirian teguh Anda untuk membela negeri ini melebihi apa pun."

Spravedlnost mengetukkan tiga kali palu tersebut dan menutup persidangan.

Satu persatu peserta sidang pergi meninggalkan ruangan. Menyisakan Raja Andrew dan Dedic di sana. Moravia ingin bersamanya, namun ada yang harus ia lakukan demi sang raja.

Andrew beranjak pergi dari ruangan itu. Langkahnya melambat dan berat. Ia bahkan tidak mampu berdiri sempurna. Dedic yang telah berada di dekatnya langsung membantu Andrew berjalan.

"Takdir sepertinya memiliki pikirannya sendiri." Suara lemas itu keluar dari bibir Andrew.

Dedic yang mendengarkan tidak bisa mengomentari apa pun. Ia tahu betapa sulitnya hidup dengan membawa takdir dan tanggung jawab di pundaknya.

Andrew yang telah sampai di kamarnya langsung membantingkan badan ke ranjang empuknya. Ia menutup mulut dengan bantal dan berteriak sekerasnya. Dedic yang masih ada di luar dapat mendengar dengan samar – samar jeritan Andrew. Namun sekali lagi, ia tidak bisa berbuat apa – apa untuk majikannya.

***

Dua hari sebelumnya.

Di dalam Istana Kralovna, Ratu Alia mendapatkan permasalahan yang mengejutkannya. Rumor akan hubungan dirinya dengan Raja Andrew telah tersebar.

Seluruh menteri datang menghadap dan berlutut di depannya. Mereka mengharapkan penjelasan yang bisa menentramkan keyakinan mereka.

"Wahai Ratu Alia …." Salah satu menteri pun menjelaskan semuanya.

Mendengar hal itu membuat wajah tegar yang selalu ditampakkan Ratu Alia sempat pupus beberapa saat. Ratu Alia berusaha untuk tidak menunjukkan kekhawatirannya sedikit pun. Ia mulai mengeluarkan argumen dengan nada yang mendominasi.

Namun dialog itu tidak berjalan mengikuti harapan Ratu Alia. Sebagian besar menteri yang berlutut di hadapannya, bersikukuh memaksa Ratu Alia untuk membuktikan kesetiaannya terhadap kerajaan Kralovna. Keraguan mereka belum jua sirna.

Zly sebagai salah satu menteri yang kontra dengan masalah ini, menawarkan dua hal untuk membuktikan kesetiaan Ratu Alia Krasna kepada kerajaan Kralovna.

"Yang pertama," ucap Zly. "Menghentikan secara total aktifitas Tambang Branda. Limbah Tambang Branda tidak akan pernah berhenti dibuang ke sungai – sungai yang mengaliri perkebunan dan sawah yang ada di Kerajaan Kralovna. Itu membuat produksi pertanian dan perkebunan kita turun drastis. Ditambah lagi, kejadian yang baru saja terjadi pagi ini. Tiga buah desa telah dihancurkan oleh prajurit Krale atas perintah Raja Krale, Andrew Udanost."

Ratu Alia itu tidak bisa mempercayai ucapan Zly begitu saja.

"Apa bukti yang kau punya, Menteri Zly?"

Zly memperlihatkan sebuah perhiasan emas yang memiliki simbol kerajaan Krale.

"Ini adalah emas yang ada di baju kebesaran Raja Krale. Dan hanya ada satu di dunia. Benda ini terjatuh di salah satu desa tersebut. Anda juga mengetahuinya, bukan? Bagi Kerajaan Krale, ini adalah simbol perintah mutlak yang diberikan oleh raja itu sendiri."

Ratu Alia menggeram, giginya gemeretak. Tangannya mengepal keras dan sorot matanya bergetar. Hatinya ingin sekali berteriak dan mengatakan semua itu salah. Ingin sekali ia mengatakan bahwa Raja Andrew bukanlah sosok seperti itu. Namun itu semua tidak berguna. Semua itu akan memperburuk keadaan. Ia tidak punya apa pun lagi untuk membela kekasihnya.

"Baiklah. Aku akan melakukannya," ujar Ratu Alia.

"Belum selesai sampai di situ, Ratu Alia." Zly menyerahkan sebuah surat dari Nenavist Timur. "Ini adalah surat lamaran dari Pachnouni, dan Anda harus menikahinya."

Menteri Zena dan Ostrava berdiri dan menentang dengan keras.

"Kau ingin Ratu kita menikahi lelaki busuk itu?" protes Zena.

"Benar! Pachnouni adalah lelaki busuk!" sambung Ostrava.

Zly tersenyum dan menyuruh mereka berdua untuk menahan emosinya.

Lalu Zly melanjutkan ucapannya sembari memperhatikan dengan seksama isi dari surat lamaran tersebut.

"Di dalam surat ini," ujar Zly. "Dijelaskan bahwa Pachnouni akan menyerahkan segelanya kepada Ratu Alia termasuk jiwa, tahta dan hartanya. Bukankah itu sudah cukup membuktikan bahwa Pachnouni akan melakukan apa saja untuk Ratu Alia? Jika terjadi perang dengan Kerajaan Krale, kita bisa menggunakan mereka sebagai tameng bagi negeri kita, Menteri Zena."

Menteri Zena tidak terima namun ia memiliki pendapatnya sendiri.

"Jika lelaki itu akan mati dalam pertempuran nanti maka aku tidak keberatan," cetus Zena. "Namun jangan harap dia akan menyentuh Ratu Alia sedikit pun. Bahkan jika benar dirinya menjadi suami dari Ratu Alia sekalipun."

"Kita bisa mengatur hal itu, Menteri Zena. Yang terpenting adalah menghentikan rumor tentang hubungan Ratu Alia dengan Raja Andrew yang telah tersebar di masyarakat kita. Keresahan masyarakat dan mengembalikan kemuliaan Ratu Alia yang sempat tercoreng, itu adalah prioritas utama."

Ostara dan menteri yang lain tidak bisa berkata apa – apa lagi.

Setelah memikirkan matang – matang dan mempertimbangkan segalanya. Perasaan terhadap negerinya dan perasaan terhadap lelaki yang dicintainya itu … dirinya pun harus memilih salah satunya. Andai saja masa lalu yang menghantui kerajaan ini tidak pernah ada.

Ratu Alia mendesah lirih. Ia berdiri dari kursi tahta. Sorot matanya seketika menjadi tajam. Aura yang dipancarkan tubuhnya seperti beruang yang siap memangsa.

"Baiklah. Aku akan menerima syarat yang kalian usulkan. Siapkan pasukan untuk mengambil alih Tambang Branda secepatnya!" perintah Ratu Alia.

Sebagian wajah para menteri yang penuh keraguan itu sirna. Semangat dan keyakinan mereka telah pulih.

"Siap menjalankan perintah Anda, Ratu Alia." Semua menteri memberikan penghormatan, berdiri dan pamit pergi.

Ostrava yang masih berada di sana hanya bisa mengeluarkan air mata.

"Maafkan saya yang tidak bisa melindungi kebahagiaan Anda, Ratu Alia."

Ratu Alia menatapnya dan tersenyum.

"Anda salah, Menteri Ostrava. Akulah yang akan melindungi kebahagiaan kalian. Mungkin sudah waktunya bagiku untuk bangun dari mimpi indah ini."

Ostrava hanya terdiam bisu menyaksikan sang ratu pergi. Meskipun samar – samar, Ostrava melihat air mata yang menetes lembut di pipi wanita yang ia cintai.