Chereads / MRS1 - Addicted / Chapter 10 - Part 9

Chapter 10 - Part 9

"Oriel, aku ke toilet sebentar." Beverly meminta izin dari Oriel untuk ke kamar kecil.

"Mau aku temani?"

Beverly menggelengkan kepalanya, "Tidak, tunggu saja disini."

"Baiklah."

Beverly bangkit dari tempat duduknya, ia segera melangkah ke kamar mandi.

Setelah selesai, Beverly keluar dari bilik kamar mandi, ia melihat penampilannya di cermin lalu keluar dari kamar mandi.

"Dramamu tadi benar-benar menjijikan, Beverly."

Suara tajam itu begitu dikenal oleh Beverly.

Beverly tak membalik tubuhnya, tak perlu ia melihat ke belakangnya. Ia sudah bisa menebak siapa pria itu, adiknya.

"Mengabaikanku, Beverly?" Pria itu kembali bersuara dan membuat Beverly yang hendak melangkah berhenti melangkah.

Beverly membalik tubuhnya, "Apa maumu?" Beverly bertanya tanpa bertele-tele.

Adik Beverly -Samuel- menjauh dari dinding, ia melangkah mendekati Beverly.

"Aku menginginkan tubuhmu."

"Sinting." Beverly bersuara tajam.

Samuel tertawa kecil, "Untuk ukuran pelacur sepertimu ikatan darah tak akan jadi masalah. Ah, aku hanya mengingatkan. Jangan terlalu menikmati peranmu, waktumu hanya kurang dari 2 minggu lagi. Jika kau gagal, Daddy tak akan pernah menganggapmu ada."

"Kau tak perlu mengingatkan aku. Aku tak akan gagal dalam pekerjaanku."

Samuel menatap Beverly mengejek, "Aku kasihan padamu, Bev. Hanya untuk sebuah pengakuan kau jadi pelacur. Keluar masuk dekapan pria lain. Ah, apa kau sudah jadi maniak hingga kau melakukan ini dengan senang hati?"

Rasanya Beverly ingin merobek mulut Samuel. Jika dia laki-laki maka dia tak akan jadi seperti ini. Siapa juga yang ingin hidup sepertinya. Akan ada saatnya ia lelah dengan mengejar pengakuan. Dan jika ia sudah mencapai batas lelahnya maka jelas Samantha Beverly pasti sudah tewas.

"Tutup mulutmu dan jadilah anak yang seperti Daddy inginkan. Kau bisa ditendang sebagai ahli waris jika kau tetap tidak berguna seperti sekarang!"

Samuel tergelak karena kata-kata Beverly, "Aku tidak perlu bekerja keras, Bev. Daddy yang datang padaku bukan aku yang datang padanya. Ah, bagaimana jika begini saja. Aku buat Daddy tiada, kau bisa bersamaku tapi bukan sebagai kakakku, sebagai istriku."

"Pelacur inipun masih mau kau jadikan istri, Sam. Meski pria hanya tinggal satu, aku tidak akan pernah sudi jadi istrimu."

Samuel tertawa geli, "Beverly, Beverly, kau memang anak tua bangka itu."

"Tak ada hal yang ingin aku katakan lagi padamu. Aku pergi." Beverly membalik tubuhnya lalu segera pergi.

Samuel menatap perginya Beverly, "Hidup macam apa yang kau jalani sekarang, Bev. Harusnya kau pergi dari rumah. Harusnya kau tak ikuti kemauan setan tua itu. Kau tidak pantas hidup seperti ini, Bev. Apa pentingnya pengakuan, Beverly? Dia tidak pernah menganggapmu anak. Harusnya kau bahagia dan hidup dengan baik, Bev. Apa aku harus benar-benar membunuh setan tua itu agar kau berhenti mencari pengakuan?" Samuel meradang sedih. Apa yang Samuel lakukan pada Beverly selama ini adalah untuk menghentikan Beverly dari mencari pengakuan.

Ia sudah mencoba melakukan hal yang paling jahat, tapi Beverly masih saja tak mau pergi dari rumah. Samuel hendak memperoksa Beverly, itu bukan karena dia ingin tapi karena dia ingin BEverly pergi dari rumah karena tak tahan dengannya. Tapi yang terjadi? Beverly masih berdiri kokoh, masih ingin mengejar pengakuan yang entah kapan akan didapatkan.

Samuel benci dengan ayahnya. Ia benci dengan ayahnya yang membuat Beverly jadi wanita jalang. Samuel mencintai Beverly, sangat. Bukan sebagai wanita dan pria tapi sebagai adik yang mencintai kakaknya. Mereka tak pernah bermain bersama tapi Samuel sering memperhatikan kakaknya yang diasuh oleh pelayan. Apa salahnya terlahir sebagai wanita? Rasanya Samuel ingin mengutuk Tuhan yang menciptakan Beverly sebagai wanita. Jika Beverly laki-laki maka kakaknya itu tak akan hidup seperti ini.

"Nanti, Bev. Jika aku sudah benar-benar muak dengan setan tua itu. Aku akan mengakhiri hidupnya dengan tanganku sendiri. Aku pasti akan membunuhnya, Bev." Samuel tak jauh berbeda dengan Beverly. Darah mereka memang sama, jika Beverly keras maka Samuel juga begitu. Samuel tak seperti yang Beverly katakan, ia berguna, sangat berguna bagi ayahnya. Samuel menjalankan perusahaan dengan baik, bukan hanya itu dia juga memiliki citra yang baik di depan semua orang. Samuel tak mencari muka, dia memang lahir dengan itu semua.

Beverly kembali ke Oriel, ia melempar senyuman pada Oriel yang melihat ke arahnya.

"Lama?"

Oriel menggelengkan kepalanya, "Tidak lama." Pria itu mematikan rokoknya. Inilah keuntungan duduk di teras cafe, ia bisa merokok dengan bebas.

"Kau merokok lagi."

Oriel tersenyum, "Aku akan bosan menunggu jika aku tidak merokok."

Beverly duduk, "Aku tidak suka kau merokok."

"Aku akan mencoba menguranginya."

"Pegang kata-katamu."

"Iya, Sayang." Oriel tersenyum menenangkan. "Bev, kau akan kembali ke klinik atau langsung pulang?"

"Pulang."

"Kau pulang sendiri tak apa?"

"Kau mau kemana?"

"Aku ada urusan, Bev. Aku harus ke tempat Ezell. Dia baru kembali dari rumah sakit."

"Baiklah." Beverly menganggukan kepalanya, "Jam berapa kau akan pulang?"

"Malam."

"Ya sudah."

♥♥♥♥

Seperginya Oriel, Beverly masuk ke dalam ruang kerja Oriel. Ia mengeluarkan sebuah benda. Pagi ini ia sudah membuat tiruan telapak tangan Oriel.

Di tempat lain Oriel memperhatikan gerak-gerik Beverly. Hatinya sedikit nyeri tapi ia terus memperhatikan Beverly yang masuk ke lorong rahasianya.

"Apa yang sedang kau lihat?" Zavier yang ada di kediaman Ezell mendekati Oriel.

Oriel mematikan ponselnya, "Penasaran, hm?"

"Tidak." Zavier mengangkat bahunya.

"Bagaimana dengan luka di perutmu?" Oriel memperhatikan perut Zavier yang tertutup pakaian santai.

"Sudah membaik. Kau tahu sendiri bagaimana cara Gea merawatku."

Oriel menganggukan kepalanya, ia tahu sepupu Zavier sangat memperhatikan kesehatan Zavier.

"Apa yang kalian bicarakan?" Aeden mendekat.

"Rasa ingin tahumu benar-benar besar, Aeden." Zavier mencibir Aeden.

"Kau kenal aku dengan baik, Zavier."

"Bagaimana dengan FZT? Kau menemukannya?" Oriel membahas masalah surat-surat yang ada di kediaman Collins.

"Aku belum menemukan apapun." Aeden memang tak menemukan apapun, FZT? ia sudah mencari orang dengan inisial nama itu dan mendapatkan beberapa, namun jelas orang-orang itu tak ada sangkut pautnya dengan Collins. Aeden sudah mengawasi orang-orang itu selama beberapa hari dan semuanya tak ada yang mencurigakan. "Bagaimana dengan selongsong peluru yang menembak Zavier?"

"Pembuatnya sudah tewas. Aku sedang mencari seseorang yang membantu pembuat itu ketika membuat peluru khusus itu."

"Sudahlah, lupakan saja, Oriel. Jangan membuang tenaga. Aku masih hidup sampai detik ini." Zavier tak ingin memperpanjang lagi.

"Tak bisa, Zavier. Siapapun yang mencoba merenggutmu dari kami dia harus mati." Oriel bersuara dengan nada santai tapi kata-katanya itu adalah mutlak akan terjadi.

"Oriel benar. Siapapun yang coba menyakiti istriku, harus tewas."

"Kau ini playboy sekali. Istrimu kan, Ezell." Zavier mencibir Aeden.

Aeden tersenyum idiot, "Punya dua istri itu menyenangkan, Zavier."

Oriel mendengus, "Antara Dealova dan Lovita."

Aeden menatap Oriel beberapa saat lalu setelahnya dia tersenyum seperti mendapatkan sebuah gagasan yang cemerlang, "Ide bagus, ide bagus, aku bisa memiliki kakak beradik itu sekaligus. Lovita sudah menghubungiku, dia pasti tertarik padaku."

Zavier dan Oriel memutar bola matanya, mereka tak berkomentar lebih jauh. Biarlah masalah percintaan Aeden, dia yang urus sendiri.

"Ezell, aku tak lihat dia, dimana dia?" Aeden yang datang terakhiran kini melihat ke sekitarnya. Di tempat bermain game itu tak ada Ezell.

"Ezell sedang sibuk dengan adik tirinya."

"Sibuk apa? Membuat anak?" Tanya Aeden polos.

Oriel dan Zavier tak menjawab lagi. Kadang Aeden kalau sedang polos seperti ini ingin sekali dimutilasi oleh Zavier dan Oriel.

Akhirnya Oriel dan kedua temannya bermain game sambil menunggu Ezell selesai dengan proses membuat anak dengan Qiandra.

♥♥♥♥

Beverly tak mendapatkan apapun. Dari lorong itu dia tidak menemukan apapun. Tak ada pintu tak ada dinding bergeser dan yang lainnya. Ia mulai ragu jika Oriel memiliki ruangan rahasia. Tapi, jika tidak diletakan di ruangan rahasia, maka dimana Oriel meletakan barang-barang berharganya.

Oriel kembali ke kediamannya. Ia tak menemukan Beverly di atas ranjang. Mendengar suara gemericik air, pastilah wanitanya itu sedang mandi. Kebiasaan Beverly sangat tidak disukai oleh Oriel, Beverly sering mandi malam hari.

Menunggu, Oriel tidak memiliki cara lain selain merokok untuk menghilangkan penat. Ia menggeser pintu kaca penghubung kamarnya dan balkon. Ia duduk di tepi pagar balkonnya dan mulai menghisap rokok yang sudah terapit di antara bibirnya.

Beverly selesai mandi. Ia keluar dengan bathrobe yang menutupi tubuhnya. Gorden bergerak karena tiupan angin, Beverly melangkah ke arah Gorden dan melihat Oriel sedang merokok di tepi balkon.

"Katanya ingin mengurangi?" Beverly bersandar di pintu kaca.

Oriel melihat ke arah Beverly dan tersenyum, "Tidak bisa semudah itu, Bev."

Beverly menarik nafas lalu mendekat ke Oriel, "Merokok tak baik untuk kesehatanmu."

"Kau tak suka aku merokok, kan?"

"Sudah aku katakan tadi, Oriel. Aku tidak suka kau merokok."

"Then you better find another ways to keep my lips bussy."

Beverly tersenyum, ia tahu benar apa maksud Oriel, "Sudah aku temukan caranya." Beverly menarik Oriel turun dari tepi balkon. Ia melumat bibir Oriel. Rasa nikotin bercampur dengan rasa pasta giginya tadi. Mint dan nikotin paduan yang tidak buruk.

"Kau benar-benar pintar, Beverly." Puji Oriel disela ciuman mereka.

Beverly tersenyum, ia memperdalam ciumannya dengan Oriel.