Chereads / Sebuah Perjodohan / Chapter 11 - 10. Paket Misterius

Chapter 11 - 10. Paket Misterius

Malam telah tiba Velda tengah duduk di ruang tamu sambil menikmati roti yang dia beli tadi siang di alfamart. Film yang di tunggu olehnya.

Dia dapat piring DVD dari Nando, sudah dua minggu tidak tontonnya. Film action Jackie Chan, favoritnya. Sementara Bibi Zaina sedang menyetrika.

Tok

Tok

Tok

Suara ketukan pintu dari depan, Velda yang asyik nonton film laga action terganggu. Diraih remote control DVD-nya kemudian pause kan terlebih dahulu agar tidak terlewatkan jalan cerita.

Tok

Tok

Tok

"Sebentar!" teriaknya dari dalam, pintu terbuka. Tidak ada siapa-siapa luar depan pintu.

Mungkin keisengan anak-anak komplek suka usil dimalam hari.. Kembali dia menutup pintu, sebelum dia menutup pintu depan sebuah kotak kecil terletak di bawah samping tempat duduk kayu bambu.

Dia mengambil kotak itu, diperiksa tidak ada pengiriman. Terus milik siapa paket ini pikirnya dalam hati. Ada nama tertulis untuk Velda. A. W.

"Ehm ... untukku?" gumamnya, seingatnya tidak pernah pesan paket dari ekspedisi mana pun.

Daripada pusing memikirkan siapa pengiriman itu. Tidak ada salahnya menerima mungkin saja ada yang menulis salah alamat tujuan.

"Siapa, Nona?" tanya Bibi Zaina baru selesai menyetrika baju.

"Nggak tau, Bi. Nggak ada tulisan pengirimannya tapi tertulis namaku. Kira-kira siapa?" jawabnya malah bertanya sama Bibi Zaina.

"Mungkin dari pengemar rahasia, Nona Velda, kali, atau dari rekan kerja yang akhir-akhir ini nyuri perhatian sama Nona." Sok banget sindir nya si Bibi Zaina.

"Sembarangan saja, Bibi ini. Ya sudah, coba nanti aku tanya sama mereka," ujarnya kembali melanjutkan film laga actionnya.

Sudah pukul sebelas malam rasa kantuk mulai datang menghampiri kedua mata Velda. Film yang dia tonton sedikit lagi, namun matanya itu sudah tidak bersahabat lagi.. Mau tak mau dia terpaksa menyudahi film laga actionnya. Besok dia kembali bekerja seperti biasa.

Paket yang di sampingnya dia bawa ke kamar. Sebelum tidur, dia mencuci kaki dan gosok gigi tidak lupa mengganti baju tidur.

Dia penasaran dengan paket misterius itu. Ragu untuk membukanya, takut didalam kotak itu berisi bangke tikus atau segala macam seperti film berantai.

Kalau pun ada yang dendam sama dia, pasti sudah dari dulu. Terus kenapa harus sekarang musuh memunculkan tanda dendam kepada nya.

Apa dari istrinya Johan? Tidak mungkin, menjauhi Johan sudah dari awal dia berkerja penerbit.

Nando?

Masa dari Nando pakai acara misteriusnya. Daripada dia semakin penasaran, dibukanya kotak itu. Sebelum membukanya digoyang-goyangkan dulu tidak ada suara apa-apa.

krek! Srek!

Di bukanya perlahan takut yang keluar itu tikus benaran. Kedua alisnya mengerut saat melihat isi kotak itu. Boneka panda ukuran kecil, imut lagi.

Terus secarik kertas jatuh dari selipan boneka panda itu. Diraihnya terus baca isi tulisan. Tulisannya rapi dan bisa dibaca sangat jelas.

Saat pertama melihatmu, rasa detak jantung berhenti, kedua bola matamu menyadarkan bahwa aku telah mulai jatuh cinta.

Dari Pujaan Cinta.

Velda membacanya pun senyum sendiri, rasanya aneh banget kata-kata tulisan puitis ini. Maksudnya apa coba, memang siapa yang sedang jatuh cinta.

Ini pasti kerjaan Nando, aku yakin. Pasti dia. Dasar Playboy cap gayung super. batinnya dalam hati menebak mengirim paket misterius itu adalah Nando.

Dia meletakkan boneka panda itu di atas rak buku tertata rapi. Kotak yang dibukanya tadi dia buang ke tong sampah kosong sedangkan surat itu masukkan ke lemari meja lampu tidur.

****

Pagi yang cerah suasana membawa berkah, Velda bersiap untuk berangkat kerja seperti biasa menggunakan sepeda buntutnya dari kandangnya.

Sesuatu menempel di gagang sepedanya bentuk panjang, dapat cokelat silverqueen ada pitanya lagi.

"Biiii ... Bibi Zainaa...!" Velda memanggil Bibi Zaina.

Wanita paruh baya tergopoh-gopoh keluar arah panggilan itu.

"Iya, Non. Ada apa?" tanyanya, "Bibi beli cokelat ini?" malah balik bertanya si Velda.

Bibi Zaina mengerut kebingungan, dia sendiri tidak pernah beli cokelat seperti itu.

"Bukan Bibi, Non. Bisa saja nona kelupaan bawa masuk kedalam kulkas," jawab Bibi Zaina.

"Masa sih? Perasaan aku nggak pernah beli cokelat deh semalam." katanya terheran-heran sendiri.

"Sudah terima saja mana tau dari pengemar rahasia," balas Bibi Zaina.

Velda membalas lagi sindiran dari Bibi Zaina, dia keluar dari rumah komplek nya itu. Mendayung sepedanya memegang cokelat barang silverqueen itu.

Tak berapa lama kemudian, sampailah tempat kerjanya. Dia mulai memarkirkan sepeda seperti biasa. Para karyawan mulai mengabsen sedangkan satpam Pak Santo baru saja tiba.

"Pagi, Pak. Tumbenan siang banget?" sapanya selalu ada kata basa-basi untuk Pak Santo.

"Biasa, Vel. Antar cucu kesekolah dulu," sahutnya, Velda mengangguk saja.

Tak berselang lama kemudian, Nando dan lainnya pun tiba di kantor percetakan media surat kabar. Playboy cap gayung super menghampiri Velda mulai terjadi gombalan mautnya.

Sebenarnya Nando playboy begini care banget sama wanita manis ini. Hanya saja Velda terus menolak perasaannya mungkin dia takut berikan harapan palsu untuknya.

"Sudah sembuh?" tanyanya

"Sudah," jawab Velda singkat

"Baru sembuh sudah beli cokelat silverqueen pula," tegur nya

Velda senyum gersik, lalu dia berikan kepada Nando. Sementara Nando bingung sama wanita ini.

"Bilang saja elo mau, nggak usah sok care sama gua. Gua juga nggak doyan cokelat, nih!" Berikan kepadanya kemudian di meranjak bangkit dari tempat duduk nya bersiap untuk mengantar paket dan beberapa koran tempat ketempat lainnya.

"Eh... Elo yakin!" teriak Nando

Wanita bertopi hitam huruf V itu mengangkat tangannya melambai berarti dia benar tidak mau cokelat yang tidak tahu siapa pemiliknya.

Seperti biasa mengantar koran adalah tugas tidak pernah bosan bagi wanita manis berambut panjang itu. Selalu mencerminkan keceriaan pada paras wajah cantik.

Hal yang terakhir adalah antar paket pakan ternak. Selalu menyapa satpam di pos, kemudian dia masuk seperti biasa wajah wanita bagian informasi atau bagian admintrasi ekspedisi entahlah posisi apa tidak peduli untuk Velda.

Dia kembali melangkah keluar, tidak ada tugas lagi. Sebuah mobil fortuner hitam masuk peredaran pabrik pakan ternak itu. Kembali di pertemukan, yang buat Velda herankan adalah kenapa ban sepeda bisa bocor. Padahal sampai di tempat ini baik-baik saja.

"Perlu bantuan?" seseorang bertanya kepada Velda.

Velda mengangkat kepalanya karena silau akan matahari jadi tidak jelas paras wajah nya itu. Dia masih sibuk dengan sepedanya tidak merespons pertanyaan orang yang berdiri di depannya.

Kemudian orang itu berjongkok memperhatikan sepeda miliknya, membuat aktivitas wanita itu terhenti.

"Sepertinya ban sepeda kamu bocor, biar suruh Pak Amir bantukan tambal bannya. Kalau kamu tidak keberatan," ucapnya menawarkan jasa dari satpamnya.

"Tidak perlu, ini masih bisa pakai. Nanti di seberang saja tambal nya. Kalau begitu Terima kasih." Velda mulai mendorong sepeda namun di tahan oleh pria itu.

Tatapan tajam dari Velda benar kesal untuk hari ini, pria itu menawarkan jasa juga kebaikkan bukan minta di bayar.

"Aku bantu iklas kok, kalau kamu benar tidak keberatan, tidak perlu menatapku seperti itu.. Aku pria baik-baik, perkenalkan namaku Arka. Bekerja di perusahaan pakan ternak." Arka memperkenalkan diri kepada Velda.

Ekspresi Velda masih sama cuek dia memilih untuk melanjutkan dorongan sepedanya. Tangan yang di majukan ke depan tarik kembali oleh Arka.

Arka tetap akan berusaha terus agar wanita jaket merah Maron bertopi huruf V bakal berpaling darinya. Dia sangat yakin, untuk sekarang dia belum bisa menaklukan hati wanita itu. Tapi berikutnya pasti benar berhasil, untuk saat ini dia biarkan.

****

P

onsel milik Velda berbunyi dari saku jaketnya. Dari Andra.

"Ya, Pak, Ada apa?" sambutnya lebih dulu.

"Kamu ada di mana sekarang?"

"Lagi di tambal ban, kenapa?"

"Ban sepeda kamu bocor lagi?"

"Nggak sering, cuma heran saja tadi baik-baik saja sih. Sebenarnya ada apa, Pak?"

"Nggak, ada pesanan paket lagi dari pelanggan tetap, pemiliknya minta kamu antar sekarang. Ya sudah nggak apa-apa, Aku minta sama Joni saja."

"Oh... Baiklah, Maaf ya, Pak."

"Nggak apa-apa."

Panggilan telepon berakhir, dia duduk sambil mengipas-ngipasi menggunakan topinya. Cuaca sangat panas, apalagi tambal ban sebenarnya nggak perlu lama banget, karena antrinya itu loh.

Sedangkan Arka tengah duduk menanti paketan berikutnya. Telepon genggam berbunyi dia menekan tanda sambung.

"Selamat siang Pak Arka, paket nya sudah sampai." lapor karyawatinya.

"Baik, taruh saja di sana. Nanti aku akan pergi mengambilnya. Siapa yang mengantar paket itu?" Arka bertanya

"Atas nama Joni bagian kurir ekspedisi, Pak." jawabnya dari seberang

Senyuman yang terbit itu kembali surut, setelah mendengar jawaban dari karyawatinya. Bukan wanita berjaket merah Maron mengantar paket miliknya melainkan orang lain. Dia mulai kesal kepada penerbitan itu, segera dia menelepon kembali.

Andra mendapat teguran dan amarah dari pelanggan, yang paling di bingungkan adalah kenapa pelanggan ini ngotot sekali menginginkan Velda mengantar paket itu. Ada hubungan apa dengan Velda?

Andra terus bertanya - tanya, Velda baru saja kembali dari tambal ban. Kemudian Andra langsung menghampiri wanita itu. Dia pun menceritakan dan menjelaskan permintaan dari pelanggan terbaik. Velda mendengar semakin kesal, dia sendiri tidak kenal dengan pemilik pelanggan itu.

"Okelah, kalau maunya begitu." Velda pun tidak bisa membantah tugasnya untuk mengantar paket khusus dari pelanggan menyebalkan.