Sekarang sudah hampir pukul empat sore. Sang surya tak kunjung mengeluarkan sinar nya. Awan hitam di atas kami tak kunjung menghilang. Entah kenapa hanya aku dan Rui yang berteduh di halte depan sekolah.
Keadaan menjadi sangat canggung. Kami hanya berdiri berdampingan tanpa sepatah kata pun keluar dari mulut kami. Sesaat kemudian satu pertanyaan muncul di pikiran ku.
"Kamu kan dilarang main game ... apa nanti kamu gak di marahin kalo bawa Device itu pulang?", tanya ku.
"Emm ...", Rui seperti nya tak tahu harus menjawab apa. Dia hanya tersenyum dan menggaruk kepala nya lagi.
"Cih ... kamu itu memang aneh", gumam ku.
"Aku ... aku gak tau harus gimana lagi", kata Rui dengan wajah panik nya.
"Apa kamu pengen main hari ini juga?", lagi lagi pertanyaan muncul.
"Ngak juga ... aku cuma pengen dapet Device itu sebelum abis", jawab Rui.
"Oh ... ya udah ... kamu pulang aja dulu, aku anter gimana?", tanya ku karena tau Rui adalah anak yang sangat di perhatikan orang tua nya.
"He?! Ano ...", pipi Rui memerah saat mendengar kata kata ku. Dan aku sadar dia mulai salah paham lagi.
"Cih ... jangan salah paham dulu, aku cuma pengen tau rumah mu biar besok bisa nganter Device nya ke rumah mu", jelas ku.
"Ohh ... hmm", Rui mengangguk paham tanpa menatap ku.
"Sekarang tinggal tunggu hujan nya berhenti", kata ku sembari melihat ramalan cuaca dari internet.
Kaki ku mulai terasa pegal saat menunggu hujan reda. Aneh sekali halte ini, mereka tak membangun tempat duduk di sini. Selain itu aku lebih mengkhawatirkan jam yang berlalu sangat cepat. Itu artinya aku tak bisa berbaring di ranjang ku dalam waktu yang lama.
Pukul setengah enam sore. Hujan tak kunjung reda, walau tak selebat tadi. Tapi tetap saja seragam ku akan basah bila menerobos nya.
"Rui ... kalo pulang telat gini ... dimarahin mama mu gak?", tanya ku.
"Emm ... iya", jawab nya dengan pipi yang memerah.
"Kata ramalan cuaca ... hujan nya bakal sampe jam tujuh malem", ucap ku dengan wajah kesal setelah melihat ramalan cuaca dari internet.
"Tunggu ... aku lupa!", Rui mengeluarkan payung dari tas nya.
"Hoi! ... kenapa gak dari tadi seh?!", aku kesal karena harus berdiri berjam jam di sini.
"Maaf ... tapi kalo buat berdua ... payung nya kekecilan", ujar Rui lalu membuka payung nya yang ternyata memang kecil.
"Aku gak perlu payung ... ayo!", aku melangkah menerobos hujan yang tak terlalu deras ini.
"Tapi ... Kazumi?!", Rui mengejar langkah ku lalu berusaha berjalan di samping ku dan membagi payung nya.
"Gak perlu peduliin aku ... entar kamu bisa di marahin kalo basah", aku menggeser payung Rui agar melindungi diri nya sepenuhnya.
"Kalo kamu sakit gimana?", tanya Rui tetap berusaha membagi setengah dari payung nya untuk ku.
Ya ... lebih baik aku sakit ...
Aku bisa libur beberapa hari ...
Kami berdua berjalan berdampingan di atas trotoar menuju arah rumah kami. Sebenarnya aku tak ingin membuang waktu ku untuk mengantar Rui ke rumah nya. Tapi aku harus tau rumah nya agar aku bisa mengantar Device nya besok.
Beberapa langkah kemudian kami sampai di perempatan jalan yang biasa aku lewati saat berangkat sekolah.
"Rumah ku belok ke kanan", Rui menunjuk ke arah kemana kita harus berbelok.
"Kalo rumah mu lurus kan?", lanjut Rui bertanya pada ku.
"Hmm ...", aku hanya mengangguk dan berusaha menerima keadaan rambut ku yang sudah basah kuyup.
Aku pun hanya mengikuti arahan Rui sampai dia berkata.
"Itu rumah ku ... eh?!, ada ayah ku", kata kata nya membuat jantung ku berdegup kencang.
Setelah sampai di depan rumah nya. Pria berkumis dan rambut yang sudah memutih berdiri di depan pintu rumah Rui.
"Rui ... kemana aja?, dan siapa dia?", Ayah Rui langsung melempar pertanyaan.
"Emm ... masuk dulu ayah ... nanti Rui jelasin, makasih Kazumi ...", Rui memaksa ayah nya untuk segera masuk ke dalam rumah nya. Dan sepertinya dia menyelamatkan ku dari masalah.
Aku yang sudah tahu letak rumah Rui pun segera berjalan pulang menuju rumah ku. Seiring aku melangkah tetesan air hujan yang berjatuhan mulai berkurang. Dan saat aku sampai di depan pintu rumah, hujan sudah reda.
"Cih ... tepat waktu banget hujan nya!", gumam ku lalu membuka kuci pintu depan rumah ku.