Chereads / DADUNG KEPUNTIR (Kupita Kau jadi Jodohku) / Chapter 37 - Kamu bisa melakukannya, Akupun bisa melakukan hal itu

Chapter 37 - Kamu bisa melakukannya, Akupun bisa melakukan hal itu

Adzan Ashar baru selesai di kumandangkan dari musholla yang berada di sebelah timur rumah ibu salmah.

Nuris bangun, dan merasakan tubuhnya sedikit lebih baik dari yang tadi saat baru sampai. Nuris menyadari bahwa dirinya berada di rumah Camernya.

tak lama setelah Nuris bangun tiba tiba seorang perempuan masuk ke kamar Hardi yang di temati Nuris.

"Oh, hai, maaf ya, aku kira masih tidur kamunya Dek, kenalin aku Ira, panggil aja aku mbak Ira, aku istri dari kak salman, kakaknya Hardi" Perempuan yang ternyata bernama Ira itu adalah ipar Hardi.

Nuris menjabat tangan Ira, tersenyum padanya dengan tulus. "Aku Nuris, tapi biasanya di keluarga aq di panggil Lila Mbak, nggak papa kok mbak." jawab Nuris.

"oh ya sebenernya aku kesini tu mau bangunin kamu, karena kata Mamer kamu tidur nyenyak banget jadi mamer kasian mau bangunin." Ira menjelaskan tujuannya.

"oh, iya udah ashar ya mbak? aq emang belum asharan sih, ngomong ngomong kok hawanya di sini hot banget ya mbak? pondok ku yang deket pantai aja gak panas gini lho mbak." Nuris berkeringat, sampai bajunya basah oleh keringat. "hehehehe, nanti kamu pasti terbiasa dengan hawa di sini dek." kemudian Ira menyerahkan baju dan sarung miliknya, untuk di pakai Nuris.

"ini baju ganti kamu, yg kamu pakek taruh aja dulu, tapi maaf ya dalemannya aq gak nyediain." terang saja wajah Nuris merona. "eeemmm gak papa kok Mbak, aq bisa memakai yang aku pakek sekarang aja. nanti aku bisa minta tolong anterin beli kan mbak?" Nuris meminta dengan sedikit manja seolah mereka sudah kenal dekat.

"oooh tentu. sekarang kamu mandi dulu gih, aku pulang ke rumah dulu, nanti kalok aq gak ada aku akan minta tolong ke inah sama ainis buat ngamter kamu gak papa kan? soalnya aku nanti mau nyusulin kak salman ke sekolah." Ira menjelaskan. "oooh Ok, makasih mbak Ira." Nuris tersenyum. Nuris beranjak dari tempat tidurnya dan segera mandi, selesai sholat Nuris melihat penampilannya, hemmmmm bajunya lumayan kedodoran juga ke Nuris, kayaknya Nuris perlu olab raga lagi.

selesai memakai jilbab, Nuris keluar dari kamar, celingak celinguk di ruang tamu Camernya. tak ada orang yang di kenalnya sama sekali, Nuris pergi ke dapur, dia mendapati camernya sedang memasak.

"Bu, boleh bantu?" Tawar Nuris.

"aaah kamu sudah bangun Bing?, udah gak usah, kamu main gih sama adek adek kamu, mbak iranya gak bosa nemenin kamu soalnya. jadi kamu sama adek sepupu kamu ya?" Ibu salma melarang Nuris mengerjakan pekerjaan di dapur.

"eeemmmm Bu, saya gak tau adek2 itu dimana, biar saya bantu ibu saja." Nuris yang saat itu di pinjami sarung dan atasan oleh ira sebenarnya sedang di tes, apa Nuris bisa memakai sarung? "kamu gak takut nanti sarung mu lepas bing? kalok bantu aku?" Ibu salma meyakinkan.

Nuris mengerutkan dahi. 'eeeeeh busyet dah, dikira aku gak bisa pakek sarung kali ya?' Nuris ngedumel dalam hati. "ooooh tenang saja bu, ini udah Lila ikat kencang, jadi aman heheheh" Nuris nyengir khas kudanya. ibu salma tertawa dengan perkataab Nuris.

"ya sudah, hati hati melorot ya?" kembali Nuris tersenyum. Lalu Nuris mengambil bumbu yang akan di haluskan dalam cobek, "Bu ini bumbunya sudah selesai meraciknya?" Tanya Nuris, "oh sudah bing, kamu bisa nguleg nak?" Ibu bercanda, Nuris hanya nyengir, "ini lagi belajar bu" Nuris Kalem padahal di hatinya dia ngedumel, 'iiiiiiihh, dikira b*g* beneran gue ma camer, iiiiiissshhh, aku emang gak bisa masak, tapi kalok ngulek muka si Hardi doang mah sampek penyek juga bisa gue', Nuris mulai mengulek, setelah halus, Nuris menyerahkan bumbu itu pada ibu mertuanya. ibu Salma bercerita, dan Nuris jadi pendengar setia, setelah selesai memasak, Nuris membantu camernya mencuci peralatan memasak yang kotor, dan ibu salma menata hidangan, dan ibu salma sangat kaget saat melihat Nuris mencuci semua peralatan dapur yang sudah di pakai tadi, "ya Allah Nak, kamu tamu Nak, jangan cuci piring, sini sini sini, biar emak yang nyuci" ibu salma berusaha mengambil alih cucian wajan di tangan Nuris,"oooh gak papa bu, tinggal sedikit ini bu, biar Lila yang nyelesaikan. maaf bu kalok gak bersih." Nuris keuh keuh.

"Ya Allah, kamu itu mau tak jadiin mantu Nak. bukan babu, astaghfirullah, sini nak, biar ibu aja." tapi Nuris segera menyelesaikan cuciannya, "sudah rampung bu, maaf kalok gak bersih bu" Nuris tersenyum.

ibu salma menarik Nuris untuk segers duduk di meja makan, "sudahlah, nanti biar ibu yang cuci piring, kamu makan sama Hardi ya?" seketika Nuris tegang, 'iiiiiih, kenapa juga harus buka bareng dia sih? padahal kan aku dah mau makan kepiting favorit ku? kalok ada dia mana bisa puas aku makannya, kudu jaim kan?' Nuris bergumam.

"ibu, boleh nggak Lila makannya gak sama kak hardi?" tawar Nuris, "lho kenapa? biar kalian makin akrab kan dan saling tau kan?" Nuris kempos, akhirnya Hardi keluar dari kamar yang bersebelahan dengan Nuris.

"udah gak usah jaim, kamu makan aja kayak biasanya," Hardi menatap Nuris dengan tatapan yang tak Nuris mengerti. "Hardi, ambilkan Lila ta'jilnya Har," ibu salma menyirih Hardi, "idih Mak, dia kan bisa ngambil sendiri, jangan manjain mantu mak gak baik, nanti ngelunjak"

Nuris yang mendengar jawaban Hardi menjadi sebal, "gak papa bu, saya bisa ambil sendiri, saya masih sehat kok bu, jadi gak perlu diambilin" jawab Nuris kalem pada ibu salma. ibu salma hanya geleng geleng dengan keduanya yang seperti air diatas daun talas itu.

"baguslah kalo kamu sadar."

akhirnya mereka berbuka puasa dengan keheningan yang tercipta.

selesai berbuka, adek adek sepupu Hardi, inah dan ainis mengajak Nuris pergi tarawih di masjid yang agak jauh dari rumah hardi, selesai tarawih, karena masih merasa lelah, Nuris segera pergi tidur dan mengarungi mimpinya.

ke esokan harinya, Nuris dia ajak ke pasar oleh bibi Hardi, ibu Riska, yang juga adalah sepupu hardi, hanya Riska sedikit lebih pendiam dari ainis dan inah. mereka berlima, pergi ke pasar sumenep, seharian Nuris dan bibi misnah keliling pasar sumenep, mereka membeli baju hari raya, tentu saja Nuris juga di belikan, padahal Nuris enggan menerima pemberian keluarga hardi, bukan karena tak suka, tapi Nuris merasa itu berlebihan, satu set pakaian dari atas sampai bawah bahkan lengakap dengan dalamannya juga telah berpindah tangan pada Nuris, itu masih kurang menurut bibi misnah, tapi Nuris menolaj keras saat di minta untuk kembali memilih baju lagi. "Nggak Bi, aku udah cukup ini saja. terimakasih" tolak Nuris sedikit tegas. "Aduuuh bing aku di marahi ibumu nanti." Nuris mengira ibumu itu adalah umminya, "ummi gak akan marah bi, justru kalok saya nerima lebih dari ini ummi pasti marahin saya bi" tau bahwa calon mantu kakaknya itu salah paham bibi tertawa, "ibumu bukan ummi mu Nak, bukannya kamu manggil ibu ke mak salma? hanya kamu lho yang manggil dia ibu, lainnya Mak" wajah Nuris memerah karena malu, tapi Nuros tetap tersenyum.

"udah, satu setel lagi ya bing?" Nuris menggeleng. "nggak bi, saya gak bisa makeknya, gak akan nutut, karena nanti saya juga akan di belikan oleh ummi dari jawa." setelah sedikit acara drama paksaan akhirnya Nuris memenangkan debat kusir itu, bibinya menyerah, lalu mereka pulang.

sampai di rumah Hardi, Nuris meletakkan belanjaannya, "Ibu, saya mau pulang ke pekamban." pamit Nuris.

"oooh tunggu, biar Hardi yang mengantarmu Nak" ibu salma menahan Nuris. "Nggak bu, biar saya naik lin saja, lagi pula saya sama kak hardi belum resmi gak boleh berdua bu" Nuris menolak. "eeeeh, ini adat nak, percayalah Hardi akan menjaga kamu". ibu meyakinkan

Nuris mengalah, 'enca'en lah (terserah dah)' Nuris melengos dalam hati.

'heran gue, orang sini suka banget memaksa ya?' batin Nuris.

"Dah mau pulang, ayo cepetan, biar gak kemalan." Hardi tiba tiba di depan Nuris yang melongo. Tanpa banyak kata Nuris pun segera mengikuti Hardi ke sepedahnya, Hardi memakai sepeda tua tahun 80 an untuk mengetes Nuris, apakah dia kan menolak atau menerima jika diantar dengan sepeda bututnya itu. tapi Nuris yang memang tak matre tak melihat hal itu, dia mah yang penting sampai tujuan dengan selama. mau naik apa aja terserah yang ngantar kan?. dengan sedikit canggung Nuros naik ke sepedah itu, bukan karena sepedah tuanya, tapi karena baru kali ini Nuris di bonceng cowok, setelah selesai berpamitan Nuris pun di antar pulang, sekilas Nuris melihat raut wajah camer dan keluarganya ada guratan marah di wajah mereka. 'eeeeh apa hanya perasaan ku ya? kok sepertinya mereka marah ya? tapi barusan aku salaman mereka pada baik semua sama aku? kok sekarang marah sih? apa aku bikin salah ya? tapi apa?' Nuris berpikir sendiri.

"Kak boleh tanya sesuatu?"Nuris bertanya.

"kamu mau tanya perasaan aku ke kamu lagi?" Hardi sedikit tidak suka. "eeeh bukan, kalok itu aku tau jawabannya, aku mau tanya, kok kayaknya keluarga kakak agak ada rasa marah gitu barusa pas aku pergi?" Nuris mencoba bersikap tenang dan sopan walau agak kesal. "itu kan gara gara kamu aku anterin pakek sepeda ini, mereka gak terima aku nganter kamu pakek sepeda ini, katanya malu maluin, kamu jujur aja deh, kamu malu kan?" Hardi mualai nyolot.

"eeeh, kalon aku malu dan gak menghargai kakak, tau aku diantar pakek motor ini tadi udah aku tolak tadi, mending aku naik taksi, tapi karena aku gak merasa aku malu dan aku menghargai kakak yang mau nganter aku makanya aku mau. Dan aku gak nyangka kakak ternyata gak pernah menghormati hubungan kita, aku dah berusaha baik, tapi kalok kakak memang cowok yang punya pendirian ambil keputusan kakak, kalok gak suka aku, kakak bilang untuk membatalkan pertunangan kita, aku akan memdukung kakak." Nuris meluapkan emosinya. Hardi terdiam.

"Ternyata kakak gak punya pendirian ya? kalon gitu hormati hubungan kita. jangan samapai kakak menghianati hubungan ini, karena saya paling tidak suka penghianat" Nuris mengintimidasi Hardi.

akhirnya mereka sampai di rumah nenek Nuris.

setelah bersalaman dengan neneknya Nuris duduk di teras depan.

Nuris manyun. 'br*ngs*k si Hardi. dulu dia sendiri yang bilang akan berusaha membangun rasa sama gue, lha sekarang dia ketus gitu. aduuuuuuuh mimpi gue jadi nyata kan?' Nuris meratapi Nasibnya.

tak lama akhirnya adzan maghrib berkumandang.

Nuris, Hardi dan Kak khalili duduk di depan meja.

"Lila ambilin kakaknya ta'jil" perintah kak Lili

"iiiiiissshhh kak, Kak hardi bukan anak kecil dia bisa ambil sendiri." Hardi yang paham Nuris balas dendam mengepalkan tangan dan berkta "ooooh gak papa kak, aku bisa ambil sendiri, aku masih sehat kok." Hardi membeo perkataan Nuris di rumahnya kala itu.

Khalili hanya menatap kedua adek dan iparnya tanpa berkata kata lagi.

'kamu bisa melakukan itu pada ku aku pun bisa' batin Nuris dan Hardi memikirkan kalimat yang sama.