Chereads / MRS1 - Addicted / Chapter 19 - Part 18

Chapter 19 - Part 18

"Apa aktivitasmu hari ini?" Beverly bertanya prianya yang sedang mengiris sandwichnya.

"Masih mengurusi Revano. Aku harus menyiapkan dirinya sebagai pewaris tahta Cadeyrn. Aku benar-benar tak menginginkan harta Daddy."

Beverly merasa kali ini Oriel bisa dibodohi oleh orang lain. Dulu ia gagal membodohi Oriel dan ternyata hanya keluarganya sendiri yang bisa membodohinya. Oriel mempersiapkan seseorang untuk menjadi raja padahal harusnya dia yang menjadi raja, sementara orang yang disiapkan, bukan menginginkan tahta tapi menginginkan kematiannya. Lihatlah bagaimana hidup tak pernah bisa ditebak.

"Boleh aku ikut?"

Oriel mengerutkan keningnya, biasanya Beverly tak begitu tertarik dengan pekerjaan Oriel, "Kau tidak ke klinik?"

"Tidak, hari ini klinik tutup. Asistenku memiliki pekerjaan."

"Baiklah, jika kau ingin ikut maka kau bisa ikut."

Beverly tersenyum manis, "Kau yang terbaik, Oriel."

"Apapun untukmu, Sayang."

Beverly akan mulai melancarkan rencananya, hari ulang tahun Cheira hanya tinggal 4 hari lagi. Dan dia akan melakukan sesuatu sebelum hari ulang tahun Cheira, sesuatu yang mungkin akan mengacaukan hari ulang tahun Cheira.

♥♥♥♥

Di gedung utama Cadeyrn Group, Oriel dan Revano sedang membahas beberapa rancangan pekerjaan. Sementara Beverly, wanita itu hanya menatap dua orang itu dari jarak yang tidak terlalu jauh. Namun saat ini mata Beverly fokus pada Revano. Menunjukan tatapan memuja ketampanan seorang Revano.

Harus Beverly akui wajah Revano jelas lebih tampan dari Oriel.

Revano menaikan pandangannya, mata indahnya bertemu dengan netra terang Beverly. Senyuman cantik ia dapatkan dari seorang Beverly. Revano tak membalas senyuman Beverly, hanya memasang wajah datarnya yang menawan.

Ketika Oriel selesai membaca rancangan perusahaan, Beverly segera mengalihkan matanya dari Revano ke ponselnya lagi.

Oriel berdiri dari sofa, ia melangkah mendekati Beverly, memeluk leher wanita itu dari belakang lalu mengecup pipi Beverly dengan sayang.

"Bosan, Sayang?"

"Tidak. Aku senang menemanimu disini." Beverly membalas manis, ia mengecup bibir Oriel sebelum akhirnya matanya memandangi Revano seakan ia sedang menggoda Revano.

"Manisnya." Oriel mencubiti pipi Beverly gemas. "Sayang, aku ke toilet sebentar. Setelahnya kita makan siang. Kau pasti lapar."

"Hm, baiklah." Beverly membiarkan Oriel pergi.

Seperginya Oriel, Beverly bangkit dari sofa, ia melangkah mendekati gelas minuman Oriel.

"Aw.." Beverly tak sengaja menumpahkan minuman ke paha Revano. "Maafkan aku." Beverly menyentuh paha Revano, mengelusnya hingga membuat sesuatu yang salah dirasakan oleh Revano.

"Berhenti menggodaku, Nona." Revano bersuara dingin.

Beverly tersenyum kecil, "Terlalu kelihatan, ya?"

"Apa yang kau inginkan?"

"Tidak ada. Hanya ingin sedikit bermain. Memiliki affair dengan pria tertua Cadeyrn." Beverly bersuara jujur dan nakal.

"Aku tidak tertarik memiliki affair denganmu."

Beverly terlihat terluka tapi setelahnya ia tersenyum, "Kau akan berubah pikiran nanti." Ia kembali membersihkan paha Revano yang ketumpahan air minum dari gelas Oriel.

"Sayang..." Oriel kembali. Ia melihat apa yang Beverly lakukan pada Revano.

"Aku menumpahkan minuman. Celana saudaramu jadi basah karenaku." Beverly terlihat menyesal. Revano mendengus pelan, Beverly benar-benar pintar memanipulasi. "Maafkan aku, Revano."

"Bukan hal besar. Asistenku bisa mengantar celana untukku." Revano menjawab dengan nada ramah.

"Tidak perlu merasa bersalah. Revano tak akan marah hanya karena itu."

"Bukan itu. Aku takut kau marah padaku karena hal ini."

Oriel memeluk Beverly, "Aku tak akan marah padamu hanya karena hal ini, Sayang." Oriel melepaskan pelukannya, "Sekarang ayo kita makan siang."

"Hm." Beverly berdeham. Wajahnya masih terlihat merasa bersalah.

"Revano, makan sianglah bersama kami. Wanitaku tak akan tenang jika tak melihat kau baik-baik saja."

Beverly mendapatkan apa yang ia mau. Ia bisa menebak apa yang akan Oriel lakukan. Pria yang mencintai seperti Oriel ini pasti akan melakukan apapun untuk wanitanya. Beverly benar-benar merasa berdosa karena telah memanipulasi Oriel, tapi ini demi kebaikan semua orang.

"Baiklah." Revano tak menolak. Ia yakin jika ia menolak Oriel pasti akan memaksanya.

♥♥♥♥

Ujung heels Beverly bergerak di kaki Revano, menggoda pria itu dengan gerakan naik turun.

"Buka mulutmu, Sayang." Oriel menyuapi Beverly.

Revano benar-benar muak melihat bagaimana Oriel memperhatikan Beverly, tidak bisakah Oriel menyimpan perlakuan manisnya itu di rumah saja? Ini membuat Oriel tak terlihat seperti mafia yang ditakuti lagi.

Tapi Revano tersenyum kecil, orang yang paling Oriel cintailah yang akan membuatnya meregang nyawa.

Kaki Beverly makin bergerak naik, sekarang ia sudah ke paha Revano. Hal ini membuat Revano berpikir jika Beverly tak main-main dengan kata-katanya.

Bohong jika seorang Revano tak mengagumi kecantikan Beverly, tapi ia tidak begitu percaya dengan Beverly karena ia cukup tahu betapa liciknya seorang Beverly.

Ring,, ring,,

Kesempatan lainnya datang. Oriel menjauh dari Beverly dan Revano karena menerima panggilan dari bawahannya.

Kaki Beverly masih saja bergerak liar, tak ada tanggapan sama sekali oleh Revano, tak menolak tapi juga tak begitu tergoda.

"Apa yang membuatmu seperti ini, Nona?"

"Sangat sederhana. Dari yang aku tahu dari Oriel, kau yang akan menjadi raja di Cadeyrn Group. Aku hanya ingin hidupku terjamin. Itu saja."

"Aku pikir uang Oriel cukup untukmu hidup mewah."

"Tapi aku tidak suka dengan pekerjaannya. Mafia terlalu berbahaya untuk wanita sepertiku. Aku tidak ingin mati sia-sia ditangan musuhnya."

"Aku sudah memiliki tunangan."

"Aku bersedia jadi simpanan."

"Dan Oriel?"

"Selama kau tak mencampakan tunanganmu maka aku tak akan membuang Oriel dari hidupku."

"Benar-benar adil, Nona."

"Aku pastikan kau akan lebih memilihku dari tunanganmu." Beverly bersuara yakin.

"Kau tak akan bisa lebih dari simpanan, Bev. Pria yang memiliki pikiran baik tak akan menjadikan wanita yang dijamah oleh banyak pria sebagai istrinya."

Pukulan telak bagi Beverly, tapi ia tetap tersenyum, "Tak ada yang tahu akan itu, Revano. Hanya beberapa saja, pria yang pernah tidur denganku sudah berakhir di makam atau rumah sakit jiwa."

"Dan kemana kau akan mengirimku? Rumah sakit jiwa atau makam?"

"Kau akan aku tempatkan di tempat yang paling istimewa, Rajaku."

Revano tersenyum kecil, wanita ini tak bisa dipercaya tapi wanita ini menggoda. Sebagai pria normal, Revano tentu tergoda akan Beverly yang luar biasa indah. Ia yakin jika Beverly adalah fantasi dari semua pria pemuja wanita cantik.

"Berikan nomor ponselmu." Beverly memberikan ponselnya pada Revano. "Aku akan mengunjungimu dalam waktu dekat." Beverly mengedipkan matanya nakal. Ia meraih kembali ponselnya dari tangan Revano.

Oriel kembali, suasana menjadi tenang kembali. Beverly dan juga Revano berakting dengan baik.

♥♥♥♥

Pagi ini Beverly tak ke kliniknya, ia mengunjungi kediaman Revano. Tangannya membawa bingkisan makanan. Ia tak khawatir Revano memiliki pekerjaan karena ia sudah membuat janji dengan Revano beberapa jam lalu sebelum Beverly tidur.

Beberapa kali memencet bel, akhirnya pintu terbuka. Revano dengan setelah hitam terlihat dari pintu yang terbuka.

"Pagi, Revano." Beverly menyapa pria tampan nan dingin di depannya.

"Masuklah." Revano tak membalas sapaan Beverly, ia hanya memerintahkan Beverly untuk masuk.

"Aku membawakan makanan untukmu. Kau sudah sarapan?" Beverly masuk, melangkah di belakang Revano.

"Kau nampaknya sangat menikmati peranmu sebagai simpanan. Berapa banyak pria yang menjadikanmu simpanan, Bev?" Revano menatap Beverly dengan wajah mengejek.

Beverly meletakan bingkisan yang ia bawa, ia melihat ke sekeliling ruangan tamu, "Aku tidak pernah menghitungnya. Yang aku tahu, menjadi simpanan itu lebih istimewa. Dalam hitungan dia nomor dua tapi dalam perlakuan dia nomor satu." Beverly kembali melihat ke Revano dan tersenyum cantik.

Revano menengus, wajahnya masih tetap saja dingin, ia menarik tangan Beverly hingga dada Beverly menabrak dadanya, "Bagaimana jika aku tidak memperlakukanmu sebagai yang pertama?"

"Tidak masalah. Aku selalu jadi yang pertama, aku juga ingin merasakan diperlakukan sebagai orang kedua." Beverly memang pandai menjawabi kata-kata dari lawan bicaranya.

Revano mencengkram leher Beverly sedikit kasar, menekan leher itu hingga wajah Beverly mendekat padanya. Bibirnya bertemu dengan bibir Beverly, Revano kini merasakan bagaimana rasa bibir Beverly yang dipuja oleh Oriel dan juga banyak pria lainnya.

Tak usah diragukan bagaimana pandainya Beverly berciuman, tapi ia tidak membuat Revano kalah darinya. Beverly tahu, harga diri laki-laki tidak boleh dilukai, ia akan membiarkan Revano menang atas dirinya.

Revano melepaskan bibir Beverly, jarak wajah mereka saat ini hanya dua inchi, ibu jarinya mengelus bibir Beverly yang basah, "Bibirmu seperti alkohol, Bev. Memabukan dan membuat ketagihan." Detik selanjutnya Revano melumat bibir Beverly lagi.

Beverly tersenyum samar, ia telah berhasil menaklukan Revano. Beverly memberikan rasa manis untuk Revano sebagai awalnya tapi Beverly pastikan jika Revano akan mendapatkan rasa pahit menyengat diakhir cerita.

Dari ciuman itu kegiatan mereka berlanjut. Saat ini yang Beverly pikirkan adalah bahwa ia harus berakting secara sempurna. Entah itu tubuhnya atau apapun, ia akan menyerahkannya jika memang diperlukan. Tak ada yang bisa menggagalkan rencananya termasuk dirinya sendiri dan hatinya.

Ring,,, ring,, terpujilah wahai ponsel yang berdering itu. Kegiatan yang sudah sampai ke ranjang dengan pakaian Beverly yang hampir terlucuti semuanya itu terhenti karena suara ponsel milik Revano.

"Ada apa, Michelle?"

"Aku berada di lobby apartemenmu. Kau bekerja atau tidak?"

"Aku tidak bekerja. Tunggu aku, aku akan menjemputmu dibawah."

"Baiklah."

"Siapa?" Beverly memasang wajah polosnya, ia tak menutupi tubuhnya tanda ia masih ingin melanjutkan kegiatan itu.

"Tunanganku berada di bawah. Rapikan pakaianmu dan pergilah dari sini."

"Ah, aku benar-benar jadi nomor dua. Baiklah." Beverly segera memakai pakaiannya lagi.

Revano merasa tak rela membiarkan Beverly pergi, tapi mau bagaimana lagi, ia tak akan melepaskan Michelle. Seperti yang ia katakan, ia butuh wanita baik-baik untuk bersamanya.

Revano memeluk Beverly, mengecup leher putih Beverly, "Aku melepaskanmu kali ini saja, Bev. Kita akan lanjutkan dalam kesempatan berikutnya."

"Aku menunggunya, Revano." Beverly mengecup bibir Revano.

Revano dan Beverly keluar bersamaan dari penthouse Revano. "Kau turun duluan." Revano mempersilahkan Beverly untuk turun duluan.

"Ya. Baiklah."

Pintu lift lain terbuka, seorang wanita keluar, dan pintu lift yang ditunggu Beverly juga terbuka. Sebelum masuk ke dalam lift, Beverly memiringkan wajahnya melihat ke arah wanita yang tak lain adalah Michelle, ia masuk dengan cepat dan menutup pintu lift. Ia yakin gerakannya tadi cukup membuat Michelle curiga.

Beverly keluar dari lift.

"Beverly."

Langkahnya terhenti.

"Daddy." Beverly sedikit terkejut melihat keberadaan Russel Cadeyrn di tempat itu.

"Kebetulan sekali. Apa yang kau lakukan disini?"

"Mengunjungi temanku, Dad. Daddy sendiri?" Benar, teman yang ia maksud adalah Revano.

"Revano tinggal disini, Daddy ada sedikit urusan dengannya."

"Ah, begitu." Beverly menganggukan kepalanya paham, "Dad, Beverly memiliki pekerjaan mendesak, Beverly tinggal ya."

"Oh, ya, baiklah. Hati-hati di jalan, Bev."

"Ya, Dad."

Beverly segera melangkah pergi meninggalkan Russel yang tak curiga sama sekali.

"Aku tak perlu merencanakannya dan semuanya berjalan dengan baik." Pertemuannya dengan Russel tak membuatnya berpikir itu akan jadi masalah, ia malah berpiki jika itu adalah sesuatu yang baik.