Chereads / Sebuah Perjodohan / Chapter 5 - 04. Kecelakaan Kecil

Chapter 5 - 04. Kecelakaan Kecil

Pagi yang cerah seperti hari biasanya, Velda mendayung sepeda buntut ke kantor penerbit media, setiap hari tanpa libur adalah tugasnya agar kesibukan yang dia dapat membuahkan hasil.

Dia turun dari sepedanya, mendorong hingga ke parkiran tempat dimana nongkrong itu. Pos satpam tidak ada lain lagi. Belum ada yang datang, eh, bukan, ada beberapa yang sudah absen.

"Selamat pagi, Nona manis!" sapa seorang pria yang menurut Velda, dia itu benar play boy cap gayung super.

Namanya Nando Firmansyah, 30 tahun, masih bujangan kata orang lokal. Bujangan tapi sifat suka maini anak orang tanpa dosa. Sudah berapa kali dia maini anak orang sampai baper minta di kawini tapi tolak mentah - mentah sama dia.

Mukanya boleh di sebutkan standar hampir mirip sama aktor Korea yang lagi booming yaitu Lee Min Ho oppa begitulah. Untuk Velda tidak ada pengaruh sama sekali dengan sikap play boy - nya itu.

"Pagi, juga," balasnya balik.

"Eh, matamu kenapa? Kok bengkak? Habis di tinju sama Dream Bear ya?" tanyanya si Nando

Velda menyentuh matanya memang masih rasa perih disana. Gara-gara semalam dia menangis soal perjodohan biadab itu.

"Ah ini, semalam gua habis nonton film serial drama Taiwan, terlalu menghayati jadinya, terbawa suasana kesedihan. Elo macam nggak tau saja kalau cewek sudah nonton serial sedih pasti mewek, kan!" jawabnya bohong demi kebaikkan sendiri.

"Lah, bukannya elo nggak suka nonton film serial drama Taiwan? Tumbenan banget! Eh... emm... Ada apa sih, kasih tau deh, soal patah hati, ya!" Di senggol-senggolnya bahu Velda.

"Apaan sih! Udah balik kerja sana! Nanti di marahi sama Pak Andra, loh!" usir nya, Nando senyum - senyum dia tahu betul kalau Velda tidak bisa di bohongi meskipun menggunakan alibi.

Dia duduk di post satpam di buka laci meja kerjanya milik Santo. Ada kaca cermin kecil tersimpan di dalam dia mengambilnya, masih pagi belum terlihat matahari naik tinggi langit. Suhu udaranya masih dingin dan mencengkam. Dia pun mengarahkan cermin pada wajahnya, kedua kantong mata terlihat bengkak, belum hilang juga. Kenapa bisa menangis sampai begini, Terpaksa dia pakai kacamata minusnya untuk menghindari curiga dari para pelanggan dan pengunjung lainnya. Selama ini dia memang selalu membawa kacamata minus kalau ada masalah genting menggunakan untuk tidak terjadi kesalahan yang fatal.

Sudah pukul tujuh lewat dua puluh menit, waktunya bersiap untuk antar koran seluruh penjuru rumah tetap menjadi pelanggan penerbit media surat kabar dan majalah terbaru.

Biasanya Velda lebih banyak mengantar koran dengan cara melempar atau memasukkan ke dalam kotak surat penerima atau pula memasukkan dalam pintu terbuka. Bisa juga melalui cela bawa pintu, segalanya dia bisa lakukan.

Sedikit mengganggu kegiatannya hari ini, dia menggunakan kacamata minus menghindari kantong mata yang bengkak, belum terbiasa saja saat bekerja, soalnya akan terlihat risih pada jalanan di kota padat penuh polusi asap.

Ciiittt...!

Braakk...!

Sepeda yang di gunakan oleh Velda tidak sengaja mencium pantat mobil fortuner hitam yang tepat berhenti di depan lampu merah simpang empat jalan. Arifin Sudirman.

Velda turun melihat kondisi sepedanya apakah ada yang rusak, sementara pemilik mobil fortuner hitam itu turun mendengar sesuatu menabrak kesayangannya.

"Untung nggak ada lecet sedikitpun... Sial! Mau cepat dapat masalah lagi!" merepet si Velda dia bangun dari jongkok posisi melihat sepedanya.

Sosok pria berpakaian santai berdiri menatap tubuh wanita memakai jaket merah Maron dan topi berwarna hitam berbentuk V. Velda merasa di perhatikan oleh seseorang dia pun menoleh. Pria itu senyum padanya namun tidak di balas oleh Velda.

Tidak bisa berlama-lama di jalanan telah penuh kemacetan hanya insiden tak sengaja itu, membuat para kendaraan berbaris memberi bunyian memekakkan telinga antara pria dan wanita ini.

"Aduuh...! Maaf, ya, gua nggak sengaja, Ini uang ganti perbaiki mobil tadi sempat tercium sama sepeda gua. Gua harus buru-buru...!" Velda memberikan beberapa lembar mata uang berwarna merah kepada pria berpakaian santai.

Dia tidak berkutik masih memperhatikan sosok wanita yang tengah mendorong sepeda menerobos jalanan padat kemacetan itu. Di lihat beberapa lembar uang kemudian di masukkan ke saku celananya.

Dia pun melanjutkan perjalanan arah yang sama di mana posisi Velda mendayung sepeda penuh kecepatan tinggi. Hari ini ada kesialannya, akibat kacamata minus kurang terang membuat dirinya sedikit kecelakaan kecil. Terpaksa nanti pulang setengah hari dia membawa sepedanya ke rumah sakit untuk perawatan lebih bagus lagi.

Sampai di salah satu gedung tinggi bukan pabrik pakan ternak. Turun dari sepeda, satpam bekerja di sana sudah mengenalinya baru juga satu hari sudah kenal sih.

"Selamat Pagi, Pak, seperti biasa antar paket pesanan dari penerbit media surat kabar." Sapanya ramah dan sopan.

"Selamat pagi, juga. Silakan, langsung saja masuk." Sambutnya si penjaga satpam - Pak Amir.

Velda menunduk kepala sedikit senyum kepadanya kemudian dia mendorong sepeda buntut masuk ke dalam, seperti biasa memarkir tempat khusus sepeda bermotor. Di ambil paketnya, sekarang dia malas membuka topinya. Dia masuk membuka masker mulut, kacamata tetap di pakainya.

Ketemu lagi dengan wanita judes, tidak pernah memunculkan wajah ramah kepada dirinya. Velda sih santai tidak terlalu mempermasalahkan mau dia ramah atau tidaknya, tetap pengantar paket selesai dan kelar.

"Selamat pagi, ada paket dari penerbitan media surat kabar," sapanya ramah untuk Velda.

Wanita itu mengangkat kepala, mukanya tetap masam nggak ada senyumnya.

"Taruh di sana saja," katanya ketus, dia menulis sesuatu Velda menunggu, setelah itu di tunjukin kepadanya pulpen dan menyuruhnya menandatangani seperti biasa.

"Tulis namanya juga! Aku tidak mau dapat teguran dari atasan karena tidak tercantum nama darimu! Lain kali antar paket cantumkan namanya, biar tidak terjadi salahpahaman, mengerti!" ucapnya ketus terus emosional banget.

Velda mengangguk dan menulis namanya di sana. Dalam hati Velda berkata Galak banget sih! Dia pun meranjak pergi dari tempat pabrik pakan ternak itu. Seperti hal biasa, Velda kembali memakai masker sempat dia buka itu.

Mobil berhenti kembali di depan pintu utama, sosok pria berpakaian santai turun, tapi kali ini Velda tidak mengangkat kepalanya, dia sedang mengecek ponsel ada panggilan masuk dari Andra.

"Iya, ini gua balik! Tadi ada kecelakaan kecil .... Iya, sabar baginda .... eh sisain untuk gua! Awas lo!" ucapnya di telepon yang tersambung di seberang.

Velda pun memutarkan sepeda di naikinnya keluar dari area pabrik pakan ternak itu. Pria yang berdiri di sana masih ingat dengan topi bergambar huruf V dan jaket merah maron.

"Apa paketku sudah sampai?" tanya Arka, Pria pakaian santai itu adalah Arka yang buat Velda mengalami kecelakaan kecil.

"Sudah, Pak. Ini..." Di serahkan paket terbungkus rapi, dia melihat cek pengeluaran barang dan pengantar barang. Tertera nama yang buat senyuman terbit tipis dan manis menawan. Velda.

Dia pun pergi meninggalkan tempat itu mengambil paketnya, dengan senyuman seulas penuh tanda tanya. Wanita yang duduk di depan semakin bingung atas sikap atasannya itu.