" Nariiiin!", Lovia berteriak pada Narin saat dia baru saja sampai depan pintu kelasnya, Lovia tampaknya sudah lama menunggu di depan kelas.
" kamu darimana saja? aku sudah mencarimu sejak tadi,"
Lovia tampak kesal, matanya memerah, dan seperti hampir meneteskan airmata.
" kenapa lov?", tanya narin, " remedi fisikamu gagal lagi?," tebaknya. Lovia memang paling lemah di pelajaran fisika.
" iyya,...," Lovia akhirnya meneteskan air matanya, " aku sudah belajar sampai tidak memiliki waktu untuk tidur, tapi rumus-rumus itu sepertinya tidak ingin bersahabat denganku," Dia menyandarkan kepalanya di bahu narin dan matanya melihat ke arah tangannya yang masih memegang buku kesenian milik Agum.
" Ihh, buku apa itu?, jorok,"
Tampak raut jijik di wajah lovia. Mungkin jika Lovia mengetahui bahwa buku itu adalah milik idolanya, dia akan menerima serangan kejut parah. Tapi untuk saat ini, narin harus merahasiakan rencananya, atau lovia akan merusak semuanya.
" ohh, ini, mm, aku menemukannya dekat kamar mandi tadi," jawab narin berbohong.
Tampaknya dia tidak memperhatikan wajah narin yang gugup karena dia malah menoleh ke arah lorong sekolah depan perpustakaan.
" gugum riiin," bisiknya senang.
Matanya yang tadi menyedihkan karena remedi Fisika yang gagal, seketika menjadi berbinar-binar bahagia.
Saat narin mengikuti arah matanya, terlihat Agum sedang berjalan ke arah mereka bersama 2 teman laki-lakinya. Di pikiran narin, agum pasti akan menemui rere, yang ada di kelas 2.3, kelasnya tepat di depan kelas 2.1.
Ini juga yang harus narin gali tentangnya, soal hubungannya dengan Rere. Pekerjaan narin benar-benar berat.
" ehh, dia kayaknya ngeliat ke kita rin," bisik lovia bertambah bahagia.
Lovia memang benar, Agum melihat mereka.
Agum berjalan mendekati kami, dan berhenti tepat di depan mereka, narin merasa syok, terlebih Lovia.
" ...",
Tampaknya Agum ingin mengatakan sesuatu, sebelum terdengar suara cewek dengan lembut memanggil namanya. Dia menoleh ke arah kelas 2.3 dan menemukan Rere berjalan mendekatinya, dia berdiri sangat dekat dengan Agum hingga mungkin tidak ada jarak, dan narin seperti melihat Agum mundur beberapa langkah menjauhinya.
Saat dia melihat mereka berdua berdiri bersebelahan seperti itu, mereka berdua memang 100% serasi menjadi pasangan. Dibandingkan dengan narin dan lovia yang lebih pendek dari Rere, mereka tidak ada apa-apanya.
" kamu nyariin aku gum?" tanya Rere percaya diri.
" aku mau ke ruang guru, dipanggil bu sukma," jawab Agum jelas dan tegas, membuat Rere menunjukkan wajah kecewanya.
Bu sukma adalah guru kesenian, dia juga yang mengajar di kelas 2.1.
Kemungkinan Agum mendapat tugas untuk ikut lomba kesenian mewakili sekolah. Agum memang langganan menjadi perwakilan sekolah untuk ikut lomba-lomba antar sekolah, bahkan pernah mewakili provinsi di tingkat nasional.
" ohh, oke, nanti kita pulang bareng ya...papaku nggak bisa jemput," kata Rere dengan nada memerintah, menegaskan kalau Agum tidak bisa menolaknya.
" Sorry re, aku ada latihan gitar sepulang sekolah," Jawab Agum.
Seketika wajah Rere yang cantik berubah kesal, tapi dia menahannya, sehingga wajahnya yang cantik menjadi merah.
" Aku harus menelpon sopir papaku kalau begitu," kata Rere menahan kesal.
Agum menyadarinya, dan dia menarik bibirnya sedikit ke atas membentuk senyuman mengejek, Rere tidak melihatnya, tapi narin melihatnya!
Oh Tuhan, jadi mereka ini apa? pacaran atau hanya cinta sebelah? ini yang harus dia cari tahu.
Sebelum Rere menyadari kehadirannya, narin segera masuk ke kelas dan menarik lengan Lovia yang masih syok karena Agum begitu dekat dengannya.
Saat sudah di dalam kelas, Lovia sadar diri dan melotot padanya.
" Dia dari dekat jauh lebih ganteng riin, ya Tuhan, tambah cinta aku," matanya bertambah besar saat dia mengatakannya.
" kamu udah janji buat ngedekatin dia sama aku, bener ya riin," Lovia merengek seperti anak kecil minta permen.
" Itu bukan tugas yang mudah lov, tapi aku janji, setidaknya dia kenal sama kamu," jawab narin berat.
Wajah bulat lovia berbinar-binar senang. Wajahnya yang imut, sebenarnya menggemaskan, Lovia tidaklah berwajah jelek, dia memiliki wajah bulat menggemaskan, rambutnya pendek dan selalu dia jepit dengan jepitan rambut lucu setiap hari.
Mereka bersahabat sejak masuk SMA, karena mereka berdua sama-sama pernah dikerjain olah murid kelas 2 saat masa orientasi siswa baru.
Narin dan Lovia pernah dipanggil salah seorang murid perempuan kelas 2 untuk mencarikan sebuah uang koinnya yang hilang di lapangan sekolah. Beruntung saat itu langit sedang mendung tipis, jadi tidak terlalu terik, tapi tetap saja itu membuat mereka berdua hampir pingsan. Saat itu Agum sedang disuruh bertanding bola sama seorang murid laki-laki kelas 2, mereka duel, yang memasukkan bola lebih sedikit ke gawang akan diberi hukuman, saat itu tiba-tiba Agum berlari ke arah mereka berdua dan meninggalkan gawangnya! hanya untuk memberi sebuah uang koin, dia memberikannya pada narin dan berkata pelan
" bilang aja ini kamu temuin di lapangan".
Dia tersenyum dan segera kembali ke gawangnya yang pasti sudah kemasukan gol dari lawannya. Saat itu pula Lovia jatuh hati pada Agum, murid baru yang bahkan disukai sebagian besar kakak kelas perempuan. Semenjak itu, narin tidak pernah sengaja bertemu dengannya atau bicara dengannya, mungkin hanya berpapasan saat di sekolah. Dan sekarang dia harus berurusan dengannya, demi Lovia.
Bel pulang berdering, Lovia segera kembali ke kelasnya, kelas 2.2, bersebelahan dengan kelas 2.1. Mereka bersua tidak pernah sekelas sejak kelas 1, karena narin selalu masuk kelas murid unggulan, dan Lovia masih punya kelemahan untuk menjadi murid unggulan, yaitu nilai fisika yang selalu buruk.
"...triing..."
HP narin berdering sekali saat dia berjalan keluar gerbang sekolah menuju halte bus, dia melihat ada pesam WA masuk.
"...ini nomorku, tolong simpan ya...Agum"
Agum yang mengirim pesan singkat.
Narin segera menyimpan nomornya di kontak Handphone, dan sejak itu mereka berteman di WA.
Narin duduk di kursi halte bus tak jauh dari sekolah. Di sana ada beberapa murid sekolahnya yang juga menunggu bus, tapi tidak ada yang dia kenal.
Narin mengeluarkan headset dari tas dan memasangkan ke telinganya. Lagu-lagu kesukaannya mulai berputar di Handphonenya.
Sekitar 10 menit kemudian bus yang dia tunggu datang, dia segera menaikinya, menyusul murid-murid lain yang sudah menaikinya terlebih dahulu. 20 menit kemudian Narin sampai di pemberhentian terdekat dengan rumahnya, setelah membayar ongkos pada pak supir, dia segera turun dari bus dan melangkah santai menuju rumahnya.
Hanya berjarak 200 meter dari pemberhentian bus, dia sampai di depan gerbang rumahnya. Setelah memastikan tak ada murid sekolahknya yang mungkin mengikutinya -pikiran gila setiap hari- dia segera menekan bel gerbang rumah, setelah gerbang berbunyi klik, tandanya ada seseorang yang sudah membukanya dari dalam rumah, dia masuk ke halaman rumah.
Ada hamparan halaman berumput hijau yang luas, pohon-pohon rindang ditanam di dekat pagar, sebuah taman penuh dengan bunga berwarna ungu, bunga terompet kesukaan Mamanya, ny.Rini. menjadikan halaman rumah yang luas semakin indah. Rumah itu memiliki 3 lantai, bercat putih dan hitam, memiliki pilar raksasa di teras depan, dan kolam ikan koi yang jernih di samping rumah.
" Narin sayang, kamu sudah pulang", Ny.Rini menyambutnya. Dia sedang duduk di teras rumah, sebuah cangkir berisi kopi ada di meja di depannya, dan sebuah laptop sedang terbuka di sebelahnya. Rupanya dia sedang bekerja. Dirumah pun Ny.Rini tak bisa membebaskan diri dari urusan bisnisnya.
Ny.Rini adalah seorang pembisnis ulung, pekerja keras, sehingga dia bisa sukses membangun kerajaan bisnis kecantikannya hanya dalam waktu 7 tahun. Kini dia sudah memiliki 32 cabang klinik kecantikan di seluruh negeri. Ny.Rini memiliki wajah yang sangat cantik, di usia menginjak kepala 4, tubuhnya masih langsing, dan dia selalu tampil modis, hal ini wajar karena dia adalah bos klinik kecantikan. Punya Mama yang modis dan spesialis kecantikan, Narin pun tentu harus, setidaknya tau tentang merawat wajah dan ber make up, hanya saja kalau di sekolah atau bertemu dengan teman sekolah, dia tidak pernah menggunakan make up, dia menggunakan make up hanya saat acara resmi yang penting.
" Papa pulang hari apa ma?" tanya narin tanpa mempedulikan kesibukan ny.Rinu di depan laptop.
Papa narin, Tn.Dian, sudah 3 hari ini ke Kanada untuk kunjungan kerja. Dia adalah sosok Papa yang super sibuk. Dalam seminggu, mungkin hanya setengah hari waktu yang benar-benar ada di rumah, itu pun dia gunakan untuk tidur, Tn. Dian jarang mengobrol dengan anak satu-satunya itu, dia adalah orang dengan tipe yang singkat dan padat, memberi anaknya uang mingguan, membelikan apapun untuk keperluan sekolah, bahkan yang tidak perlu dia belikan, sebenarnya, apapun yang narin inginkan pasti akan diberikan, tapi narin merasa sekarang berbeda, dia sudah SMA, sudah bosan bukan anak SD yang terlalu memikirkan barang-barang tidak penting. karena itu sejak masuk SMA dia ingin jadi anak murid biasa yang tidak mencolok, punya teman yang tulus tanpa memandang status sosial. Dan Lovia adalah sahabat terbaik yang pernah dia miliki.
Tn. Dian adalah pengusaha super sukses, memiliki sebuah perusahaan alat-alat otomotif dan ratusan anak perusahaan yang bahkan sampai di luar negeri. Perusahaan utamanya ada di Singapura, karena itu dia lebih banyak tinggal di sana, dan hanya pulang ke Indonesia saat week end. Tapi setahun ini, Tn. Dian lebih sering pulang ke Indonesia karena sedang membuka anak perusahaan baru di Jakarta.
"Mungkin 2-3 hari lagi, kali ini banyak hal yang perlu di urus di sana", Ny. Rini mendongakkan kepalanya, dan menatap narin dari balik kacamatanya.
"kenapa? apa kamu nitip sesuatu dari Kanada?",
Narin menggeleng dan menjawab, "hanya nanya aja," lalu berjalan menaiki tangga dan masuk ke kamarku.
Narin segera merebahkan badan di kasur kamarnya, meluruskan punggung yang sudah seharian duduk di kelas. Melihat jam dinding masih menunjukkan pukul 3 sore, masih ada waktu untuk tidur. Tapi saat baru saja memejamkan mata, handphonenya berdering 2 kali. 2 pesan datang dari Agum.
"rin, kamu bisa balikin bukuku hari minggu ini, temui aku di lapangan basket perpustakaan kota,"
tulisnya.
"oh iya, jam 3 sore ya," pesannya yang kedua.
"oke," balas narin pendek.
Dan matanya sudah terasa berat, dia pun tertidur.
Dia terbangun jam 5 sore, segera mandi, memakai kaos dan rok jeans selutut, pakai lipstik nude, eyeliner tipis, dan siap pergi ke toko buku.
Setelah memarkirkan nissan juke merahnya di parkir toko buku terbesar di kota, narin segera melangkah memasuki pintu utama, dan menghirup bau kesukaannya, bau buku...bibirnya tak berhenti tersenyum.
Setelah mendapat 5 buku yang diperlukan dan membayar di kasir, tiba-tiba perutnya terasa lapar. Melihat arlojinya, masih pukul 8 malam, besok pun sekolah libur, jadi diputuskan untuk pulang lebih malam, mungkin sampai toko ini tutup, pikirnya.
Narin memesan 1 porsi lobster goreng mentega dan segelas jus semangka. Saat dia akan beranjak ke kasir, tiba-tiba dia melihat Agum dan Rere yang baru datang duduk tepat di depannya.
"Narin," Agum tampak terkejut dan segera menghampirinya.
"Ohh, hai", Narin menyapa canggung. Karena dia pun sebenarnya belum terlalu kenal dengan Agum.
"Sudah mau pergi?", tanyanya.
"Ya, dan selamat menikmati makannya ya gum," kata narin tersenyum sambil melirik Rere yang menyusul dan berdiru di samping Agum.
"Ohh, iya," Agum terdengar gugup, "kami hanya makan sebentar lalu pulang," jelasnya.
Dia menjelaskannya seakan Narin butuh penjelasannya.
Wah, mereka ke toko buku hanya untuk makan? walaupun banyak restauran enak di sini, tapi gedung ini adalah toko buku!
pikir narin.
"Hai, kamu narin si jenius dari kelas 2.1 kan?", Rere tersenyum.
Narin bisa melihat bibirnya yang tersenyum terasa berat.
"Hahaha, aku tidak jenius," Narin tertawa geli.
Apakah dia memang dikenal sebagai narin si jenius? Yah, lebih baik daripada narin si bodoh.
"kalau gitu, aku pergi duluan ya," katanya sambil mengangkat seplastik besar buku-buku yang baru dia beli, dan sialnya, plastik itu terjatuh karena saking beratnya, membuat buku-buku tebal itu terserak di lantai. Saat itu narin ingin menyembunyikan muka di balik bajunya karena malu.
Tapi Agum dengan cepat membantunya memasukkan kembali buku-buku itu ke dalam plastik, dia mengernyit saat membaca judul depan salah satu buku.
"Kamu belajar UN?", tanyanya heran.
"Ya, aku berencana ikut UN tahun ini," jawab narin.
"Wah, kamu serius?", tanya Rere terkejut.
"Berarti ini adalah tahun terakhirmu di SMA?", tanya Agum.
Narin mengangguk.
dia segera mengambil plastik buku dari Agum, tapi dia menahannya.
"Biar kubawain, ini berat banget", katanya.
"Nggak usah," jawab Narin tegas. Dia tak sanggup melihat raut wajah Rere saat Agum menawarkan bantuannya. Dia seperti ingin memotong lehernya.
Narin merebut plastik buku, dan berkata "terimakasih, tapi ini tidak terlalu berat, sampai jumpa",
Narin segera melangkah pergi tanpa menoleh lagi ke arah mereka.
Sesampainya di rumah, dia masih terbayang wajah Rere yang menakutkan itu, dia benar-benar pacar protective, tapi hal ini lumrah dengan memiliki pacar seorang idola di sekolah, dia harus benar-benar ketat.
Narin segera mengganti pakaian, menyikat gigi, mencuci muka, dan pergi tidur, karena ini sudah jam 11 malam. Besok pagi dia akan mulai mempelajari buku-buku itu.