Ketika Oriel mengatakan dia tidak bisa tidur di tempat orang lain, yang terjadi barusan adalah dia bermain di klinik Beverly.
Setelah dua ronde, Oriel berhenti meski dia masih menginginkan Beverly.
"Tinggalah di kediamanku."
Beverly duduk dipangkuan Oriel, "Apakah harus?"
"Kenapa? Kau ingin menolak?"
Beverly mengecup bibir Oriel, "Tidakkah terlalu cepat aku pindah ke kediamanmu?"
"Tak ada yang terlalu cepat. Aku menyukai tubuh dan rasamu. Kau berada di dekatku itu lebih baik karena aku bisa merasaimu kapanpun aku mau."
"Well. Terdengar menarik. Aku juga menyukai rasamu. Baiklah, aku akan tinggal di kediamanmu." Menghadapi Oriel tak sesulit yang Beverly pikirkan. Tubuh wanita memang alat paling baik untuk sebuah misi.
♥♥♥♥
Beverly terjaga dari tidurnya ketika ia mendengar langkah kaki seseorang.
"Apa aku membangunkanmu?" Yang masuk adalah Oriel.
Beverly menggelengkan kepalanya, ia tersenyum pada Oriel, "Ini sudah pagi. Ah, sepertinya kau dari suatu tempat."
"Aku baru kembali dari transaksi." Oriel memberitahu tentang pekerjaannya saat Beverly bertanya mengenai rumahnya yang dijaga ketat oleh banyak penjaga.
"Ada masalah?"
"Zavier tertembak."
"Pengkhianatan?"
"Seorang anggota militer yang menembaknya. Siapa orang itu sedang diselidiki sekarang."
"Ah, begitu. Istirahatlah. Aku siapkan air mandian untukmu."
"Terimakasih, Bev."
Beverly turun dari ranjang, mengecup bibir Oriel dan berbisik, "Kau bisa mengucapkan terimakasih dengan cara lain, Oriel."
"Kau benar-benar nakal, Beverly."
Beverly hanya tertawa kecil, ia segera masuk ke kamar mandi dan menyiapkan air mandian Oriel.
Ketika ia selesai, ia langsung keluar dan meminta Oriel untuk mandi. Saat Oriel mandi Beverly memeriksa ponsel Oriel.
"Ceroboh sekali." Beverly melihat ke layar ponsel Oriel yang kini menampilkan foto selongsong peluru milik Bryssa. Hanya dengan melihat foto itu saja Beverly bisa memastikan milik siapa itu.
♥♥♥♥
"Bagaimana dengan misi Princess of the sun?" Beverly bertanya pada Agen Q04 yang duduk membelakanginya. Saat ini mereka ada di tempat menunggu lobby stasiun kereta bawah tanah.
"Misi masih berlanjut. A03 memintaku untuk melacak sebuah kotak yang dikirimkan oleh Justine."
"Lalu?"
"Kotak itu sedang dalam perjalanan ke Thailand."
"Kirimkan nomor pengirimannya. Aku akan mengurus sisanya."
"Baik, ketua."
Usai menyelesaikan pembicaraan itu. Beverly pergi ke kliniknya. Ia masuk ke dalam ruangan istirahatnya, menyingkap karpet bulu-bulu di tengah ruangan itu, menggeser sebuah papan sambungan yang terlihat sama dengan lantai kayu ruangan istirahat itu. Sebuah tombol terlihat ketika kayu itu tergeser. Beverly menekan tombol itu dan lantai kayu sambungan lainnya yang berada disudut ruangan terbuka. Itu adalah pintu ruangan rahasia Beverly yang terletak dibawah tanah.
Beverly merapikan kembali karpetnya lalu melangkah menuju ke pintu ruangan rahasianya.
Ketika sampai di ruangan rahasianya, ia menyalakan komputernya. Memeriksa apakah paket yang dikirimkan oleh Justine telah sampai di Thailand atau belum.
Paket itu baru saja tiba di gudang pengiriman. Beverly mengeluarkan ponselnya.
"H14, ini S01. Ada satu hal yang harus kau urus."
"Katakan, S01."
"Aku ingin kau mendapatkan sesuatu. Aku akan mengirimkan fotonya dari email."
"Akan segera aku urus."
"Thanks, H14."
"Jangan sungkan, S01."
"Segera kabari aku jika kau sudah mendapatkannya."
"Baiklah."
Beverly memutuskan sambungan itu. Ia segera mengirim foto kotak kecil yang dikirimkan oleh Justine.
Setelah menghubungi seorang pemimpin agen rahasia di Thailand, Beverly menghubungi orang lain.
"Selongsong pelurumu di dapatkan oleh Oriel. Kau ceroboh sekali, A03!"
"Mereka tak akan tahu siapa penembaknya, Ketua. Tenanglah."
"Jika mereka mengusut lebih dalam maka kau akan ketahuan."
"Ayolah, direktur saja tak akan bisa tahu itu selongsong peluru siapa. Peluru itu dibuat khusus untukku oleh seseorang yang sudah tewas. M16 tidak hanya aku yang memakainya."
"Ada masalah apa kau dengan Zavier?"
"Kau ingin membunuhnya untukku? "
"Kau sedang dalam misi, A03. Hindari memiliki urusan dengan Zavier atau yang lainnya. Gerakanmu bisa terbaca. Mereka termasuk mafia paling berbahaya di Columbia."
"Aku tahu, Sam. Jangan cemas. Aku tidak akan melakukan ini lagi. Kemarin aku terlalu berapi-api. Aku akan tenang seperti D02."
"Keselamatan rekan kerjamu yang akan dipertaruhkan jika kau ketahuan, Bryssa. Dealova, Qiandra dan aku."
"Aku paham, Sam. Tidak akan terjadi lagi."
"Aku sudah meminta H14 untuk mendapatkan barang kiriman Justine. Tetap awasi Justine."
"Siap, ketua."
Beverly menutup panggilan itu. Samantha Beverly lebih dikenal sebagai S01 di badan intelijen. Dia adalah seorang pemimpin dari 3 agen terlatih pilihan dari seorang yang telah pensiun dari badan intelijen. Alasan kenapa Beverly menjadi ketua adalah, jika Dealova mahir di merakit bom, jika Bryssa mahir di merakit senjata, jika Qiandra mahir dijaringan komputer maka Beverly menguasai segalanya, ditambah ia pintar dalam dunia medis. Beverly pertama bergabung di badan Intelijen ketika usianya 17 tahun. Seorang pria yang sekarang jadi pensiunan badan intelijen yang merekrut Beverly. Saat itu Beverly dikenalkan oleh tutornya yang merasa Beverly lebih cocok berada di dunia intel daripada jadi senjata ayahnya.
Beverly menjalani banyak peran setelah bergabung dengan dunia intel. Ia menyukai perannya jadi orang lain, alasan kenapa ia menyukainya jelas karena ia tak menyukai hidupnya sendiri. Dengan menjadi orang lain dia bisa berpura-pura bahagia. Ayahnya menciptakan sandiwara untuknya tapi sang ayah tak sadar jika ia telah menjadi bagian dari sandiwara yang Beverly bangun.
Menjalankan misi ayahnya dan misi organisasinya, Beverly tak pernah merasa kerepotan. Mungkin jika ia lelah dengan mencari pengakuan dari ayahnya, Beverly akan menghilangkan dirinya sendiri dan hidup bukan sebagai Samantha Beverly tapi sebagai Agen S01.
Beverly tak akan bingung bagaimana cara mengakhiri hidupnya dengan sandiwara yang terlihat nyata. Ia sudah pernah mati berkali-kali sebagai orang lain.
Selama menjalankan misi ia telah pergi ke berbagai belahan dunia. Tugas utamanya adalah melindungi negaranya dari serangan dan mencegah terjadinya perpecahan.
♥♥♥♥
Tiba dikediaman Oriel, Beverly masuk ke dalam ruangan Oriel. Dia memiliki waktu sekitar 15 hari lagi untuk mendapatkan berkas yang dimaksud ayahnya.
"Mencariku, Bev?" Oriel mengejutkan Beverly. Sial! Beverly salah perhitungan. Ia pikir Oriel akan pulang malam seperti kemarin-kemarin.
Beverly membalik tubuhnya, ia tersenyum pada Oriel, "Aku merindukanmu." Mulut manisnya adalah dusta yang paling berbahaya. Alkohol yang paling memabukan.
Oriel tersenyum, ia memeluk Beverly, "Aku juga merindukanmu." Mengecup puncak kepala Beverly dan melepaskannya. "Kapan kau pulang dari klinik?"
"Baru saja."
Tok.. Tok.. Tok..
"Masuk!"
"Tuan, Mr. Hitler ingin bertemu dengan anda."
"Katakan padanya untuk menungguku."
"Baik, Tuan."
Pintu kembali tertutup.
"Berikan aku seks kilat, Bev."
Tak ada hal lain yang diinginkan oleh Oriel selain tubuhnya. Beverly tahu, semua pria memang sama saja.
Beverly memberikan apa yang Oriel minta. Ia melucuti semua pakaiannya namun pada Oriel ia hanya membuka celananya saja.
Oriel memberikan sedikit pemanasan, membuat Beverly basah karenanya lalu memasukan kejantanannya di milik Beverly.
"Akhh, Bev." Sperma Oriel telah berpindah ke milik Beverly. Jika saja ia tak punya urusan maka ia tak akan berhenti disini.
Beverly merapikan kembali pakaian Oriel.
"Tetaplah disini tanpa memakai pakaianmu. Aku akan segera kembali."
Bagus.. Beverly bisa mengelilingi tempat itu.
"Baiklah.. Milikku masih menunggu untuk kau masuki." Menggoda, adalah keahliannya yang tak perlu diragukan lagi.
"Aku suka sekali mulut sialanmu itu, Bev." Oriel melumat pelan bibir Beverly lalu keluar dari ruang kerjanya.
"Mr. Hitler, apa yang membawamu kemari?" Oriel duduk di depan pria yang seumuran dengan ayahnya.
"Aku ingin meminta bantuanmu."
"Ah, membunuh lawan politikmu?"
"Blizz benar-benar mengganggu."
"Kau tahu aturan kerja sama denganku, kan?"
"Menjual jiwaku padamu. Aku tahu, ketika aku jadi Presiden di pemilihan tahun ini aku akan mempermudah semua binsismu. Kau adalah raja diatas raja."
Oriel tak ingin jadi presiden tapi dia ingin jadi penguasa. Memiliki bawahan seorang Presiden cukup menyenangkan baginya.
"Aku akan melenyapkan Blizz untukmu."
"Harus kau sendiri yang turun tangan."
"Jangan meminta berlebihan. Siapapun yang aku pilih pasti bisa melenyakan Blizz. Tapi, baiklah. Kali ini aku akan melakukannya dengan tanganku sendiri."
"Terimakasih, Oriel."
"Kau orangku. Aku akan membantumu." Oriel memberikan senyuman tipis. "Baiklah, aku rasa sudah selesai. Aku masih memiliki urusan lain."
"Ya, aku akan segera pergi." Hitler bangkit dari tempat duduknya dan segera pergi.
"Orang ini tidak bisa dipercaya, Tuan. Dia juga meminta bantuan dari Deadshoot."
"Bukan Hitler yang aku dukung. Aku akan membunuh Hitler dan Blizz. Presiden terpilih sekarang akan melanjutkan tugasnya." Sebelum Hitler, presiden terpilih sebelumnya sudah meminta bantuan padanya. Dari orang-orang ini, Oriel lebih tertarik pada presiden yang sekarang.
Di dalam ruangan kerja Oriel, Beverly sudah kembali duduk di sofa. Ia tak menemukan ada ruangan rahasia di ruang kerja Oriel. Dan brangkas Oriel, di dalam sana tak terdapat berkas yang ia butuhkan. Beverly tak menyerah. Ia yakin jika Oriel memiliki ruangan tersembunyi. Tempat dimana Oriel menyimpan barang-barang berharganya.