Sepeninggal Leo dan sesudah sarapan. Nabila masuk beserta Kelly di ruang kerja milik suaminya dan cukup lama mereka diam. Wanita yang hamil itu menatap penuh intimidasi pada Kelly yang kini gemetaran akibat tatapannya.
"Kelly, kenapa kau gemetaran seperti itu? Apa kau takut?" Kelly mengangguk perlahan, dia menunduk tak berani memandang Nabila.
"Nyo-Nyonya ... tolong, jangan pecat saya. Kalau saya dipecat, keluarga saya mau makan apa?" ucap Kelly tiba-tiba meski dalam keadaan gugup.
Nabila terpaku sesaat sebelum akhirnya dia tertawa kecil seraya menggelengkan kepala. "Kelly, Kelly ... aku membawamu ke sini bukan untuk memecatmu tapi memberikanmu pekerjaanmu khusus."
"Pekerjaan khusus?" Kelly akhirnya membalas tatapan saat dia mengulang perkataan Nabila.
Istri dari Leo itu memberikan senyum simpul melihat reaksi dari Kelly lalu mengangguk pelan. "Aku dengar kau sangat dekat dengan Cindy saat dia masih menjadi Nyonya di sini jadi aku minta padamu tolong jaga dia."
Kelly terdiam beberapa saat lalu senyuman muncul dari bibirnya. "Tentu Nyonya saya akan menjaga Nona Cindy dengan sangat baik."
"Baguslah kalau begitu silakan pergi dari dan katakan pada Cindy." Nabila tetap saja mengumbar senyum namun begitu Kelly menghilang dari pandangan Nabila langsung memasang wajah datar.
Di sisi lain Cindy tampak cemas di dalam kamarnya sendiri. Tak berapa lama terdengar suara ketukan di pintu kamar yang membuatnya membuka pintu. Rupanya tamu yang datang adalah Kelly.
Cindy kemudian mempersilakan masuk Kelly yang masih saja semringah.
"Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba dipanggil oleh Nabila?"
"Nona ... wanita itu rupanya ingin saya merawat anda. Dia sepertinya tak menaruh curiga padaku atau pun Nona." Senyuman lebar ditampakkan oleh Cindy yang mendengar kabar bagus tersebut.
"Bagus dengan begitu kita bisa menjalankan rencana ... Nabila itu adalah wanita bodoh, dia terlalu mempercayaiku dan naif. Pastinya dia akan kaget sekali saat tahu kalau aku mengambil posisinya."
"Iya Nona. Saya tidak sabar anda bisa mengambil posisi Anda kembali." Keduanya lalu saling melepar senyuman. Cindy lantas mendekat pada meja yang tergeletak di samping ranjang.
Mengambil sebuah buku sambil terus menyunggingkan senyuman. "Karena rencana pertama gagal, aku mau untuk rencana kali ini kita harus berhasil."
"Rencana apa itu Nona?"
"Menggugurkan kandungan Nabila." Kelly agak terperanjat. Dengan gugup yang luar biasa dia bertanya pada Cindy.
"K-kenapa No-Nona ma-mau menggugurkan bayi di dalam perut Nabila? Bukankah itu terlalu berlebihan?"
"Memang sih tapi aku harus pastikan tak ada halangan dan janin Nabila adalah salah satunya. Kau mau membantuku bukan?" Cindy menatap Kelly penuh intimidasi.
Pandangan sang majikan menciptakan rasa takut dalam diri Kelly yang mau tak mau mengangguk.
"Bagus sekali."
๐๐๐๐๐
Nabila mengelap beberapa piring yang sudah dia cuci sementara pikirannya melayang dengan permasalahan yang dia hadapi sekarang. Dia juga harus mencoba membuat antisipasi jika terjadi sesuatu pada dirinya sebab Cindy.
"Nabila," suara Cindy mendapat perhatian dari Nabila yang kini tersenyum.
"Ada apa?"
"Setelah ini kau tak punya pekerjaan?"
"Ya, memangnya kenapa?"
"Kita ke mall yuk. Bosan kalau di sini terus, aku akan belanja baju khusus Ibu hamil dan beberapa mainan kecil." Nabila tahu pasti akan ada sesuatu yang buruk tapi sepertinya Nabila tak bisa menolak sebab Cindy ingin membeli beberapa kebutuhan yang seharusnya juga dibutuhkan oleh Nabila.
"Kapan kau mau pergi?" Pertanyaan dari Nabila mengartikan bahwa dia setuju untuk pergi dan Cindy senang namun dalam artian lain.
"Siang ini aku juga akan mengajak Kelly,"
"Oh begitu tolong bilang padaku ya soalnya aku lupa membeli untuk keperluanku. Baju misalnya."
"Baik nanti aku bilang kalau sudah mau pergi." Begitu Cindy pergi meninggalkannya Nabila segera mengambil ponsel untuk menelepon seseorang.
"Halo ... Marco kau ada di mana?" Nabila diam sembari mendengar jawaban teman baiknya itu.
"Oh, punya waktu nggak siang ini? Aku ingin ke mall, kita ketemuan ya. Aku bosan tahu di rumah terus. Jadi kamu bebas di jam makan siang, ok aku tunggu." Nabila menutup panggilan dan menghubungi suami tercintanya.
Saat itu Leo sedang sibuk dengan beberapa dokumen tapi melihat nama yang tertera di layar ponsel adalah istri tercinta, dia berhenti dari aktivitasnya lalu menerima panggilan disertai wajah semringah. "Halo Leo,"
"Halo sayang, bagaimana kabarmu? Baik?"
"Iya aku baik. Leo aku minta izin ya keluar!" sontak di dahi Leo ada kerutan pertanda tak suka dengan permintaan sang istri.
"Kenapa keluar? Kau tahu bukan kau ini sedang hamil?"
"Aku tahu ... aku hanya bosan di sini dan kebetulan sekali Cindy ingin pergi ke mall untuk membeli beberapa keperluan termasuk baju Ibu hamil. Aku tidak punya seperti itu jadi please, izinkan aku keluar!"
"Justru karena temanmu Cindy, aku tak mau mengambil resiko. Berapa kali harus aku katakan dia itu licik!" ujar Leo nyaris menghardik namun Leo sadar bahwa yang berada di balik telepon adalah Nabila sehingga dia pun setengah mati menahan amarah.
"Bukan dengan mereka saja, aku menghubungi Marco untuk ikut denganku dan kami akan bertemu di mall jadi boleh tidak aku pergi?" Berkat itu Leo terdiam karena tengah berpikir keras. Sebenarnya dia ragu tapi Leo juga mengenal Marco dan jujur kepribadian dari teman Nabila itu sangatlah baik.
"Kau serius?"
"Iya, aku serius lagi pula agak lama kami tak berjumpa. Hari ini aku sangat ingin bertemu dengannya." jawab Nabila lugas dari balik telepon.