Chereads / Nightmare Cinderella / Chapter 6 - Lari atau aku akan mati II

Chapter 6 - Lari atau aku akan mati II

Part belum di revisi.

Typo bertebaran

Happy reading.

***

Kenzie tak mengerti, kenapa wanita di depannya sangat tak menyukainya hingga tatapan benci dan takut itu terlihat jelas. Ia tak bergeming dan tetap mengeratkan genggaman tangannya hingga tiba-tiba tubuh kurus itu ambruk tak sadarkan diri.

Sudut matanya mengerut dengan tangan refleks menangkap tubuh gadis di depannya. Ia bisa melihat dengan jelas ada keringat dingin di dahi dan pelipis yang mengalir. Merasa tatapan orang sekitarnya tak begitu nyaman, Kenzie mengangkat tubuh gadis itu dalam gendongannya. Melangkah dingin menuju Lycan Hypersport hitamnya. Mobil hitam itu melaju cepat menuju apartemennya di kawasan kota Z.

Saat mereka sampai di apartemen, Kenzie meletakkan tubuh Ellina di atas tempat tidurnya. Wajahnya masih sangat tenang dan dingin saat ia membawa telepon genggamnya ke telinga.

"Lander, hubungi dokter keluarga Reegan sekarang."

Di ujung sebrang sana. Seorang pria ber jas hitam rapi baru saja turun dari pesawat. Matanya menyipit saat perintah atasannya terdengar tergesa.

"Tuan muda, siapa yang sakit?" tanyanya dengan cepat. Langkahnya memburu menuju salah saru Taxi lalu masuk menuju apartemen Kenzie.

"Bukan aku. Itu hanya seorang gadis yang merepotkan!"

Mulut Lander terbuka beberapa centi dan tak tertutup. Ia berusaha mempercayai pendengarannya. Tuan mudanya menyebut seorang gadis. Itu berarti tuan mudanya tak sendiri.

Wajah takut itu terlihat bias kemudian. Ia merutuki sekaligus berdoa dengan menyebut Tuhan berkali-kali.

Ya Tuhan, apakah kali ini mayat lagi atau anak gadis orang terluka lagi. Kenapa mereka mendekati Tuan Muda.

Tangannya telah bergerak cepat menghubungi dokter keluarga Reegan. Sedangkan dalam perjalanan, ia sama sekali tak bisa tenang. Selama  ia bekerja bersama Tuan Muda keluarga Reegan, ia tak pernah melihat tuannya memiliki belas kasih. Meski itu wanita, jika begitu mengganggu maka akan berakhir seperti hidup di neraka. Tuan mudanya akan membuat mereka menyesali karena telah berani datang dan menganggu. Dan sebagai sekretaris yang menangani semuanya. Itu adalah hal yang begitu merepotkan.

"Pak, tolong percepat. Saya harus sampai dalam waktu lima belas menit."

Supir Taxi itu mengangguk. Sedangkan Lander mulai memeriksa jadwal Kenzie yang baru saja ia dapat dari stafnya saat ia pergi ke luar negeri.

"Ah, tamat sudah. Aku yakin, aku pasti melihat mayat kali ini."

Lander menepuk kepalanya saat melihat beberapa rapat tak berjalan sesuai rencana. Lalu beberapa hasil rapat yang mengecewakan. Ia sudah pasti tahu bahwa suasana hati Tuan Mudanya pasti sangat buruk. Lalu gadis itu datang memperkeruh keadaan. Dan ia sangat yakin, semua barakhir menjadi cerita seperti sebelumnya.

Lander berlari keluar dari Taxi saat telah sampai pada tujuan. Tangannya memencet lift dengan cepat dan begitu terburu hingga sampai di depan pintu apartemen Kenzie. Ia dengan cepat memencet deretan pin angka untuk membuka pintu. Saat pintu itu terbuka,  ia langsung berhambur masuk dengan menutup hidungnya cepat.

"Tuan, mana mayat yang harus saya singkirkan?" ucapnya sangat jelas.

Namun keadaam terlalu hening. Hingga ia melangkah dan tertegun saat melihat pintu kamar Kenzie terbuka. Ada Dokter keluarga Reegan yang tengah memeriksa seorang gadis yang terlelap. Lalu Tuan Mudanya berdiri sambil menyilangkan tangan di dada.

Gadis di tempat tidur? Dan masih selamat?

Lander tiba-tiba merasa udara yang ia hirup sangat bersih. Ia masuk setelah mengetuk pintu dua kali. Membuat Kenzie menatapnya lalu berbalik menatap dokter keluarganya.

"Ceo Ken,  apakah pasien sebelumnya mengalami hal yang buruk? Atau trauma dan takut terhadap sesuatu? Dia terlalu shock dan ketakutan. Apakah pasien akhir-akhir ini mengalami mimpi buruk dan tak bisa beristirahat dengan baik?" tanya Dokter itu pada Kenzie.

Kenzie mengerutkan keningnya.  Bagaimana aku tahu?  Ekspresinya tak berubah. Ia sama sekali tak tahu apapun tentang gadis di depannya.

"Dokter tolong pastikan apakah tak ada luka di seluruh tubuhnya? Apakah organ dalamnya baik-baik saja? Apakah kita tak perlu membawanya ke rumah sakit untuk scan--"

"Lander!" peringat Kenzie dingin.

Lander tak peduli. Ia menatap dokter itu untuk menerima jawaban.

"Tidak," Dokter itu menggeleng. "Seluruh tubuh pasien baik-baik saja. Ia hanya pinsan karena shock berlebihan dan sedikit stress. Dia akan baik-baik saja setelah mendapatkan istirahat yang cukup. Dan jangan dekatkan dia pada hal yang membuatnya takut. Traumanya sangat dalam hingga dapat mempengaruhi kesehatannya."

Lander mengangguk dan bernapas lega. Mengantarkan Dokter keluar dari apartemen dan kembali ke dalam. Namun saat ia berdiri di pintu kamar Kenzie, ia menutup mulutnya terkejut. Ia seakan tersadar pada hal besar yang ia lupakan.

Seorang gadis di tempat tidur Tuan Mudanya. Dan baik-baik saja!

Matanya kegirangan hingga rasanya ingin menangis. Senyum itu melebar seakan berkah hidup berkali-kali lipat.

Mungkinkah gadis ini adalah Nyonya masa depannya?

Karena Tuan Mudanya terlihat tak terganggu dan membiarkan gadis itu terbaring di tempat tidurnya. Membayangkan itu saja sudah membuatnya senang bukan kepalang. Bagiamanapun sepertinya ia bisa menggantungkan setengah hidupnya pada gadis yang masih tertidur di sana. Jika semua menjadi mudah, maka sisa hidupnya selama ini juga akan mudah.

"Tuan Muda,"

"Simpan semua pernyataanmu!" potong Kenzie sambil membawa Nettbooknya lalu duduk di salah bangku di dalam kamarnya. Matanya mulai meneliti dan tenggelam pada pekerjaan.

"Tuan, tapi dia ketakutan. Apa yang telah Tuan lakukan pada Nyonya masa depan?"

Mata Kenzie menajam. Wajah dinginnya mengeras, namun Lander seakan telah terbiasa pada itu semua.

Apa yang aku lakukan? Aku bahkan tak melakukan apa-apa dan dia sudah ketakutan setengah mati saat melihatku. Tak hanya menolakku tapi juga ingin kabur dari pandanganku! Bukankah seharusnya aku butuh alasannya untuk melakukan itu?

"Nyonya masa depan?" tanya Kenzie dingin namun berminat pada kata-kata yang keluar dari bibir Lander. "Kau pikir dia cocok denganku?"

Bibir Lander mencibir. Jika semua harus di cocokkan dengan kemauannya yang sempurna,  maka ia bersumpah. Tak ada satu orang pun yang cocok di mata Tuannya. "Jika dia bukan Nyonya masa depan kami, bolehkah saya memilikinya?"

Bolehkah saya memilikinya?

Memilikinya?

Gadis yang akan di jodohkan dengannya?

Sebuah kesalahan yang terucap tanpa di sengaja. Entah kenapa kata kalimat terakhir itu tak mengenakkan di pikiran. Kilatan marah hadir di mata Kenzie. Ia menatap Lander tajam hingga Lander memukul mulut lancangnya. Suhu udara menurun drastis seakan jarum-jarum es itu timbul di permukaan.

"Lander, gajimu bulan ini di potong!"

Mata Lander terbelalak. "Tapi Tuan,"

"Pintu keluar ada di sebelah sana!"

"Tuan, Tuan, saya mohon ampun, Tuan. Tua--"

"Jangan lupa tutup pintu kamarku!"

Lander menarik sudut bibirnya ke bawah. Ia sangat menyesal mengatakan itu semua. Jika ia tahu hidupnya akan sulit karena menyinggung Kenzie,  maka ia tak akan melakukan itu. Kini apa yang bisa ia lakukan? Kecuali menangis dalam diam karena gajinya yang tak penuh.

Ohh Tuhan, kenapa aku harus mengalami ini semua? Aku telah bertahan menjadi orangnya selama puluhan tahun, tapi kini apa yang kudapat? 

Tanpa banyak kata, Lander menutup pintu kamar pelan lalu keluar dari apartemen. Mulutnya menggerutu namun tetap patuh pada perintah atasannya. Dia kembali ke kantor dengan wajah buruk dan mood yang hancur. Lalu dengan pasti ia mengumpulkan semua divisi dalam kantor dan mengungumkan,  bahwa mereka akan memiliki Nyonya masa depan. Dan memperingatkan, agar tak satu pun yang menyinggung perasaan Nyonya masa depan atau akan menyesal seumur hidup.

Sedangkan dalam ruangan itu, Kenzie memijit pelipisnya dan menatap tubuh Ellina yang masih terlelap. Pandangannya tak menunjukkan ekspresi kecuali mendekat saat mendengar Ellina bergumam sesuatu.

"Kau butuh a-i-r?"

"Selamatkan aku. Selamatkan aku. Kumohon, selamatkan aku. Aku tak ingin mati."

Kenzie tertegun saat mendengar itu. Ia menatap tangan Ellina yang berusaha menggapai sesuatu meski hanya angin yang ia dapat. Peluhnya menetes deras dengan air mata yang mengalir. Ia mencoba mendekat, menyentuh sedikit tangan Ellina dengan ragu. Hingga Ellina menarik tangannya erat. Membuat tubuhnya condong hingga jatuh di atas tubuh Ellina.

"Selamatkan aku," ucap Ellina sangat lirih, dengan membawa satu lengan Kenzie ke dalam pelukannya.

Kenzie menahan tubuh dan napasnya. Ia menatap wajah Ellina kesal namun tubuhnya dengan pelan berguling ke samping Ellina. Mencoba melepaskan tangannya namun Ellina semakin erat memeluk lengannya. Ia bisa menarik kasar namun tak melakukannya. Menimbang gadis di sampingnya tengah mengalami mimpi buruk hingga menangis meminta pertolongan.

"Apa yang terjadi padamu?" tanya Kenzie sangat lirih. Ia membiarkan lengannya di peluk hingga memiringkan tubuhnya. Kini mereka terlihat sedang berpelukan dari dekat.

Tak ada hal yang bisa Kenzie lakukan kecuali menatap wajah Ellina yang terlelap. Ia sangat pandai dalam membatasi diri dan pengendalian diri. Selama ini ia tak pernah melakukan kesalahan karena pengendalian dirinya yang tinggi. Namun jika dihadapkan dalam pilihan kali ini, Kenzie merasa tak yakin pada dirinya sendiri. Itu kenapa dia sekarang lebih memilih untuk memejamkan matanya. Memikirkan hal lain hingga tak terasa ia ikut tertidur bersama Ellina.

Satu jam kemudian, mata Ellina terbuka. Hal utama yang ia tangkap adalah langit-langit ruangan yang tampak asing. Lalu beredar pada perutnya yang sesak. Dan saat menyadari bahwa itu sebuah tangan, wajahnya sontak menoleh ke samping.

Tertegun.

Terpesona.

Muak.

Benci.

Takut.

Juga rasa tak percaya.

Semua menjadi satu. Ellina mengalihkan pandangannya dan mencoba mengenali sekitarnya. Semua terasa asing lalu kembali pada wajah yang terlelap di sampingnya. Ia menggeleng kuat.

Tak bermoral!

Tak ber-etika!

Manusia cabul!

Mesum!

Monster keparat yang dingin!

Itu semua adalah kata-kata yang berhasil Ellina rangkai untuk menyumpahi Kenzie. Dahulu di masa lalu, ia tak pernah sedekat ini dengan Kenzie. Tak pernah tidur berdampingan meski telah enam tahun lebih menikah. Yang ia ingat adalah, mereka tak pernah bertegur sapa. Mereka layaknya orang asing yang berada dalam satu atap yang sama. Meski ia mencoba melakukan semua hal, tapi Kenzie tak pernah sekalipun menatapnya. Ia layaknya hanya sebatas udara yang terlewat. Tak pernah nyata atau pun penting untuk mengusik ketenangan Kenzie.

Tapi dalam kehidupan ini? Apa yang telah terjadi? Kenapa mereka bisa berakhir di tempat tidur yang sama. Dan wajah tenang itu, ketampanan itu, kedinginan itu, semua mencair dengan deru napas pelan yang teratur. Detak jantungnya berdetak cepat, iya tahu bahwa Suaminya tampan, tapi ia tak pernah membayangkan akan melihat sedekat ini. Tapi bagaimanapun,  dia adalah orang yang membunuhnya di masa lalu.

Tubuhnya menegang saat mengingat hal itu. Ketakutan merayap cepat. Kenapa ia begitu bodoh saat ini. Begitu terlena hingga lupa tujuan hidupnya. Hindari ia, lari darinya atau kau akan memiliki takdir yang sama. Mati dengan tragis di tangannya.

Ellina menggeleng. Tidak, ia tak menginginkan itu semua. Dalam kehidupan ini, ia harus lari sejauh mungkin atau menghindari semua hal yang membuatnya berhubungan dengan pria di sampingnya. Dalam tenang, tubuhnya bergetar takut. Perlahan Ellina menahan napas dan menggerakkan tubuhnya menjauh. Butuh perjuangan agar tak mengusik ketenangan Kenzie. Ini adalah hidupnya  dan pria di sampingnya saat ini adalah serigala yang akan memakannya. Jika ia tak berhasil,  maka sudah pasti ia akan mati.

***