Beverly pergi ke kediaman ayahnya dengan berkas yang sudah ia dapatkan dari Oriel.
"Ah, pelacur ini sepertinya berhasil mendapatkan apa yang Daddy inginkan. Luar biasa sekali, Bev." Samuel menghentikan langkah kakaknya.
"Aku tidak punya urusan denganmu, Sammy."
Samuel tersenyum mengejek Beverly, "Kau akan terkena karma karena mempermainkan perasaan orang lain, Bev."
"Karma itu urusanku. Urus saja karmamu sendiri!" Beverly menabrak bahu Samuel dan segera masuk ke ruangan kerja ayahnya.
Cklek.. Beverly membuka pintu ruang kerja ayahnya.
Sang ayah melihat ke arah Beverly.
"Putriku yang membanggakan." Ayah Beverly tersenyum pada Beverly.
Ternyata seperti ini rasanya mendapatkan senyuman ayahnya. Selama ia hidup sekalipun ia tidak pernah melihat senyuman di wajah ayahnya.
"Aku bawakan apa yang Daddy inginkan." Beverly memberikan berkas tadi pada ayahnya.
"Kau memang tak pernah mengecewakan Daddy, Bev. Tak sia-sia Daddy membiayai hidupmu."
"Aku tidak akan mengikuti tugas dari Daddy lagi."
Ayah Beverly mengernyit bingung, "Apa yang sudah merubahmu?"
"Sudah cukup aku memuaskan ambisimu. Sudah saatnya aku berhenti. Terserah dengan pengakuan itu. Aku tak lagi mengejarnya."
Ayah Beverly mencoba tenang, kerutan di keningnya terlihat berkurang.
"Oriel sudah merubahmu seperti ini, hm?"
"Tak ada yang merubahku. Aku hanya ingin berhenti."
"Pria itu memang sangat tampan, tak salah kau jatuh hati padanya. Tapi, Bev, menurutmu pantaskah kau bersama dengannya? Dia lahir dengan ayah dan ibu yang sempurna? Sedangkan kau? Ibumu itu siapa, Bev?"
Beverly menatap ayahnya datar, wanita yang ayahnya bicarakan itu pernah memberikan kenikmatan untuk ayahnya, bagaimana bisa mulutnya bicara seperti itu.
"Dengar, Bev. Orang-orang seperti Oriel diharuskan memiliki pendamping yang sempurna. Mereka juga menginginkan pewaris laki-laki. Jika kau menuruti ibumu maka anakmu hanya akan berakhir seperti kau." Ayah Beverly mencoba memainkan mental Beverly.
"Maka tak harus ada pernikahan, tak harus ada anak. Jangan menekan mentalku, Daddy tahu sendiri bagaimana kuatnya mentalku."
Ayah Beverly tertawa kecil, "Kau memang darah dagingku, Bev. Harus aku akui semua sifatmu adalah bagian dari sifatku. Tapi, Daddt beritahu padamu. Jangan percaya cinta karena cinta bisa berubah. Baiklah, Daddy tak akan memberimu tugas tapi masih ada satu misi untukmu. Ini misi pribadi, anggap saja ini adalah apa yang harus kau lakukan untuk kebebasanmu."
"Katakan."
"Nanti, belum saatnya sekarang."
"Kalau begitu aku pergi." Beverly memutar tubuhnya. Ia melangkah meninggalkan sang ayah yang kini menatap punggungnya yang tak pernah membungkuk. Beverly tak pernah membungkuk meski itu untuk ayahnya sekalipun.
"Nikmati kebebasanmu selagi bisa, Bev. Kau putriku dan kau tidak bisa berhenti karena kau adalah putriku." Gilliano merubah raut datarnya jadi serius. Ia tahu suatu hari nanti Beverly pasti akan jatuh hati pada seorang pria yang menjadi targetnya tapi Gilliano tak akan mengizinkan putrinya lebih memilih pria daripada ia, ayahnya.
Cklek, pintu terbuka.
"Ada apa, Sammy?" Gilliano menatap satu-satunya putra yang ia milikki.
"Tepati kata-katamu. Katakan pada semua orang jika Beverly adalah putri sulungmu."
Gilliano tersenyum, putranya selalu mengatakan tentang ini. "Kau tidak perlu memberitahuku, Son. Kakak yang kau sayangi itu pasti akan mendapatkan pengakuannya. Aku tidak akan main-main dengan kata-kataku."
"Baguslah, setidaknya ada sisi baik yang bisa aku contoh dari setan tua sepertimu." Sammy sudah kehilangan kata-kata sopan untuk memanggil ayahnya. Mungkin terakhir kali ia bicara sopan dengan ayahnya saat berdua adalah saat usianya 18 tahun, saat pertama ia tahu jika ayahnya memanfaatkan sang kakak. "Berhenti memanfaatkan Beverly, jangan membuatku semakin muak denganmu."
"Well, son. Kakakmu sudah mengatakan untuk berhenti hari ini dan kau menambahnya juga. Sungguh aku kesal karena kedua anakku sepertinya tak ingin membantuku."
"Kau selalu memeras keringatnya, bahkan untuk otak orang normal sepertiku, tugas yang dia jalankan tak cocok sama sekali untuknya. Membuatnya tidur dengan banyak pria, sama saja kau sudah menerjunkan dirinya ke pelacuran! Dia memang harusnya sejak dulu berhenti dari tugas-tugas yang kau berikan." Samuel membalas sengit. Beginilah dirinya jika di belakang Beverly, selalu membela Beverly.
"Kalian tidak akan bisa membangkang dariku, Son. Darah kalian adalah darahku, hanya kematian yang bisa membuat kalian berhenti menjadi apa yang aku inginkan."
Samuel mendengus, "Siapa yang harus mati? Kami atau kau, Setan tua?"
Gilliano tertawa geli, "Mau mencoba membunuhku, son?"
"Aku bisa melakukannya. Percayalah, satu kali percobaan benar-benar akan membuatmu tewas."
"Well, kau rupanya lebih menyayangi kakakmu daripada Daddymu sendiri."
"Kau jenis manusia yang tidak pantas dicintai. Memangnya mau Beverly lahir sebagai wanita? Hanya karena dia tidak seperti yang kau mau kau menjadikan dia boneka yang akan melakukan semua perintahmu. Kau memang tidak pantas hidup sejak awal. Aku pikir dulu lebih baik Beverly yang mati karena punya ayah seperti kau, tapi aku pikir itu bukan salah Beverly hingga dia harus mati, kau yang harusnya mati saat Beverly lahir."
"Maka tak akan ada kau di dunia ini."
"Aku tidak ingin lahir sebagai putramu. Menjijikan!"
Gilliano masih mempertahankan senyumannya, "Kau tidak bisa merubah keadaan, Son. Kenyataannya kau putraku dan Beverly putriku. Kenyataannya lagi aku masih hidup. Aku pikir kakakmu akan memburumu jika kau membunuhku."
"Aku tidak masalah mati ditangannya asalkan aku sudah melenyapkanmu." Samuel jelas lebih keras kepala dari Beverly. "Berhentilah sebelum kau benar-benar kehilangan nyawamu." Samuel memperingati tegas. Ia membalik tubuhnya dan segera pergi.
Lagi-lagi Gilliano melihat punggung anaknya, "Kalian memang saudara, keras kepala." Ia tak begitu menanggapi perkataan Samuel. Ia memeriksa berkas yang dibawakan Beverly dan segera menghubungi orang yang menginginkan berkas tersebut.
♥♥♥♥
Beverly menyetir dengan pikirannya yang tak tahu kemana arahnya. Ia mendengar percakapan Samuel dan Gilliano. Ia tak pernah tahu jika sang adik yang selama ini ia anggap lebih rendah dari binatang ternyata menyayanginya bahkan ia akan melenyapkan ayah mereka hanya untuk menghentikan sang ayah.
Beverly menghela nafasnya, apa sebenarnya tujuan Samuel berkata dan bersikap kasar padanya. Entahlah, setidaknya Beverly tahu jika Samuel tak sejahat yang terlihat.
Ring,, ring,, ponsel Beverly berdering.
"Ya, Oriel."
"Dimana?"
"Jalan, sedang ke arah mansionmu."
"Datang ke CF cafe."
"Baiklah."
"Hati-hati, Sayang."
"Ya, Oriel."
Sambungan terputus. Beverly memutar mobilnya, CF cafe sudah ia lewati tadi.
Sampai di CF cafe, ia segera masuk ke dalam cafe itu.
"Samanta Beverly, kan?" Seorang pria tampan dengan iris mata yang sama dengan Oriel berdiri di depannya.
"Ya." Jawab Beverly.
Pria itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya, "Adam, saudara lebih muda beberapa bulan dari Oriel."
Oh, wajar saja, rupanya saudara Oriel.
"Beverly." Beverly meraih tangan Adam.
"Bev." Suara Oriel terdengar dari belakang Beverly, "Aku tidak suka kau membalas uluran tangannya, Sayang." Tangan Oriel sudah merengkuh pinggang Beverly.
"Oh, Oriel, ayolah, aku ini saudaramu." Adam melepaskan tangan Beverly.
Oriel hanya menatap Adam datar, "Aku tetap akan membunuhmu jika kau berani menyentuhnya."
"Kau tak akan berhasil menakutiku." Adam menjawab tenang.
"Dia saudaraku, Bev. Berbeda ibu. Ah, aku memiliki mungkin lebih dari 10 orang saudara. Nama mereka bahkan tidak terlalu aku ingat, ya kecuali Adam, Neall dan Calton." Dari sekian banyak saudaranya Oriel memang hanya dekat dengan 3 orang itu. Adam si pemilik CF cafe, Neall si dokter di rumah sakit swasta dan Calton si pemilik CF bank dan asuransi. Sisanya Oriel tidak begitu peduli tapi yang jelas mereka semua masih menyandang nama Cadeyrn di belakang nama mereka. Sejauh ini yang Oriel tahu ia memiliki 13 saudara beda ibu dan 2 saudara beda ayah. Ayahnya suka main wanita jadi anaknya banyak, sedangkan ibunya, ia menikah untuk yang kedua kali dan memiliki dua anak. Sekarang ibunya terlihat sangat bahagia dengan suaminya.
"Jangan bingung dengan keluarga kami, Bev. Bisa saja orang asing yang kau temui di luaran sana adalah saudara kami." Adam mengeluarkan lelucon yang kemungkinan bisa terjadi. "Ah, kalian bersantailah, aku akan membuatkan kalian masakan."
"Jangan masukan racun."
"Siapa yang mau membunuhmu, Oriel." Adam segera membalik tubuhnya. Dari sekian banyak saudaranya sejauh ini belum ada pertumpahan darah karena perebutan harta. Jika menurut dengan siapa yang lebih tua, mungkin Oriel yang akan menjadi penerus ayahnya tapi Oriel tidak berminat. Ia dengan senang hati membagikan secara rata warisan yang akan ia peroleh pada semua saudaranya. Oriel bahkan tak ingin masuk ke dalam permasalahan pelik tentang siapa penerus. Ia akan merestui siapa saja yang maju menjadi penerus ayahnya.
"Ayo, sayang." Oriel mengajak Beverly untuk melangkah.
Beverly memperhatikan cafe ini dengan seksama, "CF Cafe, Cadeyrn Family, kan?"
"Hm. Semua usaha yang berada di bawah naungan Cadeyrn Group diberi nama CF."
Oriel membuka pintu untuk Beverly, setelahnya merweka masuk bersama. Ruangan itu cukup luas, terdapat tempat bersantai di balkon.
"Ruangan ini khusus untuk anak-anak Daddyku yang berkunjung kemari. Biasanya ada Calton dan Neall tapi mereka sepertinya sibuk. Ah, ada beberapa juga yang sering berkunjung tapi mereka jarang bertemu denganku."
"Anak-anak Daddymu semuanya laki-laki?"
"Setahuku dia punya satu anak perempuan. Ah, harus aku beritahu, dia sangat menyayangi peri kecilnya itu. Usianya kalau tidak salah baru 17 tahun. Nah, aku lupa namanya."
"Daddymu tidak seperti pengusaha kebanyakan. Ah, atau mungkin dia menyayangi perinya itu karena dia memiliki banyak anak lak-laki."
"Tidak, sejujurnya Daddy memang lebih ingin memiliki anak perempuan. Daddy itu keras, ia ingin anak perempuan yang bisa membuat sisi kerasnya mengabur."
Beverly merasa alangkah baiknya jika ia lahir sebagai anak ayah Oriel bukan anak ayahnya. Tapi, siapa yang bisa merubah takdir? Ia hanya bisa berpikir saja.
"Aku juga lebih menginginkan anak perempuan. Beverly junior pasti sangat lucu." Oriel menyinggung masalah anak padahal Beverly masih belum menunjukan cinta padanya.
"Bagaimana jika aku tidak bisa memberikan anak perempuan?"
"Anak laki-laki juga tidak masalah."
"Bagaimana jika aku tidak bisa memberikan anak?"
"Apa aku bisa melawan takdir?"
"Cintamu tidak akan berubah?"
"Jalani dulu denganku baru kau akan tahu apakah ia akan berubah atau tidak."
"Kau tidak bisa menjawab. Itu artinya kemungkinan untuk berubah itu ada." Beverly melangkah ke balkon.
Oriel menyusul Beverly, ia memeluk wanita itu dari belakang, meletakan dagunya di bahu Beverly, "Tubuhku mungkin akan menua, Bev, tapi hatiku tak akan mungkin berubah. Hanya akan ada satu nama disana, Samantha Beverly."
Beverly tak menjawab ucapan Oriel tapi ia sudah memutuskan untuk mempercayai kata-kata Oriel. Entah berubah atau tidak dia tak akan tahu jika tak menjalaninya.