Chereads / Nightmare Cinderella / Chapter 8 - Kematian Kedua.

Chapter 8 - Kematian Kedua.

Part belum di revisi.

Banyak salah dan typo.

Happy reading!

***

Ellina melangkah keluar dari Taman Barat dengan linglung. Ia tak membawa apapun. Langkahnya terlihat ragu namun ia tetap pergi dari keluarga Rexton. Saat ini di antara jalan-jalan gelap, ia tak dapat berpikir dengan tenang.  Telah satu jam lamanya ia berjalan, melewati toko-toko dari keramaian dan terus melangkah. Ia seperti orang yang kehilangan arah.

Matanya meneliti jalan dengan seksama. Ia tak pernah mengalami ini semua di kehidupan sebelumnya. Ia tak tahu harus berbuat apa, namun ia merasa guncangan batinnya sangat kuat. Ia dapat merasakan beratnya meninggalkan keluarga Rexton. Ia dapat merasakan betapa semua kian menyakitkan. Dan ia tak dapat melakukan apa-apa.

Ia merasakan perutnya perih, ini jelas bahwa ia belum makan sesuatu sejak siang. Namun ia tak memiliki apa-apa sekarang. Ia bahkan tak membawa handphonenya. Lalu, dimana ia akan tidur malam ini?

Ellina mendesah, langkahnya memasuki sebuah warung internet yang tampak padat. Ia hanya bisa mengandalkan kemampuannya saat ini. Ia butuh makan dan tempat tidur. Mungkin ia juga harus bekerja untuk menyelesaikan seluruh kuliahnya. Dengan pasti, ia duduk di salah satu bangku dan menatap layar monitor di depannya. Tangannya bergerak cepat di atas keyboard. Dengan kembali masuk ke akunnya, White Fox, ia mulai berselancar.

Pada saat malam seperti ini, ada banyak macam pertandingan meretas di dunia internet. Dengan hadiah terendah hingga tertinggi. Ia hanya perlu mengeluarkan kemampuannya dan meraih hadiahnya. Ia butuh tempat tinggal. Dan dengan ini, ia akan mulai mendapatkan uang. Tak peduli jika itu hanya hadiah beberapa ribu dolar. Karena saat ini ia sangat membutuhkan uang, maka ia akan mengambilnya.

Tangannya bergerak lincah di atas keyboard, matanya fokus pada layar di depannya. Kecepatannya sangat luar biasa, hingga hanya menyisakan bunyi keyboard yang telah di pencet lalu dengan begitu cepat di tinggalkan. Menghancurkan dunia perlombaan dengan sangat cepat.

Senyum Ellina terkembang, sudah satu jam lamanya ia bermain. Dan ia mulai merasa lelah. Saat ini ia telah mengalahkan beberapa ribu peretas di dunia internet. Namanya melambung tinggi hingga menjadi perbincangan hangat dunia peretas malam itu. Banyak orang berniat merekrutnya, memuji kemampuannya namun banyak juga yang marah pada kemampuannya.  Tak ada yang tahu, bahwa mereka semua di kalahkan oleh seorang wanita.

Namun Ellina tak peduli itu semua. Ia hanya peduli  bahwa saat ini ia telah memiliki uang 50. 000 $. Ia berniat akan melakukan ini terus hingga menghimpun kekayaan. Ia butuh apartemen, ia butuh uang. Dan meretas adalah satu hal yang dapat ia lakukan. Tak peduli kecaman dunia internet di luar sana, ia tetap tersenyum saat namanya melambung tinggi. Tak banyak mereka mulai mengidolakannya, namun untuk saat ini kehidupan nyata jauh lebih penting.

Setelah mencairkan kredit dari akunnya, Ellina meninggalkan tempat tersebut. Memasuki sebuah cafe dan menikmati makan malamnya. Menyusuri gelapnya malam menuju sebuah penginapan termurah. Ia telah memesan kamar melalui online, dan untuk mencapai ke sana, ia butuh waktu lima belis menit berjalan kaki. Melewati gang-gang gelap yang sepi. Membuatnya menjaga mata waspada dengan rasa takut.

Tujuh menit berlalu dan ia mulai menoleh ke belakang. Menyadari seakan di ikuti, Ellina mempercepat langkahnya. Namun sebuah tangan kasar menariknya dari belakang. Membuatnya menjerit takut di kesunyian saat tubuhnya di seret dalan sebuah ruangan. Gelap, pengap, dan sangat bau oleh alkohol dan rokok.

Mata Ellina menatap nyalang, memperjelas pandangannya di bawah lampu suram. Lima orang pria tak di kenal menyambutnya dengan tawa renyah. Wajah itu, tawa itu, terlihat sangat familiar. Lalu ketakutan merayap cepat, ia mencoba bangun dan melarikan diri, berteriak sekuat tenaga saat rambut panjangnya di tarik. Membuat tubuhnya terhenti dan jatuh terjerembab. Air matanya turun, meresap di antara bibirnya dengan ketakutan yang luar biasa.

Mereka semua? Kenapa bisa ada di sini? 

Dalam takdir yang berbeda, namun bagian ini kenapa masih saja sama? Dan Ellina menangis, menyadari hidupnya akan hancur sekali lagi.  Tak peduli, jika ia telah mencoba merubah takdirnya, namun kenapa ia masih saja hancur dan terluka? Ia merasa benar-benar tak berguna.

"Ohw,  gadis yang manis."

Ucap salah satu dari mereka. Menyentuh pipi Ellina lembut namun membuat Ellina refleks menjauhkan wajahnya. Lalu,

Plakk!

Sebuah tamparan bersarang di pipi mulusnya. Di ikuti tawa keras yang terlihat puas.

"Biarkan aku pergi," ucap Ellina memohon. "Aku akan membayar lima kali lipat lebih mahal dari yang dia janjikan pada kalian."

Salah seorang dari mereka tertawa. Tampak tak tertarik dengan tawaran Ellina. "Apa kau pikir kami kekurangan uang?"

Mata Ellina terhenyak. Ia menatap wajah yang mendekat, cukup tampan, tapi kenapa ia bisa memiliki urusan dengannya?

"Seseorang berkata, hidupnya tak bisa berjalan dengan baik jika kau ada di dunia ini,"

Ellina beringsut mundur saat langkah pria itu semakin dekat. Menarik paksa wajahnya untuk menatap matanya. Dengan ini, dia menyimpan lekat bayangan wajah di depannya.

"Siapa?" tanya Ellina memastikan. Meski ia tahu jawabannya, namun tetap ingin memastikan.

"Kau hanya perlu tahu, bahwa kau lebih baik mati dengan menderita." jawab pria itu sambil tertawa.

"Kurasa tak sepenuhnya menderita." jawab pria lainnya sambil menyeringai. Wajahnya sangat gelap dengan sebuah minuman alkohol di tangannya. "Karena kita akan bersenang-senang. Kau akan merasakan indahnya malam bersama kami,"

Seakan tahu tujuan awal mereka. Ellina bangkit dan mencoba berlari. Namun tangannya di tarik kasar. Lalu mulutnya di paksa menelan minuman keras. Tenggorokannya seakan terbakar. Air matanya tak berhenti mengalir namun ia tetap berusaha lari. Tak peduli, tamparan atau pukulan yang telah berkali-kali ia terima, ia tetap mencoba melawan hingga merasa lelah. Sangat lelah dengan tubuh tersungkur tak berdaya.

Pandangannya mengabur, namun ia dengan sangat jelas dapat melihat, salah satu dari mereka memegang kamera dengan lampu menyala untuk mereka. Selanjutnya salah satu dari mereka memaksa Ellina menelan sebuah pil dengan paksa. Ellina meronta, mencoba memuntahkan namun sepertinya mereka telah memastikan untuk menelan.

"Kalian bajingan!" desis Ellina dengan kilat marah. Tubuhnya sangat lemah dengan air mata dan tatapan penuh kebencian. Namun hatinya meronta meminta pertolongan. Meminta kembali kesempatan, agar ada yang menyelamatkannya.

Dalam kehidupan lalu, ia berakhir sesuai rencana mereka hingga seluruh dunia gempar akan videonya. Ia di campakkan lalu dengan semua hal ketidak berdayaannya hingga ia berakhir mati mengenaskan.

Apakah aku akan berakhir sama?

Akankah hidup dan takdirku tak berubah?

Kenapa aku masih saja tak berdaya?

Aku benci pada semua.

Ellina mencoba sadar saat tubuhnya mulai merasakan panas. Ia masih bisa sadar dengan tawa ejekan dari lima pria di depannya. Tangannya bergetar takut saat mulai merasakan ingin merasakan membuka satu persatu pakaiannya. Sekuat tenaga, ia mencoba menahannya dengan mengigit lidahnya sendiri. Menghadirkan rasa sakit dengan harapan tetap dapat menahan efek obat tersebut.

"Hahaha, sudah mulai?"

"Kau boleh memilih salah satu dari kami dahulu, kami akan sangat senang dengan pilihanmu."

"Pilihlah aku, maka aku tak akan membuatmu menyesal."

"Merangkaklah, dan berikan kami kepuasan,"

Ellina tak bergerak. Air matanya mengalir deras dengan bibir yang mengeluarkan darah. Ia telah mengigit lidahnya dengan kuat. Namun efek obat tersebut rasanya lebih kuat. Ia menatap sekitarnya, meraih sebuah botol air mineral dan menyiram tubuhnya. Memberikan rasa dingin agar panas tubuhnya terlawan. Namun rasanya itu tidak cukup.

Tawa kembali terdengar, saat napasnya memburu. Pandangan matanya kian mengabur. Namun ia dengan cukup sadar, untuk tidak merangkak mendekati mereka. Ia lebih memilih meraih sebuah botol minuman lalu memecahkannya dengan membantingnya ke kepalanya.  Rasa sakit luar biasa diiringi darah mengalir deras dari kepalanya.

Mereka semua mendekat dengan hardikan kasar. Hal itu membuat Ellina semakin takut. Ia mencoba menancapkan pecahan botol itu ke pergelangan tangannya,  namun cepat teraih saat sebuah tangan menarik rambutnya ke belakang dengan kasar. Menengadahkan wajahnya lalu melumat bibirnya dengan kasar. Ia ingin sekali meronta, tapi sepertinya reaksi tubuhnya berlawanan. Ia mendesah pelan saat tangan lain mulai menjamah tubuhnya. Matanya menangis  dengan harapan yang kian jauh. Sungguh,  ia lebih memilih mati dari pada mengalami ini lagi.

"Hahaha,  lihatlah. Kau berusaha menolaknya tapi tubuhmu menginginkannya!"

"Mendesah, melenguh, kau akan dapatkan kepuasan,"

"Jalang, kau sangat menggairahkan,"

"Kau kotor! Sangat kotor! Kotor dan menjijikkan!"

Ucapan-ucapan itu terdengar jelas. Kepalanya berputar cepat dan mencoba lari. Namun satu kakinya di tarik kasar. Melewatkan tubuhnya dengan pakaian terbuka dengan goresan luka dalam. Sebuah cambukkan terdengar. Tubuhnya menegang dengan rasa perih saat sebuah ikat pinggang melayang di punggung mulusnya.

Tuhan, aku tak sanggup lagi. Ambil nyawaku, aku tak takut mati!

Pandangannya kian mengabur. Namun telinganya dengan sangat jelas dapat mendengar.

"Kau akan mendapatkannya, Lexsi. Dia akan mengalami hal yang tak akan terlupakan!"

Sebuah air mata mengalir. Ia tak lagi bisa bertahan. Tubuhnya lemah dengan patuh dan kegelapan datang menyambut.

Kenapa? Aku sudah menjauh dan keluar dari keluarga seperti yang kau inginkan. Tapi kenapa? Kenapa kau melakukan ini padaku?

Kenapa tak ada hal yang bisa aku rubah?

Kenapa hidupku tak jauh lebih baik dari sebelumnya? Kenapa di saat seperti ini, aku tak dapat mendapatkan jalan keluar?

Sebenarnya, untuk apa aku dihidupkan kali ini? Kenapa semua berubah dan kematianku tetap dekat? Kenapa mereka semua tak puas dan melepaskan hidupku dengan damai?

Apa salahku? Apa salahku hingga mereka merasa hidupnya tak bahagia jika aku ada? Aku tak butuh mereka. Aku hanya butuh kematian yang damai. Karena aku tak takut akan rasa sakitnya!

Sebuah tawa puas terdengar. Salah satu dari mereka bahkan telah membuka seluruh pakaian Ellina. Ia mulai menyentuh dengan minat. Namun matanya terlihat jijik dengan kata-kata tajam. "Kotor dan menjijikkan!"

Di luar sana, deretan mobil polisi mulai menyebar. Semua polisi bergerak cepat saat sebuah perintah turun. Mereka menyebar dengan cepat lalu dapat menemukan lokasi Ellina dengan sangat singkat. Mendengar suara tembakan, lima orang yang baru saja akan bersenang-senang berpencar dengan kilat. Mereka dengan cepat melarikan diri dan meninggalkan Ellina begitu saja. Lari sejauh mungkin namun ternyata kematian begitu dekat.

Perintah itu mengatakan bahwa ia tak ingin satu orang pun selamat. Dan ia mendapatkannya. Lima orang itu mati dengan tembakan berbeda namun di tempat fatal hingga tak dapat di selamatkan. Beberapa dari mereka mengolah semua berita ini dengan cepat.

Salah satu polisi membungkus tubuh Ellina dengan selimut. Membawa tubuh Ellina cepat menuju salah satu rumah sakit terdekat. Laporan akan keberadaan Ellina sangat di rahasiakan. Lalu setelah itu, keberadaan Ellina seakan tak pernah ada. Semua berlalu layaknya tak pernah terjadi sesuatu. Semua seakan telah di atur dengan sangat baik hingga tak ada satu orangpun yang puas akan hasilnya.

***