Chereads / Ketika hati sudah memilih / Chapter 6 - Obsesi 2

Chapter 6 - Obsesi 2

Keesokan paginya, sekolah terasa berbeda bagi Narin. Sikap Agum menjadi jauh berbeda padanya. Saat Narin baru memasuki gerbang sekolah, Agum segera menghampirinya dengan senyumnya. Dia berjalan mengiringi langkah Narin.

" Pagi Narin," Sapanya.

Narin hanya menjawabnya dengan senyuman.

" Apakah tidurmu nyenyak semalam?"

" Sangat nyenyak,"

Mereka berjalan beriringan sampai di depan kelas Narin. Semua mata yang ada di sana menatap mereka dengan curiga, membuat Narin merasa tidak nyaman.

" Cepatlah pergi ke kelasmu," bisiknya ke Agum.

Agum mengangguk, " Sampai jumpa nanti,"

Dia beranjak pergi dengan tersenyum senang.

Berita tentang Narin dan Agum segera menyebar ke seluruh sekolah, tentu saja Lovia dan Rere pun mendengarnya.

Lovia hanya menanggapinya dengan pikiran bahwa mereka dekat karena Narin sedang berusaha mendekatkan Agum dengannya, sehingga Narin harus dekat dulu dengan Agum.

Namun berbeda dengan Rere, dia merasa panas, hatinya penuh dengan kemarahan.

Saat istirahat pertama dia segera menemui Narin yang sedang membaca buku di kelasnya.

" rin, "

Tita, teman sebangku Narin menyenggol lengannya dengan siku tangannya karena Narin tetap menunduk dan tidak menyadari bahwa Rere sudah berdiri di depannya.

" Temui aku di belakang perpustakaan, aku ingin bicara," Kata Rere pada Narin, dengan suara menahan amarah.

Narin sudah menduga hal ini akan terjadi, dia saat ini merasa seperti orang ketiga di antara Rere dan Agum.

Di belakang perpustakaan, mereka berdiri berhadapan berdua.

" Kamu tahu hubunganku dengan Agum,?" tanya Rere mengawali.

Narin bisa melihat raut wajahnya yang merah menahan marah.

" Iya, aku tahu," Jawab Narin pendek.

" Lalu kenapa?" kali ini nada suara Rere semakin meninggi.

" Sebenarnya kenapa? Apa yang mau kamu bicarakan?" Narin tidak ingin terpancing kemarahan Rere.

" Jangan berpura-pura tidak mengerti!,"

Rere sudah tidak bisa menahan amarahnya.

" Jauhi Agum, atau kamu tahu akibatnya," Rere mengancam.

Narin tidak ingin menjawab, dia tidak mengerti dengan sikap Rere yang tidak pada tempatnya. Sudah jelas dia tidak ada hubungan sama sekali dengan Agum, tapi dia membuat semua orang berpikir dia adalah satu-satunya gadis yang berhak mendekati Agum. Terkecuali Narin, dia tahu yang sebenarnya, jadi dia tidak terpengaruh dengan ancaman Rere.

" Jangan memaksakan sesuatu yang bukan pada tempatnya, dan jangan terlalu percaya diri," Ujar Narin pada Rere, dan dia segera berbalik pergi, meninggalkan Rere dengan kemarahan yang semakin meningkat.

Rere mendorong Narin dengan kuat dari belakang hingga dia terjatuh, kedua lututnya bergesekan dengan lantai halaman yang kasar sehingga membuat keduanya berdarah, dan itu berhasil dilihat oleh Agum yang segera bergegas setelah Tita memberitahunya saat dia ingin menemui Narin di kelas.

" Apa yang kamu lakukan Re?!", Agum tidak bisa menyembunyikan amarah di wajahnya. Wajah tampannya menegang menatap Rere.

Narin segera bangkit dan berkata, " Tidak apa-apa gum, aku hanya terjatuh,".

Narin tidak ingin mendengar mereka bertengkar di depannya, dia juga tidak perlu perlindungan dari siapapun, dia baik-baik saja.

Rere terdiam karena keterkejutannya, dia sebenarnya hanya ingin minta penjelasan dari Narin, tapi emosinya terpancing dan tanpa sadar ingin menyakiti Narin. Tepat saat itu, Agum melihatnya dengan ngeri.

" Aku tidak pernah menyangka hal seperti ini bisa kamu lakukan," Kata Agum. Suaranya terasa dingin, siapapun yang mendengarnya akan bergidik ngeri.

" Sudah, aku tidak apa-apa, aku akan kembali ke kelas saja,"

Narin segera berjalan pergi meninggalkan mereka. Dia tidak mau terlibat dalam pertengkaran mereka. Dengan menahan perih, dia berjalan ke kamar mandi, membasuh lukanya, dan kembali masuk ke kelas.

Lovia menyambutnya dengan cemas saat melihat kedua kakinya berdarah,

" Kenapa kakimu?,"

" Aku terjatuh," Jawab Narin yang segera duduk di bangkunya.

" Tita sudah memberitahuku, Rere menemuimu," Lovia menunjukkan wajah sedih.

" Maafkan aku rin, semua karena aku," Ujarnya.

" Oh tidak tidak, tentu saja ini bukan salahmu," Narin segera menyangkal. Tentu saja ini bukan kesalahan Lovia, dia tidak ada hubungannya dengan ini semua. Sebaliknya, Narin lah yang merasa bersalah padanya. Dia merasa merebut perasaan Agum yang dia idamkan selama ini.

" Apakah Rere yang menyebabkan lututmu terluka?" Tanya Lovia cemas.

" Tidak lov, aku hanya terjatuh," Jawab Narin berbohong.

" Tunggu ya, aku ambilkan obat dari unit kesehatan," Ujar Lovia.

Saat Lovia sampai di pintu kelas, Agum tiba-tiba muncul dengan plester dan salep luka di tangannya.

" Tolong obati luka Narin dengan ini, " Kata Agum seraya menyerahkannya pada Lovia yang masih termangu.

Agum melirik sebentar ke arah Narin yang sedang menunduk melihat lukanya, dan segera pergi dengan rasa bersalah.

Saat Lovia sudah tersadar, dia segera kembali ke tempat Narin.

" Sini aku obatin,"

Dia berjongkok di depan Narin dan siap mengoleskan obat saat Narin menjerit.

" Tidak!" Narin segera merebut obatnya dari tangan Lovia. " Biar aku saja yang mengobatinya sendiri, ini sakit sekali, aku tidak mau kamu membuatnya lebih terasa sakit," kata Narin meringis kesakitan.

" Kamu benar-benar menyebalkan karena tidak mempercayaiku," Kata Lovia cemberut.

Narin mengoleskan salep luka dengan perlahan di atas lukanya, ini adalah pertama kali dia terluka sejak 5 tahun. Saat terakhir kali dia terluka adalah saat dia masih 11 tahun karena terjatuh dari sepeda yang sedang dia kayuh.

Lovia segera menempelkan plester setelah Narin selesai mengoleskan salep luka di atas lukanya.

" Aku baru tahu Rere adalah seseorang yang kasar," Keluh Lovia.

" Dia hanya cemburu," Jawab Narin ringan.

Saat Lovia masih ingin bicara banyak, bel masuk kelas berdering, dia segera berlari kembali ke kelasnya karena jam pelajarannya yang berikutnya adalah Fisika.

Saat istirahat kedua, Agum mengunjungi kelas 2.1 untuk meminta maaf pada Narin, tapi dia tidak menemukan sosok Narin.

" Maaf, apa kamu tahu di mana Narin?,"

Dia bertanya pada seorang anak kelas 2.1, Darius Topan tercantum di name tag yang menempel di baju seragam anak itu. Darius adalah anak jenius lainnya di kelas itu, kacamata tebal menutupi matanya yang hitam.

" Aku tidak tahu," Darius mengangkat bahunya dan segera berlalu, tidak peduli.

Sebenarnya Agum tahu, dan juga seluruh sekolah tahu, bahwa anak-anak di kelas 2.1 adalah sekumpulan anak egois yang hanya memikirkan nilai, tidak ada persahabatan, tidak ada lelucon, yang ada hanya persaingan. Mungkin karena itu lah dia jatuh hati pada Narin, sosok yang jenius, tapi memiliki hati yang hangat dan ramah pada siapapun. Sosok jenius yang tidak pernah merasa bersaing dengan anak jenius yang lain, karena Narin memang yang paling jenius di antara yang jenius, sampai saat ini, tidak ada yang bisa mengalahkan nilai-nilai pelajarannya.

Agum segera ke kelas 2.2 yang ada di sebelah kelas 2.1 untuk menemui Lovia. Tentu saja jantung Lovia serasa akan melompat saat seorang Agum mencarinya, tapi ada rasa kecewa saat dia hanya menanyakan keberadaan Narin.

" Dia ijin pulang lebih awal," Jawabnya.

" Kenapa? apakah kakinya separah itu?," tanya Agum.

Pertanyaan Agum terdengar khawatir, dan Lovia segera menyadarinya. Ada setitik sakit yang muncul di hatinya, tapi titik itu begitu dalam.

" Kurasa tidak, dia hanya bilang padaku kepalanya sedikit pusing," Jawab Lovia.

" Baiklah, terimakasih," Agum lalu berjalan pergi.

Lovia menghela nafas, dan berusaha meyakinkan dirinya bahwa Agum hanya sedang merasa kasihan pada Narin. Tentu saja, dia lah yang menyebabkan Rere menyakiti Narin, siapa pun pasti akan bersikap seperti Agum jika hal ini terjadi padanya.