Chereads / Ketika hati sudah memilih / Chapter 4 - Aku ingin fokus belajar

Chapter 4 - Aku ingin fokus belajar

" riin, aku udah dapet nih," Lovia menyodorkan sebuah paper bag warna coklat ke arah Narin.

Segera dia masukkan handphonenya ke saku celana dan membuka paper bag milik Lovia.

" Loh ini...?",

Sebuah sepasang sepatu pria ada di dalamnya. Warnanya benar-benar bukan selera narin, dan tampaknya tidak cocok untuk karakter pria, lemon green.

" iya, aku membeli ini untuk kado seseorang," jelas Lovia tersenyum malu.

" tapi warnanya? kamu yakin?", tanya narin.

Dia mengangguk cepat dan menjawab, " warna ini lagi trending, kamu harus lebih banyak keluar rin, jangan cuma membaca buku di dalam kamar," serunya.

Narin mengakui apa yang dia katakan, karena itu dia tidak membantah.

" Lalu siapa yang ulang tahun?",

" Tentu saja Agum, besok hari ulang tahunnya," jawabnya senang.

Deg!

Narin segera teringat pesan Agum yang dia kirimkan 1 tahun yang lalu.

Bagaimana jika Lovia mengetahuinya?

Apakah Agum saat ini masih menyukainya?

Tapi ini sudah setahun berlalu, dan yang dia tahu Agum sudah berkali-kali berganti pacar, perasaannya pasti sudah pudar.

Dan setelah memikirkannya hatinya lebih tenang, karena dia yakin Agum sudah tidak menyukainya lagi.

Lovia segera pulang setelah mengantar narin ke rumah lama. Tapi sebelum pulang dia mengatakan akan memberi kado untuk Agum besok, dan dia meminta narin untuk membawa Agum padanya.

Ide yang bagus untuk membawa serta Lovia menemui Agum besok sore. Narin tidak ingin mengingat lagi pesan instagram Agum, dia menganggap itu masa lalunya, karena mungkin saat itu dia terlalu terburu-buru dan salah menilai perasaannya.

Narin mengawali minggu dengan berlari ringan di halaman rumah. Hari ini Ny.rini tidak pergi bekerja, jadi dia menemani anaknya lari pagi.

" hari ini sempatkan ke klinik mama ya nak, wajahmu sudah mulai kusam, lakukan treatment ringan dengan ramuan herbal untuk wajah mudamu itu," Ny.rini selalu mengingatkannya untuk merawat wajahnya.

Hampir 3 bulan ini narin tidak pergi ke klinik, karena dia mulai sibuk menyiapkan ujian nasional. Klinik kecantikan Ny.rini yang ada Pondok indah adalah klinik terdekat dari rumah. Dokter yang bekerja di sana sangat menyenangkan. Narin selalu senang setiap pergi ke sana, tapi kali ini dia tidak bisa. Perawatan wajah adalah suatu hal yang membutuhkan waktu yang lama, jika dia pergi ke sana hari ini, tidak akan ada waktu ke perpustakaan serta bertemu Agum dan Lovia.

" Setelah ujian aja ya ma, sekarang aku tidak ada waktu, banyak buku yang harus kupelajari," jawab narin.

Dia menghentikan larinya dan duduk di bangku yang ada di bawah pohon mangga.

Ny.rini segera menyusulnya.

" Ya sudah. Tapi jangan lupa untuk rutin mencuci wajahmu dan jangan terlalu banyak makan junk food," ujarnya.

Narin mengangguk sambil menyandarkan punggungnya.

" Nak," Ny.rini menatapnya dengan serius," kalau kamu sudah masuk ke universitas, siapa yang akan menemani Mama seperti ini," katanya sedih.

" Aku janji akan menyelesaikan kuliah dengan cepat," kata narin tersenyum.

" Mama tahu kamu pasti bisa rin, tapi mama juga tahu kamu pasti tidak akan pulang ke Indonesia sampai impianmu terwujud,"

Ny.rini menghela nafas panjang.

" Mama sangat bangga memiliki putri cantik dan jenius, tapi sekarang Mama sangat sedih, karena dengan seperti itu, waktu berlalu terlalu cepat,"

Narin menggenggam tangan Mama, kulitnya lembut tanpa keriput di usianya yang hampir setengah abad.

" Aku akan bilang Papa untuk lebih sering di rumah saat aku sudah masuk universitas, atau aku akan mengatakan padanya tidak akan kuliah setelah lulus SMA," katanya sambil meringis.

Ny.rinu memukul lembut tangan narin, dan berkata, " jangan buat Papa marah, Mama mengerti kesibukannya, karena Mama juga adalah orang yang sibuk,"

" Tapi Mama ingin mengurangi pekerjaan dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, klinik-klinik Mama sudah diserahkan ke tangan yang benar, Mama sudah tidak khawatir," lanjutnya.

Narin mengangguk setuju, tapi tak ingin menanggapi, karena di keluarga ini ada rasa saling menghargai atas keputusan masing-masing selama itu bisa dipertanggungjawabkan, tanpa merugikan siapa pun.

" Sering-seringlah memasakkanku makanan ma, biar aku selalu rindu untuk pulang ke rumah," kata narin sambil tersenyum.

" Oke sayang, mulai sekarang Mama akan rajin memasak,"

Ny.rini membelai rambutnya, dan beranjak berjalan menuju rumah.

Narin segera menyusulnya.

Setelah mandi dan menghabiskan semangkuk sup jagung telur, narin mulai untuk membaca buku-bukunya.

Sebenarnya buku-buku itu sudah beberapa kali dia baca, tapi dia masih ragu sudah menguasainya.

Setelah hampir 3 jam duduk membaca buku, handphonenya berdering, dia menjawabnya dan suara Lovia segera terdengar.

" Bagaimana rin?,"

Narin lupa memberitahunya tentang pertemuan nanti sore.

" Nanti sore jam 3 kita bertemu di lapangan basket perpustakaan kota ya, langsung kesana aja, karena aku nanti mau ke perpustakaan dulu," jawabnya.

" Agum juga datang?" tanya lovia ragu.

" Iya," jawab narin pendek.

" oke, kamu adalah sahabat terbaikku narin,"

Dan dia menutup teleponnya.

Kemudian sebuah pesan WA masuk, dan pesan itu dari Agum.

" kamu nggak lupa kan rin hari ini,?"

" aku sampai di tribun lapangan basket jam 3 sore ya," jawab narin.

" iya, aku tunggu,"

Saat membaca pesan terakhirnya, jantung narin tiba-tiba berdetak lebih cepat, ini seperti perasaan khawatir mengecewakannya.

Apakah dia masih menunggu jawabannya selama 1 tahun ini?

Setelah makan siang dengan cumi panggang pedas, narin segera mengendarai nissan juke merahnya ke perpustakaan kota, butuh waktu 30 menit untuk sampai ke sana.

Dia segera memarkirkan mobilnya dan berjalan masuk ke lobi perpustakaan. Menghabiskan waktu di dalam perpustakaan sampai jam menunjukkan pukul 14.40 menit. Masih ada waktu 20 menit sampai jam 3. Dia segera berjalan keluar perpustakaan dan menuju tribun lapangan basket yang berada di halaman belakang perpustakaan.

Lapangan basketnya tampak megah, tribunnya bersih dan pepohonan rindang mengelilinginya, jadi sangat nyaman duduk di tribun sambil melihat pertandingan basket yang sedang berlangsung.

Dia agak terkejut melihat salah seorang pemain melambaikan tangan padanya, dan ternyata sosok itu adalah Agum. Dia tampak menunduk melihat handphonenya dan berjalan masuk ke ruang ganti.

Pesan handphone narin berdering,

" Tunggu sebentar, aku akan membersihkan diri dulu,"

Pesan dari Agum.

Narin tidak membalasnya. Melihat jam di layar handphonenya, sekarang 10 menit sebelum jam 3, dan Lovia belum menampakkan batang hidungnya.

5 menit kemudian, Agum sudah duduk di sebelahnya.

" Ini bukunya, terimakasih ya,"

Narin segera mengeluarkan buku milik Agum dari dalam tas yang sebenarnya tidak pernah keluar dari sana.

Agum menerimanya dan tersenyum.

" Terimakasih ya," katanya.

Sebelum narin bertanya dia melanjutkan perkataannya,

" Terimakasih sudah membaca pesanku,"

Seketika narin menjadi gugup, dan bingung mau menjawab apa.

" nggak usah dibalas, sekarang aku sudah senang akhirnya kamu tahu perasaanku, dan kamu masih tetap mau menemuiku,"

Dia tidak berhenti tersenyum pada narin. Narin melihat wajahnya, dan tidak pernah sedekat ini. Jantungnya berdetak sangat cepat, rasanya ingin pingsan.

" Tapi, kenapa kamu bisa menyukaiku?...dan ini sudah sangat lama,"

" ohh dan kamu sudah berkali-kali berganti pacar selama setahun ini,"

" dan rere...."

Agum tiba-tiba tertawa.

" Kamu terlalu banyak mendengar gosip," katanya.

" Selama ini aku belum pernah berpacaran dengan siapapun, termasuk rere,"

Narin seketika menyesali pertanyaannya, kenapa dia harus menanyakan hal itu, agum akan berpikir dia butuh penjelasan tentang itu karena dia tertarik padanya.

" Mereka terlalu sering meminta bantuanku, dan aku nggak bisa menolaknya terus menerus, karena itu kami tampak seperti dekat, tapi aku sama sekali tidak memiliki perasaan pada mereka,"

" Entahlah, aku juga tidak mengerti, kenapa aku begitu menyukaimu, orang yang bahkan tidak pernah mempedulikanku, sampai kamu bicara padaku dan meminjam bukuku,"

Agum mengatakannya dengan senyum tak lepas dari wajahnya.

" Perasaanku bertambah riin, yang sebelumnya hanya memandangmu dari jauh, tapi hari itu kamu mendekatiku dan tersenyum padaku,"

" tunggu, aku nggak mengerti, tapi kamu tahu kalau sahabatku sangat menyukaimu," kata narin teringat Lovia yang sampai detik ini belum datang, dan ini sudah jam 3 lewat 10 menit.

10 menit lagi dia belum datang, akan kutinggal pergi, dia tidak tahan dengan suasana canggung ini.

" Lovia?,"

Agum bertanya heran.