Beverly berada di kamar mewah Oriel. Ia sedang sendirian sekarang, Oriel pergi mengambilkannya pakaian ganti.
Tidak masuk dalam rencana, Beverly merayu Oriel saat hujan turun. Tapi ini bagus untuknya, ia tidak perlu menggunakan banyak cara lain untuk menarik Oriel mendekat padanya. Nyatanya, hujan membantunya. Tak salah jika ia begitu menyukai sang hujan.
Pintu terbuka. Sosok Oriel muncul dengan tangannya yang membawa pakaian.
"Kau merasa kedinginan?" Oriel bertanya sembari mendekat.
Beverly menggelengkan kepalanya, "Hujan tak pernah membuatku kedinginan."
"Sesuka itukah kau pada hujan, Bev?" Oriel meletakan pakaian Beverli di atas ranjang. Dengan cepat ia menarik tangan Beverly, mendudukan wanita itu ke atas ranjangnya. "Biarkan aku menghangatimu meski kau tidak kedinginan." Oriel mendekatkan wajahnya ke wajah Beverly.
Melumat bibir itu tanpa perlawanan dari Beverly. Lidahnya bergerak membelit lidah Beverly. Mengabsen satu per satu semua yang berada di mulut Beverly. Saliva mereka bertukaran, saling masuk ke kerongkongan mereka.
Oriel memainkan bibir bawah Beverly, menghisap lalu menggigitinya pelan. Sekali lagi ia menegaskan dominasinya. Ia memimpin ciuman itu hingga membawa mereka berdua terengah-engah.
Oriel melepaskan ciumannya, ia tersenyum memandang Beverly, "Bibirmu dalam waktu seketika menjadi heroin untukku." Ia mengelus bibir Beverly sebentar lalu melumatnya lagi. Kedua tangan Beverly melingkar di lehernya, wanita yang duduk di pangkuannya ini membalas ciumannya dengan sama mahirnya.
Wanita ini memiliki teknik berciuman yang baik. Dia tak mau kalah tapi dia tak mencoba melewati dominasi Oriel. Membiarkan harga diri Oriel tetap di atas tanpa membuatnya jadi lemah dan hina.
Ciuman Oriel turun ke leher Beverly, menjilatinya lalu menyesapnya, meninggalkan bekas kemerahan yang terlihat sangat kontras dengan kulit porselen Beverly.
"Kita mandi bersama." Oriel menggendong Beverly. Pria ini membawa Beverly menuju ke kamar mandinya.
Ia menurunkan Beverly di bawah guyuran air hangat yang keluar dari alat yang berada di atas mereka. Ciuman Oriel kembali mendarat di bibir merah Beverly.
"Kau tidak keberatan bermain disini, kan, Bev?" Oriel bertanya dengan suara serak. Lidahnya terulur menjamah leher Beverly.
"Jika disini bisa memuaskanku maka ranjang tak kita perlukan."
"Aku suka kalimatmu barusan, Bev." Oriel menurunkan resleting gaun Beverly. Ia melepaskan gaun itu hingga menyisakan dalaman berwarna hitam.
"Warna ini cocok untukmu. Tapi aku pikir, merah jauh lebih indah." Oriel menyurusi garis atas bra Baverly dengan jari telunjuknya.
Beverly memejamkan matanya, menikmati sentuhan Oriel. Ini bukan yang pertama kalinya bagi Beverly tapi dari sekian banyak pria yang bersamanya, hanya sentuhan Oriel yang bisa membuatnya memejamkan mata seperti ini. Hanya Oriel yang benar-benar membuatnya menikmati rasanya terjamah.
Jemari Oriel berhenti di pengait bra Beverly, ia membuka bra itu dan melepaskannya hingga terjatuh ke lantai. Gundukan kenyal Beverly terlihat angkuh membusung.
Oriel menjauh, ia berhenti menyentuh Beverly tapi matanya terus memperhatikan Beverly. Oriel lebih dari sekedar menelanjangi Beverly dengan tatapannya itu. Tak pernah Beverly merasa semalu ini karena ditelanjangi oleh pria.
Sebuah senyuman terlihat di wajah Oriel. Karya Tuhan yang sangat indah.
"Tuhan pasti sedang sangat bahagia ketika dia menciptakanmu, Bev." Oriel kembali mendekat ke Beverly. Lidahnya kini bergerak menyentuh setiap inchi tubuh Beverly. Memberikan sensai hangat yang membakar keseluruhan dari Beverly.
Tubuh indah itu menggelinjang, melengkung, dan bergerak tak nyaman karena sentuhan Oriel yang terlalu lihai.
Erangannya tak berhasil diredam oleh suara jatuhnya air.
Tangan Oriel menurunkan celana dalam Beverly. Tempat yang bisa memberikannya kenikmatan luar biasa telah terlihat di matanya. Oriel berjongkok, mengangkat satu kaki Beverly, ia meletakan kaki itu di bahunya.
Kepala Oriel mendekat ke milik Beverly. Lidahnya terulur, merasakan tempat penuh kenikmatan itu.
Beverly mencengkram rambut Oriel. Matanya masih terpejam, bibirnya mengeluarkan desahan. Otaknya telah kehilangan kewarasannya. Yang ada di kepalanya saat ini hanyalah agar Oriel cepat memasukinya.
Cairan itu keluar hanya dengan jari dan lidah Oriel.
"Your turn!" Oriel membiarkan dirinya disentuh oleh Beverly.
Beverly tak akan menyia-nyiakan gilirannya. Ia menyusuri rahang kokoh Oriel dengan lidahnya. Menghisap lalu meninggalkan bekas. Tak hanya satu. Beverly membuat beberapa bekas yang memuaskan matanya. Kedua tangannya merambat masuk ke kaos Oriel. Ia mencubit puting Oriel cukup keras. Meninggalkan sensasi sakit yang berubah nikmat berikutnya.
Kaos Oriel telah ditanggalkan oleh Beverly. Lidahnya kembali bergerak. Menyusuri dada bidang Oriel, memainkan puting Oriel lalu menggigitnya.
Beverly benar-benar tahu caranya bermain.
Tangannya bergerak ke sesuatu yang sudah membesar sejak tadi. Beverly membebaskan junior Oriel dari celana yang membuatnya sesak.
"Aku yakin, setiap wanita selalu dipuaskan oleh senjatamu ini." Beverly meremas junior Oriel.
Ia berjongkok, membelai junior Oriel dengan lidahnya. Masuk ke mulutnya dengan sempurna lalu bergerak maju mundur.
"Fuck! Beverly." Oriel mengerang. Lidah Beverly sangat memanjakan juniornya. Mengahangatkan dan membuatnya terbang tinggi ke puncak yang bernama kenikmatan.
Cairan Oriel masuk kerongkongan Beverly. Setelah itu ia bangkit dari posisi jongkoknya.
Ia mengelap sudut bibirnya yang dikotori oleh cairan Oriel.
"Lidahmu sangat panas, Bev. Berapa banyak pria yang sudah dipuaskan oleh lidahmu?"
Beverly mendekatkan wajahnya ke wajah Oriel, ia memiringkannya dan berbisik, "Aku tidak pernah menghitungnya." Beverly tidak ingin membanggakan itu tapi ia memang tidak pernah menghitung berapa banyak pria yang telah ia puaskan dengan bibirnya.
Kotor.. Itu adalah Beverly, ia tidak mengelak dari kata itu. Tapi ia yakin tak ada orang di dunia ini yang benar-benar bersih.
Kata-kata Beverly membuat Oriel tersenyum, "Kau sepertinya bukan dari wanita-wanita munafik."
"Aku tidak suka menistakan hidup, Oriel." Ia tidak mungkin sok suci ketika hidupnya dipenuhi dengan noda kotor yang tak akan terhapuskan, "Aku adalah kertas putih saat lahir tapi aku mewarnainya dengan noda hitam yang tak bisa aku hapus. Tapi, sungguh, aku tidak pernah berniat untuk menghapus noda hitam itu. Aku cukup menikmati hidupku meski noda hitam itu tak terhapuskan."
Oriel mendekatkan bibirnya ke telinga Beverly, menggigit cuping telinga itu cukup keras hingga membuat Beverly meringis sakit, namun sakit itu segera hilang karena lidah Oriel yang membelai telinganya.
"Kebanggaanmu itu membuatku terganggu, Beverly." Tangannya bergerak ke dada Beverly. Memainkan dan memijatnya hingga menimbulkan sensasi terbakar di tubuh Beverly.
Air yang keluar dari shower tak bisa mendinginkan terbakarnya gairah Beverly.
"Sejujurnya aku tidak suka dengan wanita-wanita yang telah dipakai banyak orang." Oriel bersuara syarat akan hasratnya yang tengah ia tahan.
"Rasakan aku. Apakah rasa dari wanita yang sering dipakai pria itu buruk atau lebih memuaskan dari yang tak terjamah oleh pria." Beverly menantang Oriel. Sebuah tantangan yang tidak perlu karena Oriel pasti akan melakukan itu. Permainannya sudah sejauh ini, mana mungkin ia akan menghentikannya.
Oriel mengangkat tubuh Beverly, menempelkannya pada dinding. Juniornya melesak masuk ke milik Beverly yang telah siap untuk ia masuki. Dengan kedua kakinya yang kokoh, kedua tangannya yang tangguh. Ia memimpin permainan. Tangannya menahan tubuh Beverly di dinding. Pinggulnya bergerak maju mundur, melesak masuk ke liang Beverly.
Erangan Beverly terdengar di ruangan itu. Ia terengah-engah karena hentakan Oriel.
Tubuhnya luluh lantak karena gerakan Oriel yang begitu fasih.
Oriel mendapatkan orgasme pertamanya. Tubuh Beverly menempel ditubuhnya. Kedua tangan Beverly menggantung di lehernya. Wanita ini beristirahat dalam gendongan koala Oriel.
"Kau membuktikan bahwa rasamu lebih baik dari mereka semua yang aku pakai."
Senyuman menghiasi wajah lelah Beverly, "Aku pikir aku akan mengecewakanmu tadi."
Oriel tahu jika lidah Beverly benar-benar menawarkan madu. Manis dan menyanjung.
"Another round?" Oriel menaikan alisnya.
Beverly yang memulai ronde itu. Ia melumat bibir Oriel dengan lihai. Ajaran yang ia dapatkan dari Madam Lee dan praktek langsung selama 5 tahun telah membawanya ke titik ini. Titik dimana ia lebih jalang dari wanita jalang namun tidak hina seperti wanita jalang.
Setelah ronde panjang di kamar mandi. Oriel membawa Beverly keluar dari kamar mandi. Mereka telah menyelesaikan mandi bersama mereka yang begitu menyenangkan.
"Kau lapar?" Oriel melirik ke arah Beverly yang tengah mengenakan gaun tidur tanpa mengenakan dalaman terlebih dahulu.
"Apakah kokimu masih terjaga di jam seperti ini?" Beverly mengikat gaun tidurnya.
"Aku bisa memasak untukmu." Oriel merapikan ujung kasonya.
Beverly menaikan sebelah alisnya, "Pria tampan dengan keahlian memasak?" Ia menilai Oriel sejenak, "Itu kabar yang baik. Selain bisa memuaskan di ranjang bisa mengenyangkan perut. Paket lengkap."
Oriel tertawa karena kata-kata Beverly yang ia pikir adalah sebuah pujian.
"Tunggulah disini. Aku akan memasak untukmu."
"Baiklah. Jangan mengiris jarimu sendiri, okey?"
"Jangan terlalu mengejekku, Bev." Oriel mengerlingkan sebelah matanya lalu keluar dari kamar.
Ia segera melangkah ke dapur. Mengeluarkan bahan-bahan makanan untuk makan dini harinya bersama Beverly.
Waktu tak terasa ketika ia sudah berada di dapur. Selain membunuh, Oriel suka memasak. Memang pekerjaan wanita tapi ia pikir ia harus bisa melakukan semuanya sendiri, jadi jika suatu ketika ia hanya tinggal sendirian, ia tidak akan kerepotan untuk mengisi perutnya.
"Baunya sangat menggoda."
Oriel melihat ke arah Beverly yang bersandar pada lemari penyimpanan yang ada tidak jauh dari Oriel.
"Sudah tidak sabar untuk makan, hm?"
"Aku tadi sudah 'dimakan' beberapa kali. Jadi aku cukup lapar untuk makan."
Oriel tertawa kecil, "Duduklah dan tunggu aku. Hanya tinggal beberapa menit lagi."
"Benarkah?" Beverly bersuara nakal. "Satu ronde singkat?" Ia salah bertanya pada singa yang masih kelaparan.
Oriel segera menerjang Beverly dengan bibirnya. Satu ronde singkat, ia benar-benar menggunakan waktu menunggu masakannya matang dengan baik.
Satu ronde singkat itu selesai. Beverly kembali merapikan gaun tidurnya yang tersingkap tapi tidak terlepas dari tubunya.
"Oriel!" Beverly memanggil Oriel manja. Ia menggoda Oriel dengan duduk di atas meja kecil, menunjukan pahanya yang tak tertutupi.
Oriel sering berhadapan dengan wanita jalang yang menggodanya seperti Beverly tapi melihat Beverly seperti itu membuatnya tak bisa fokus.
"Bev, kau mau makan atau kita tidak usah makan dan melanjutkan apa yang kau mulai di atas ranjang?"
Beverly buru-buru menutup pahanya dan turun dari meja.
"Aku lapar." Dia merengek seperti anak kecil.
Oriel menghela nafas, otaknya sudah dipenuhi hal kotor sekarang.
Dibantu oleh Beverly, meja makan panjang Oriel telah diisi oleh 2 buah piring yang berisi steak dan dua teh hijau hangat.
Beverly memakan makanannya, ia mengunyah masakan Oriel yang terasa pas di lidahnya, "Kau pandai memasak." Beverly memuji Oriel.
"Kau beruntung bisa merasakan masakanku."
"Seberuntung itukah aku?" Ia menatap Oriel menggoda.
Ayolah, wanita yang bisa bersama Oriel adalah wanita yang beruntung. Dewi pasti memberkati mereka karena berhasil menggugah selera seorang Oriel.
Oriel hanya tersenyum menanggapi godaan Beverly. Betapa pandainya wanita ini dalam hal goda menggoda. Buktinya, seorang Oriel yang tidak pernah memasak untuk wanita manapun jadi memasak untuknya.
Oriel tak akan mengatakan Beverly spesial hanya dalam satu hari ini tapi dia memang cukup layak untuk mencicipi makanan dari tangannya.
Seseorang yang bisa membuat Oriel melangkah keluar dari slogannya yang harus selalu menang. Dan seseorang yang bisa membuat pikirannya jadi tak fokus.
Dari sekian banyak wanita yang bersamanya, memang hanya Beverly yang bisa melakukan itu.